Pembuangan kotoran sapi ke sungai Cisangkuy yang merupakan salah satu hulu Sungai Citarum oleh peternak di daerah Pangalengan mengakibatkan pencemaran lingkungan yang serius. Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas untuk menggantikan LPG sebagai bahan bakar sudah diterapkan, meskipun adopsi teknologinya masih rendah. Penerimaan masyarakat Pangalengan terhadap teknologi biogas ini sebenarnya sudah meningkat. Namun, para peternak masih terkendala oleh biaya instalasi yang mahal dan perawatan yang memerlukan ketelatenan.
“Oleh karena itu, terobosan untuk meningkatkan nilai ekonomi dari pengoperasian biogas perlu dikembangkan. Salah satunya dengan memanfaatkan sisa lumpur dari reaktor biogas. Hal ini akan meningkatkan jumlah peternak yang aktif memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas,” kata ilmuwan ITB dari Kelompok Keahlian Energi dan Sistem Pemroses Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Dr. Eng. Pramujo Widiatmoko, S.T., M.T.
Dr. Pramujo menjelaskan, sisa lumpur reaktor biogas dapat digunakan sebagai bahan pupuk padat dan cair, media pembiakan cacing, dan komponen pakan ikan. Rasio C/N dari lumpur tersebut lebih kecil dibandingkan kotoran segar sehingga baik digunakan sebagai pupuk. Pupuk digunakan untuk tanaman pertanian, yang pada gilirannya dapat digunakan sebagai pakan sapi. Padatan yang diperoleh dari sisa lumpur cair juga bisa digunakan sebagai media pembiakan cacing. Cacing tersebut dapat diolah sebagai bahan pakan bernilai gizi dan ekonomi tinggi.
Dengan demikian, pengolahan sisa lumpur biogas diharapkan mampu menjadi alternatif pendapatan bagi para peternak sapi perah, sekaligus mengurangi pencemaran sungai. “Kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan di sungai Citarum melalui penerapan teknologi tepat guna berupa pembuatan pelet pupuk dan pakan ikan dengan memanfaatkan lumpur sisa biogas,” paparnya.
Kegiatan ini bekerja sama dengan peternak sapi yang tergabung dalam Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Target utama kegiatan ini adalah pemasangan instalasi percontohan produksi pelet serta sosialisasi kegiatan tersebut untuk meningkatkan minat peternak. Program yang diajukan bekerjasama dengan KPBS Pangalengan.
Pelaksanaan program tersebut melibatkan Himpunan Mahasiswa Teknik Bioenergi dan Kemurgi dalam rangka pengembangan desa binaan serta masuk dalam program MBKM ITB. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan harmonis antara ITB dengan masyarakat di desa binaan sekaligus meningkatkan penghasilan dari peternak sapi.
Selain itu, kerjasama jangka panjang diharapkan dapat dilakukan untuk penerapan teknologi yang dikembangkan di laboratorium-labotorium ITB. “Misalnya saat ini dikembangkan fuel cell berbahan bakar biogas, oleh pengusul di Laboratorium Keselamatan Proses dan Elektrokimia Energetik, Prodi Teknik Kimia, ITB maupun pakan ternak yang dikembangkan di Prodi Teknik Pangan ITB,” kata lulusan Doktoral dari Tokyo University of Agriculture and Technology ini.*
Contact: pramujo@che.itb.ac.id
Tergabung dalam Kelompok Keahlian Energi dan Sistem Pemroses Teknik Kimia – Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITB, selain aktif di Pusat Pemberdayaan Perdesaan (P2D). Setelah menyelesaikan S1 dan S2 di ITB, ia meraih gelar Doktor di Tokyo University of Agriculture and Technology, Tokyo - Jepang.