Pengalaman belajar di laboratorium (lab) berperan penting dalam meningkatkan pemahaman teori dan konsep yang dipelajari di kelas ke dalam situasi praktis. Namun, kegiatan belajar di lab konvensional memiliki beberapa kendala, seperti memerlukan biaya yang tinggi, ketersediaan bahan, keterbatasan waktu eksperimen, hingga adanya perubahan metode ajar secara daring. Ketiadaan lab atau kesulitan mengaksesnya ini dapat menyebabkan menurunnya kualitas pembelajaran serta berdampak pada hasil capaian pembelajaran.
Lab virtual dapat menjadi pelengkap – bukan meniadakan atau menggantikan – lab konvensional. Sebagaimana calon pilot belajar dengan simulator sebelum praktik di pesawat sungguhan, pelajar dapat mempercepat kesiapan dan memperdalam pemahaman materi yang dibahas di kelas sebelum melakukan pembelajaran eksperiental di lab konvensional. Selain itu, lab virtual dapat melibatkan mahasiswa secara aktif dan mandiri untuk melakukan eksplorasi dan interaksi dengan konten ajar di dalam lingkungan virtual. Pemanfaatan visualisasi dalam bentuk model 3D pada lab virtual pun terbukti dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan pengetahuan faktual dan spasial, khususnya dalam pembelajaran anatomi manusia.
“Penelitian ini bertujuan untuk mengembangan lab virtual anatomi telinga manusia dengan model 3D berbasis aplikasi gawai yang interaktif. Purwarupa lab virtual yang telah tuntas dirancang bangun, diujicobakan dan dievaluasi pengaruh penggunaannya dalam meningkatkan capaian pembelajaran. Aplikasi lab virtual yang dibuat ini terintegrasi dengan LMS Edunex (yaitu menjadi lab virtual dari perkuliahan tertentu) sehingga nilai mahasiswa dapat terekam dan tampil di laman modul kuliah,” papar ketua tim penelitian Prof. Yusep Rosmansyah, Ph.D. yang tergabung dalam Kelompok Keahlian Teknologi Informasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB.
Anatomi telinga dipilih karena keterbatasan alat peraga yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Anatomi telinga memiliki organ yang sangat rumit dan juga berukuran miksroskopis sehingga melalui studi lapangan yang dilakukan tidak ada organ yang layak pakai sebagai alat peraga pada saat melaksanakan praktikum. “Tujuan penelitian ini adalah untuk menciptakan sebuah prototipe aplikasi anatomi telinga yang lengkap sesuai dengan standar pembelajaran nasional yang telah disetujui oleh pakar. Aplikasi tersebut juga terintegrasi dengan sistem penilaian perguruan tinggi agar pengguna dapat memasukkan nilai praktikum virtual secara langsung. Aplikasi tersebut juga bersifat simulatif sehingga dapat mencapai tahapan pembelajaran yang optimal sesuai dengan teori pembelajaran multimedia,” papar Prof. Yusep Rosmansyah, Ph.D.
Ini adalah sebuah penelitian multidisiplin, yang melibatkan pakar kedokteran anatomi dan spesialis THT (telinga, hidung, tenggorokan), desainer visual digital 3D, pemrogram gawai, dan pemrogram web. Pada proses produksi, visualisasi dilakukan dengan menggunakan berbagai macam software agar dapat merealisasikan rancangan yang telah direncanakan. Aset yang diperlukan adalah membuat model tiga dimensi yang menyerupai kenyataan dari anatomi telinga. Proses membuat sebuah model diawali dengan membuat bentuk dasar yang terus-menerus “dipahat” dan dibentuk agar menyerupai berbagai macam anatomi yang perlu divisualisasi.
Setelah desainer melakukan asistensi kepada pakar kedokteran terkait bentuk hingga keaslian visual dari bagian-bagian telinga beserta seluruh elemen penting lainnya, tahap selanjutnya adalah pembuatan sebuah laboratorium. Proses ini mirip dengan membuat model 3D anatomi. Desain interior laboratorium dibuat sedemikian rupa sehingga memunculkan sebuah ruang yang mirip dengan laboratorium yang dapat dipakai secara interaktif dan bersifat imersif.
Proses berikutnya adalah menggabungkan semua aset tiga dimensi tersebut ke dalam sebuah perangkat lunak untuk pemrograman. Berbagai teknik pemrograman visual 3D dilakukan agar lab virtual dapat berjalan secara interaktif dan simulatif. Semua aspek tersebut ditujukan untuk memunculkan pengalaman imersif bagi pengguna, yaitu para pelajar biomedika dan kedokteran.
Aplikasi lab virtual ini terdiri atas dua mode, yaitu mode eksplorasi dan mode praktikum. Pada mode eksplorasi, pelajar dapat melakukan pembelajaran anatomi telinga secara mandiri. Sementara itu, pada mode praktikum dikhususkan layaknya pelaksanaan praktikum sungguhan yang dilengkapi pre-test, kuis, dan post-test.
Lab virtual telah diuji dengan menggunakan rancangan penelitian crossover repeated measures dengan melibatkan 40 mahasiswa yang dibagi ke dalam 2 grup, yaitu grup A dan grup B. Grup A diawali dengan membaca materi lalu kemudian menggunakan lab virtual, sedangkan grup B diawali dengan menggunakan lab virtual lalu membaca materi. Data yang dikumpulkan dan diolah merupakan data hasil pre-test, mid-test, dan post-test. Selain itu, dilakukan juga pengisian kuesioner untuk mengukur reaksi dan kepuasan mahasiswa terhadap lab virtual.
“Penelitian ini berhasil membangun aplikasi lab virtual anatomi telinga manusia dengan model 3D sebagai pendukung praktikum anatomi dan media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penggunaan lab virtual berhasil meningkatkan pemahaman mahasiswa dilihat dari rata-rata nilai pre-test, mid-test, dan post-test. Selain itu, penggunaan lab virtual meningkatkan rasa ingin tahu, kesenangan, serta fokus mahasiswa. Lab virtual anatomi telinga akan terus dikembangkan, selain aplikasi lab virtual lainnya, agar proses pembelajaran ekperiental yang rumit dapat dilakukan oleh pelajar dengan lebih mudah dan menyenangkan,” tutur Prof. Yusep Rosmansyah, Ph.D.
Tergabung dalam Kelompok Keahlian Teknologi Informasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB. Setelah mendapatkan gelar sarjana di ITB, ia menyelesaikan S-2 dan S-3 di University of Surrey, Surrey, Inggris.