Sebelum Bambu Menjadi Sepeda

Desa Kandangan, Kabupaten Temanggung merupakan salah satu sentra perajin bambu, yang salah satu produk utamanya adalah sepeda bambu. Tantangan yang dihadapi para perajin, terutama adalah pembahanan bambu. “Dalam hal pengawetan dan pengeringan masih memerlukan waktu yang lama dan bambu masih terserang bubuk/blue stain setelah diawetkan,” kata ilmuwan ITB, Ihak Sumardi, S.Hut., M.Si., Ph.D. dari Kelompok Keahlian Teknologi Kehutanan-SITH ITB.

Dilatarbelakangi tantangan tersebut, tim memfokuskan diri pada penerapan teknologi pengeringan dan pengawetan pada industri sepeda dari bambu. Tim dosen mencoba menerapkan metode pengawetan boucherie dan kombinasi pengeringan alami atau solar drying dan pengeringan oven. “Dari program ini didapatkan metode yang efektif dalam proses pengawetan dan pengeringan sehingga didapatkan material bambu yang lebih awet sesuai dengan standar penggunaan dan proses pengeringan yang lebih cepat,” jelas Ihak Sumardi, Ph.D. 

Hasil pengujian lapangan di industri sepeda di Temanggung didapatkan bahwa penerapan metode boucherie pada bambu yang memerlukan waktu yang lebih singkat dari proses sebelumnya yang memerlukan waktu pengawetan 3-6 jam dalam satu proses. Dengan metode boucherie hanya perlu waktu satu jam dengan hasil yang lebih efektif baik dalam pemakaian bahan pengawet dan penggunaan energi.

Sementara, penggunaan kombinasi pengeringan solar drying dan oven drying, mampu menekan penggunaan energi pada oven drying dari enam hari menjadi tiga hari proses pada proses pengeringan dengan oven drying. “Penggunaan solar drying sebagai proses pengeringan awal menjadi salah satu faktor penting sehingga proses pengeringan oven drying lebih singkat,” kata Ihak, Ph.D.

Pemanfaatan energi sinar matahari pada solar drying selain mampu menurunkan kadar air dan memperpendek proses pengeringan pada oven drying. Metode pengeringan kombinasi ini juga mampu menekan cacat akibat proses pengeringan sehingga output pengeringan menjadi lebih optimal.  

“Sasaran ke depan dari kegiatan ini adalah pengembangan bahan pengawet. Bahan pengawet yang digunakan masih sangat berbahaya bagi lingkungan sehingga perlu dicarikan beberapa penerapan bahan pengawet alami dalam proses pengawetan bambu,” papar Ihak, Ph.D. *

Contact: ihak@sith.itb.ac.id

PENULIS ARTIKEL
Ihak Sumardi, S.Hut., M.Si., Ph.D. • Kelompok Keahlian Teknologi Kehutanan, SITH ITB

Tergabung dalam Kelompok Keahlian Teknologi Kehutanan - SITH ITB, selain aktif di Pusat Pemberdayaan Perdesaan (P2D). Setelah menyelesaikan S-1 dan S-2 di IPB, ia mendapatkan gelar doktornya di Gifu University, Suzuki, Shigehiko, Jepang.

404

views

19 April 2022