Mempertinggi Resiliensi Bencana dengan Drone

Dalam beberapa dekade terakhir wacana pendekatan pengelolaan bencana mengalami pergeseran fokus dari upaya-upaya yang menekankan pada pemberian bantuan dan tanggap bencana (disaster relief and response) menuju pendekatan-pendekatan berbasis komunitas untuk memperkuat resiliensi komunitas dalam menghadapi bencana. Salah satu langkah awal yang penting dalam mendorong upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas adalah dengan membangun kesadaran komunitas akan faktor-faktor penyebab dari bencana.

Untuk mencapai tujuan ini diperlukan basis data tentang potensi ancaman bencana melalui kegiatan pendataan dan pemantauan lingkungan. Namun, komunitas sering kali dihadapkan tantangan terkait dengan medan yang luas dan susah, yang menyebabkan terkendalanya upaya pendataan dan pemantauan risiko bencana secara efektif. Pada saat yang sama, teknologi unmanned aerial vehicle (UAV) atau yang secara populer dikenal sebagai drone semakin tersedia.

Teknologi ini memungkinkan untuk melakukan pemantauan lingkungan dan pendataan spasial dengan lebih murah dan mudah. Namun, tidak semua komunitas memiliki akses untuk memperoleh drone dan kapasitas untuk mengoperasikannya dalam rangka mendukung kerja-kerja pemantauan lingkungan dan pemetaan. “Biaya, penguasaan teknologi, dan teknis merupakan beberapa kendala yang menyebabkan adopsi pemanfaatan drone dalam kerja komunitas untuk pengelolaan bencana belum begitu meluas khususnya di Indonesia,” kata ilmuwan ITB dari Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan SAPPK ITB, Adenantera Dwicaksono, S.T., M.Ds., Ph.D.

Adenantera Ph.D. kemudian memimpin tim pengabdian masyarakat bersama Augie Widyotriatmo, S.T., M.T., Ph.D. dari KK Instrumentasi dan Kontrol serta Dr. Deni Suwardhi, S.T., M.T. dari KK Inderaja dan Sains Informasi Geografis. Pengabdian ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas komunitas kawasan DAS Citarum dan Perkumpulan Inisiatif dalam pendataan dan pemantauan bencana dengan memanfaatkan teknologi UAV/drone. “Dewasa ini, semakin berkembangnya teknologi dan ketersediaan komponen UAV/drone, digital kamera beresolusi tinggi, dan ketersediaan komponen untuk membangun drone secara mandiri, memungkinkan berkembangnya fotografi udara berformat kecil (small-format aerial photography/SFAP),” paparnya.

Dalam kegiatan ini, tim ITB memperkenalkan teknik SFAP dengan memanfaatkan teknologi drone/UAV. Teknik SFAP digunakan untuk melakukan pendataan spasial dan pemantauan lingkungan. Melalui kegiatan ini diharapkan, komunitas memiliki pengetahuan dasar tentang UAV/drone dan pengoperasiannya untuk pendataan spasial dan pemantauan ancaman bencana, melakukan pemrosesan data citra udara sederhana. “Peningkatan kapasitas ini tentu akan memperkuat kerja komunitas dalam perlindungan lingkungan, khususnya di DAS Citarum,” kata Adenantera Ph.D.

Contact: adenant@sappk.itb.ac.id

PENULIS ARTIKEL
Adenantera Dwicaksono, S.T., M.Ds., Ph.D • Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan, SAPPK ITB

Tergabung dalam Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan SAPPK ITB. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana di ITB, ia melanjutkan S-2 nya di University of Melbourne, Australia sebelum meraih gelar doktor di State University Of New York At Albany, New York, AS.

167

views

24 October 2022