Penyedia bibit pisang di Indonesia masih tergolong sedikit dan penyediaan bibit unggul secara konvensional memiliki kendala, di antaranya sulitnya mendapatkan bibit dengan kualitas yang baik dalam jumlah besar dan waktu yang singkat. Sementara, di lapangan sebagian besar penyedia bibit adalah petani konvensional yang menggunakan anakan. Penggunaan anakan sebagai bibit tentunya memiliki risiko yang cukup besar terhadap menurunnya kualitas tanaman. “Sulit untuk menentukan dan mengetahui kualitas bibit dan tidak dapat dipastikan bahwa bibit tersebut tidak terinfeksi penyakit yang dapat menyebar ke lahan perkebunan pisang yang baru. Oleh karena itu, diperlukan teknologi kultur jaringan,” kata ilmuwan ITB dari Kelompok Sains dan Bioteknologi Tumbuhan SITH, Dr. Rizkita Rachmi Esyanti. Selain penyediaan bibit, kendala yang sering dialami adalah proses aklimatisasi dan penanaman di lapangan untuk bibit hasil kultur jaringan. Sebagian besar petani mengalami kesulitan saat melakukan penanaman bibit hasil kultur jaringan ke lahan di lapangan yang sesungguhnya. “Banyak bibit kultur jaringan yang mengalami layu atau kematian saat ditanam di lapangan atau sering lambat tumbuh. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani dalam menanam bibit hasil kultur jaringan ke lahan tanah di kebun,” lanjutnya. Bekerja sama lintas ilmu dan banyak institusi, Dr. Rizkita Rachmi kemudian melakukan program pengabdian masyarakat penerapan teknologi kultur jaringan pisang. “Masyarakat, terutama petani dan praktisi pertanian, perlu mengetahui teknik penyediaan dengan cara perbanyakan bibit pisang yang tepat untuk menghasilkan bibit pisang dengan kualitas baik menggunakan metode kultur jaringan dengan cara mudah dan murah. Lebih jauh, program pengabdian ini juga mendampingi petani hingga tahap aklimatisasi dan penanaman bibit di lahan kebun dengan menggunakan pupuk hayati dengan teknik Masaro. “Pada uji terbatas di Bandung, pupuk Masaro yang dikembangkan Zainal Abidin Ph.D. (Teknik Kimia ITB) dapat mempercepat pertumbuhan. Diharapkan uji multilokasi pupuk hayati di lingkungan tumbuh yang berbeda di Bali dapat memperbaiki kultivasi di lahan. Dengan demikian, bibit yang sudah memiliki kualitas unggul tersebut dapat tumbuh dan memproduksi buah dengan baik,” papar Dr. Rizkita Rachmi. Saat ini terbukti tanaman hasil kultur jaringan tersebut dapat menghasilkan buah dengan jangka lebih cepat dan lebih produktif sehingga daerah yang tadinya gersang menjadi subur dan secara ekonomi menguntungkan. Selain itu, menjadi contoh pengembangan bagi daerah sekitarnya.*
Contact: rizkita@sith.itb.ac.id
Dr. Rizkita Rachmi Esyanti tergabung dalam Kelompok Keahlian Sains dan Bioteknologi Tumbuhan SITH ITB. Setelah lulus sarjana di ITB, Dr. Rizkita Rahmi menyelesaikan S-3 di University of Wales, Swansea, Inggris..