Agung Hujatnika
Selama sepuluh tahun terakhir, frekuensi kegiatan-kegiatan yang melibatkan para penyandang disabilitas (dalam bentuk pameran maupun pelatihan dan lokakarya) memang meningkat di Indonesia. Banyak seniman difabel yang telah tergabung dalam kelompok/komunitas. Mereka juga telah menyelenggarakan pameran-pameran dan kegiatan kolektif lainnya secara rutin. Meskipun demikian, sebagian besar pameran mereka masih cenderung dipandang sebagai kegiatan yang ‘berbeda’, bahkan terasing dari aktivitas dunia seni rupa pada umumnya. Peluang bagi seniman difabel untuk dapat mengikuti proyek/pameran yang dikuratori oleh museum dan galeri besar belum cukup terbuka. Pengelola dan lembaga seni juga belum memberikan kesempatan kerja yang memadai bagi para penyandang disabilitas untuk bekerja di bidang seni rupa.
DI sisi lainnya, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, mengunjungi pameran seni rupa, festival dan biennale telah menjadi bagian dari gaya hidup perkotaan yang semakin populer. Namun, persentase penonton difabel yang sangat rendah dalam populasi pengunjung menunjukkan bahwa pameran seni belum menjadi ruang publik pendidikan yang layak dan inklusif. Program pendidikan seperti pameran keliling, workshop, artist talk, dll masih minim inovasi, dan belum mengutamakan penyandang disabilitas sebagai bagian dari masyarakat yang juga berhak mendapatkan pendidikan melalui seni. Jejaring kerjasama antar lembaga/organisasi seni untuk mendorong inklusivitas dalam seni rupa juga belum terbentuk.
Program Open Arms yang diampu oleh Yayasan Selasar Sunaryo, Bandung, terdiri dari serangkaian kegiatan yang berupaya mendorong kerja sama antara lembaga seni Indonesia, museum, galeri, penyelenggara festival/pameran/biennale profesional untuk mempromosikan inklusivitas. Program ini juga mengkampanyekan kesadaran tentang pentingnya memberikan kesempatan kerja yang lebih baik bagi penyandang disabilitas untuk bekerja di bidang seni. Dengan melibatkan penyandang disabilitas dalam ceramah, diskusi, lokakarya dan pameran, program ini diharapkan juga dapat yang mengurangi kesenjangan antara komunitas difabel dan non-difabel di dunia seni. Kegiatan-kegiatan dalam Open Arms dapat dijadikan studi kasus yang menarik tentang bagaimana wacana seni dan disabilitas dipahami dan dipraktikkan oleh segenap unsur ekosistem seni di Bandung khususnya. Perancangan dan penyelenggaraan pameran karya-karya seniman difabel dan kegiatan edukasi untuk pengunjung difabel dalam program ini juga merupakan bahan yang sangat berharga untuk pengembangan modul pengajaran sejumlah mata kuliah di FSRD ITB sebagai institusi yang, harus diakui, sampai sejauh ini belum mewacanakan inklusivitas dalam seni secara konkret dan komprehensif.
Untuk memperdalam refleksi terhadap keseluruhan program, KK Estetika & Ilmu-Ilmi Seni FSRD ITB bekerja sama dengan Yayasan Selasar Sunaryo / Open Arms akan melangsungkan sebuah seminar yang menghadirkan akademisi dan praktisi sebagai narasumbernya. Para narasumber ini diharapkan dapat berbagai pandangan, tinjauan kritis dan pemikiran mutakhir mereka di sekitar wacana disabilitas dalam seni rupa di Indonesia, sekaligus menyampaikan visi atau proyeksi tentang apa yang dapat diupayakan di masa depan. Mereka adalah:
Slamet Thohari (Universitas Brawijaya, Malang)
Budi Irawanto (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)
Sukri Budi Dharma ‘Butong’ (Perupa, Jogja Disability Arts Foundation) 4. Hana Madness (Perupa, independen)
Peserta seminar yang diundang adalah civitas academika ITB terutama FSRD, para seniman difabel, fasilitator dan praktisi seni rupa yang memiliki minat dalam persoalan disabilitas, serta khalayak umum yang memiliki perhatian pada hal tersebut.
Meningkatkan pengetahuan civitas academica ITB dan masyarakat Bandung tentang isu disabilitas; Mempromosikan kesadaran tentang inklusivitas di lingkungan perguruan tinggi dan masyrakat di Bandung
Acara seminar ini merupakan penutup dari rangkaian acara dalam Proyek Lengan Terkembang. FSRD melalui KK Estetika & Ilmu-Ilmu Seni mampu mewujudkan poin kerja sama dengan Yayasan Selasar Sunaryo dan juga mendukung pengarusutamaan isu disabilitas di medan seni, bukan hanya untuk komunitas seniman tapi juga untuk ruang-ruang seni lain di Indonesia