Limbah Lele Dibuang Sayang

Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur merupakan kawasan usaha perikanan, salah satunya ikan lele. Ikan lele tidak hanya dikonsumsi sebagai sumber lauk pauk maupun usaha warung dan restoran, namun juga diolah sebagai tepung ikan lele yang mempunyai nilai ekonomi dan manfaat lebih baik. Selama ini, bahan baku tepung ikan lele adalah daging ikan murni. Di desa Mojosari Tulung Agung terdapat salah satu perusahaan penepungan daging ikan lele yang merupakan usaha ekonomi kreatif yang bertujuan untuk menyediakan tepung ikan lele siap untuk diolah menjadi berbagai bahan olahan makanan sehat berupa kerupuk, biskuit, kue/roti, frozen food (sosis, nugget, baso), serta berbagai makanan olahan lain.

Makanan olahan berbasis tepung daging ikan lele ini dicanangkan sebagai pangan sehat karena kandungan gizi dari ikan lele terutama protein tinggi dengan asam-asam amino lengkap yang sangat bagus untuk kesehatan. Salah satu tujuan usaha bisnis tepung daging ikan lele yang berlokasi di Tulungagung tersebut adalah untuk penyediaan makanan sehat tinggi protein dari bahan lokal yang banyak dijumpai di Indonesia dan murah.

“Daging ikan lele ini sangat bagus karena kandungan asam aminonya yang lengkap, baik untuk mengatasi gizi buruk pada anak yang merupakan masalah nasional yang belum terselesaikan sampai saat ini,” kata ilmuwan ITB dari Kelompok Keahlian Farmasetika Sekolah Farmasi, Prof. Dr. Heni Rachmawati, Apt., M.Si.

Indonesia pada tahun 2030 diprediksi akan menghadapi Bonus Demografi. Bonus tersebut dapat mensejahterakan, namun bila SDM tidak disiapkan maka menjadi beban. Masih tingginya stunting yaitu 30,8% (Riskesdas, 2018) adalah ancaman dan tantangan kualitas SDM mendatang. Stunting adalah fakta gagal tumbuh, kembang dan metabolisme sehingga cenderung memiliki imunitas lemah dan kognitif buruk, berdampak akan cenderung mudah sakit, daya pikir rendah, serta berpotensi lebih besar menderita PTM.  “Salah satu solusinya adalah mewujudkan ketahanan pangan dan gizi tangguh dan berkelanjutan dengan mengembangkan MP-ASI/PMT pada balita berbasis pangan lokal (menuju kemandirian) untuk mendapatkan bahan padat gizi yang murah dan mudah diakses,” papar Prof. Heni.

Prof. Heni melihat potensi lain pada usaha tepung daging ikan lele yang dilakukan oleh salah satu perusahaan Rumah Inovasi Natura, Tulungagung. Pada satu usaha ini saja, dihasilkan adalah 2 ton per bulan, yang setara dengan 10 ton ikan lele segar dan melibatkan 2-3 peternak ikan lele di daerah sekitar desa Mojosari Tulungagung.  “Aktivitas bisnis ini menghasilkan limbah kulit, tulang dan minyak yang sampai saat ini hanya menjadi limbah yang tidak dimanfaatkan, sebanyak 1 ton limbah tulang/duri, 2 ton limbah kulit, dan 500 L minyak ikan setiap bulannya,” lanjutnya.

Menurut Prof. Heni, kurangnya pemahaman akan kandungan gizi yang terdapat pada limbah-limbah tersebut, pengusaha tepung daging ikan belum memanfaatkan secara optimal. Padahal, ketiga limbah produksi tepung ikan lele menyimpan berbagai senyawa bioaktif yang baik untuk kesehatan, yaitu  kalsium (pada tulang), vitamin A, omega, DHA (pada minyak), serta kolagen (pada kulit).  “Oleh karena itu, kami berupaya menawarkan solusi kreatif untuk pengolahan limbah produksi tepung ikan menjadi produk komoditi yang bernilai jual tinggi, bahkan mungkin lebih tinggi dari harga produk utamanya (tepung daging ikan). Solusi berupa teknologi tepat guna untuk ekstraksi minyak, pengolahan tulang sebagai sumber kalsium, dan pengolahan kulit sebagai kudapan sehat,” paparnya.

Prof. Heni kemudian memimpin tim untuk pemberdayaan limbah pengolahan tepung ikan lele berupa kulit, minyak, tulang sebagai sumber pangan sehat dan suplemen kesehatan. “Dengan teknologi pengolahan limbah menjadi produk yang bermanfaat untuk kesehatan, selain mengurangi pencemaran lingkungan, juga meningkatkan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat sekitar. Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraannya adalah manfaat utama yang ingin dicapai”.*

PENULIS ARTIKEL
Prof. Dr. Heni Rachmawati, Apt., M.Si. • Kelompok Keahlian Kelompok Keahlian Farmasetika Sekolah Farmasi (SF) ITB

Tergabung dalam Kelompok Keahlian Farmasetika Sekolah Farmasi ITB, selain aktif di Pusat Pemberdayaan Perdesaan (P2D). Setelah menyelesaikan S1 dan S2 di ITB, ia mendapatkan gelar Doktor di University of Groningen, Belanda.

629

views

31 May 2022