Seruput Kopi Lokal Makin Asyik

Petani kopi Indonesia menghadapi tantangan terkait kualitas kopi yang kurang konsisten selama produksi dan panen kopi. Kondisi lingkungan yang tidak menentu dari satu masa panen ke masa panen menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi kualitas kopi. Selain itu, kegagalan proses pascapanen pun masih sering terjadi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsistensi kualitas kopi dan mempercepat fermentasi selama pascapanen kopi adalah dengan memperhatikan aspek mikrobiologi melalui pengendalian serta pemanfaatan mikroba.

“Mikroba lokal dengan penggunaan yang tepat akan sangat berguna dalam proses pascapanen kopi, di antaranya kualitas kopi selama pascapanen akan seragam dalam setiap produksinya, waktu yang dibutuhkan menjadi lebih singkat, menekan tumbuhnya mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan dan turunnya kualitas, tidak tergantung dengan cuaca, dan juga akan meningkatkan kualitas dari biji kopi yang dihasilkan,” kata ilmuwan ITB, dari Kelompok Keahlian Bioteknologi Mikroba, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB, Intan Taufik, S.Si., M.Si., Ph.D. 

Melalui kegiatan pengabdian masyarakat, Intan Taufik Ph.D. memimpin tim untuk membantu meningkatkan proses pascapanen kopi khususnya bagi daerah-daerah di Jawa Barat dengan produksi kopi yang tinggi. Kegiatan ini dilakukan melalui serangkaian tahapan survei lokasi dan sourcing kopi, analisis dari berbagai sampel ceri merah kopi dari berbagai wilayah di Jawa Barat dan pembuatan starter mikroba lokal serta pembinaan dan pelatihan kepada para petani kopi untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman metode pascapanen yang baik dan benar sesuai dengan good agricultural practice (GAP) melalui seminar daring atau kunjungan langsung ke lapangan.

Seminar daring yang dihadiri oleh sekitar lebih dari 100 orang petani kopi sekitar Jawa Barat dan diperoleh 15 kelompok tani/petani yang berasal dari 8 kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat yang bersedia untuk mengirimkan sampel ceri kopi untuk program ini.  Pemeriksaan sampel dari para petani berhasil ditemukan mikroba dominan, dengan total 16 isolat ragi dan 23 isolat bakteri. “Selanjutnya mikroba dominan tersebut diproduksi dan diformulasikan untuk membuat kultur starter mikroba lokal untuk masing-masing daerah,” paparnya.

Selain itu, dilaksanakan pula kunjungan lapangan ke Gunung Halu dan Gunung Burangrang, Kabupaten Bandung Barat, serta Gunung Manglayang di Kabupaten Sumedang dengan kegiatan berupa mini seminar, diskusi mengenai pengolahan kopi serta demonstrasi penggunaan kultur starter mikroba lokal secara langsung ke kelompok tani yang hadir. “Melalui program ini para petani dapat mengaplikasikan starter mikroba lokal dan mendapatkan hasil kopi yang kualitasnya lebih baik dan hubungan antara para petani dengan tim ini akan terus berlanjut untuk program-progam pengabdian masyarakat lainnya,” jelas Intan Taufik Ph.D.*

Contact: i.taufik@sith.itb.ac.id

PENULIS ARTIKEL
Intan Taufik, S.Si., M.Si., Ph.D. • Kelompok Keahlian Bioteknologi Mikroba, SITH ITB

Tergabung dalam Kelompok Keahlian Bioteknologi Mikroba Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB, selain aktif di Pusat Pemberdayaan Perdesaan (P2D). Setelah menyelesaikan S1 dan S2 di ITB, ia mendapatkan gelar Doktor di University of Groningen, Belanda.

Jayen A. Kriswantoro, M.Si. • KK Bioteknologi Mikroba, SITH ITB

.

425

views

06 June 2022