Irma Damajanti
Pada Abad ke-20, ketika Modernisme turut berpengaruh terhadap perkembangan seni rupa dan keindahan tidak lagi menjadi tujuan, berkembang upaya-upaya untuk mencari pemahaman falsafi atas seni dengan memanfaatkan ilmu-ilmu yang relevan untuk menerangi arti seni dan perannya dalam peradaban manusia, seperti contohnya ilmu-ilmu sosial, psikologi, semiotika, anthropologi, dan lain-lain. Ilmu psikologi dapat membantu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut seniman, seperti motivasi artistik, proses kreasi, faktor pribadi dalam seni, disamping juga membantu memahami pengalaman estetik atau pengalaman seni bagi publik seni atau apresiator. Dalam era seni rupa kontemporer, karya seni diyakini memiliki makna dan kekhasan berdasarkan konteks sosial-budayanya, serta memiliki potensi untuk ditafsirkan secara berbeda dalam berbagai rentang waktu dan tempat, sehingga dalam menilai sebuah karya seni rupa pun cenderung untuk mempertimbangkan perbedaan-perbedaan kepribadian, latar belakang sosial-ekonomi, gender, dan afiliasi antara seniman dan aprsiatornya; hal-hal yang sebelumnya tidak pernah diungkap dalam seni rupa modern yang hanya berfokus pada objek seni itu sendiri. Hal ini sebenarnya merupakan peluang besar untuk menerapkan pendekatan psikologi seni untuk menganalisis perkembangan seni rupa mutakhir yang umumnya sarat dengan faktor-faktor personal seniman.
Publisitas
Apa yang terjadi dalam dunia seni rupa atau artworld sedikit-banyak akan selalu berdampak pada pengembangan keilmuan di wilayah pendidikan. Sudah menjadi hal yang lazim bila lembaga pen-didikan selalu berupaya mengembangkan daya adaptif dan merespon perkembangan-perkembangan terkini yang tengah berlangsung, bahkan turut mengarahkannya. Demikian pula halnya dengan lem-baga pendidikan tinggi seni rupa melalui upaya pengembangan keilmuan melalui penulisan buku un-tuk memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang cakupan dan keluasan variasi manusia dan fe-nomena seni.