Penyuluhan dan Pemberdayaan Petani Indonesia dalam Mengakses Modal Usaha di Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung
Nama Peneliti (Ketua Tim)

Taufik Faturohman



Ringkasan Kegiatan

"Pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memandirikan masyarakat sesuai dengan kemampuannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pemberdayaan masyarakat dapat digunakan untuk mengakses sumber daya lokal sebaik mungkin. Proses pemberdayaan tersebut menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan (people or community centered development). Sejalan dengan konsep pemberdayaan masyarakat, kebijakan pembangunan penyuluhan pertanian meletakkan pelaku utama (petani) dan pelaku usaha sebagai bagian dari masyarakat yang ikut menentukan arah pembangunan pertanian. Penyuluhan pertanian merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat yang berupaya untuk memberikan kekuatan kepada petani dalam mengelola usaha tani sesuai dengan kemampuannya. Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan nasional, baik pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan pembangunan. Peran strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain: penyedia pangan bagi penduduk Indonesia, penghasil devisa negara melalui ekspor, penyedia bahan baku industri, peningkatan kesempatan kerja dan usaha, peningkatan PDB, pengentasan kemiskinan dan perbaikan SDM pertanian melalui kegiatan Penyuluhan Pertanian (Deptan, 2004). Mayoritas petani menggunakan modal sendiri untuk berusaha tani. Petani kurang mampu hanya memiliki sumber dari uangnya sendiri dan dari kelompok tani. Sedangkan petani yang memiliki sumber modal lain seperti dari pinjaman ke pedagang, toko saprotan dan lembaga keuangan non bank seperti koperasi simpan pinjam. Sumber modal yang lebih beragam tersebut disebabkan karena petani tersebut memiliki jaringan lebih luas serta kepercayaan diri akan kemampuannya untuk membayar hutang. Sedangkan petani kurang mampu cenderung menghindari hutang dan menggunakan modal seadanya karena khawatir tidak dapat mengembalikan hutang tersebut. Kondisi ini mendorong petani mampu untuk lebih fleksibel dalam mengembangkan usahanya dibandingkan petani kurang mampu. Pilihan petani untuk meminjam modal, selain ke kelompok tani adalah ke bank atau ke koperasi simpan pinjam. Namun bank mensyaratkan agunan yang tidak dimiliki oleh seluruh petani, sedangkan koperasi simpan pinjam meskipun proses administrasinya cepat namun bunganya tinggi dan memberatkan petani untuk melunasi pinjaman. Faktor modal ataupun biaya produksi memiliki peran dalam pencapaian tingkat produktif hasil pertanian. Permasalahan dalam permodalan sering dikaitkan dengan kelembagaan yang ada, yaitu lemahnya organisasi tani yang dibentuk masyarakat / lembaga pemerintah / non-pemerintah dalam membangun sistem prosedur penyaluran kredit yang sering kali tidak sesuai dengan sasaran. Salah satu sektor yang harusnya tetap berjalan dan tetap menghasilkan keuntungan bagi para pelakunya pada masa Pandemi Covid-19 adalah sektor pertanian. Tanaman pangan dan hortikultura sangat diperlukan untuk mendukung ketahanan pangan nasional saat ini. Penyediaan layanan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian menjadi salah satu program Kementerian Pertanian untuk meningkatkan kinerja sektor pertanian dari hulu ke hilir melalui akses yang lebih mudah. Per 20 September 2021, Kementerian Pertanian (Kementan) telah merealisasikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian sebesar Rp 56,3 triliun. Dari total target realisasi KUR Pertanian 2021 yang sebesar Rp 70 triliun tersebut, Kementan menganggarkan Rp 26,81 triliun untuk klaster tanaman pangan, Rp 7,84 triliun untuk hortikultura, Rp 20,28 triliun untuk perkebunan, dan Rp 15,05 triliun untuk peternakan. Realisasi KUR Pertanian klaster tanaman pangan sudah mencapai Rp 14,82 triliun dengan 557.943 debitur. Dalam upaya mendorong pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah kebawah khususnya petani di Lampung diperlukan dukungan yang komprehensif dari lembaga keuangan atau lembaga perbankan. Persoalan yang dihadapi petani di Lampung terkendala pada masalah permodalan. Minimnya pengetahuan mengenai akses permohonan kredit ke lembaga perbankan menyebabkan petani hanya menggunakan modal yang terbatas sehingga keberadaannya kurang berkembang dan belum maksimal untuk meningkatkan produktivitas. Disamping masalah lainnya yang mendera, yaitu masalah harga jual serta masalah penyelesaian perizinan agar dapat bankable. Dilihat dari permasalahan yang dihadapi oleh petani di Lampung, dapat disimpulkan bahwa masalah yang paling mendasar adalah mengenai permodalan atau bantuan modal usaha, dimana para petani masih minim akses dan pengetahuan bagaimana memenuhi syarat dalam proposal kredit dan bagaimana prosedur permohonan kredit ke lembaga pembiayaan. Padahal banyak manfaat yang akan diperoleh ketika sebuah para petani memahami dan dapat mempersiapkan syarat dalam proposal kredit itu sendiri, yaitu akan mendapat prioritas pinjaman dari kreditur, memperoleh kesempatan mengembangkan usaha ke skala yang lebih besar, dan mempunyai relasi yang lebih luas (Tanjung, 2007). Menurut Zulfadli (2013) suatu usaha akan mudah memperoleh bantuan modal dari kreditur jika usaha tersebut dipandang layak dan memenuhi persyaratan. Untuk itu perlunya membekali para petani dengan pengetahuan penyusunan proposal pengajuan kredit yang bankable (memenuhi persayaratan lembaga pembiayaan) dan feasible (layak) serta bagaimana prosedur pengajuan kredit ke lembaga pembiayaan, dengan mengajukan proposal kegiatan ini. Disamping itu pembekalan mengenai penyusunan pembukuan untuk usaha kecil pun tidak kalah pentingnya dan harus diberikan. Banyak program pembiayaan yang telah ditawarkan tapi masih sedikit petani yang memanfaatkannya. Namun tidak semua petani dapat memanfaatkan kredit program pemerintah ini karena terbatasnya dana yang tergantung dari alokasi anggaran pemerintah. Selain itu ada anggapan, penyaluran kredit melalui kelompok dinilai tidak praktis, selain kepercayaan atas kemampuan dan kejujuran pengurus kelompok tidak sepenuhnya dapat diandalkan. Sedangkan sumber pembiayaan dari lembaga keuangan formal (perbankan) lebih diakses oleh golongan petani yang menguasai lahan luas dan/atau pedagang secara individual. Sedangkan para petani yang menguasai lahan sempit mengalami kesulitan mengakses lembaga formal tersebut yang antara lain disebabkan belum memiliki aset yang dapat dijadikan jaminan (seperti sertifikat pemilikan tanah, BPKB kendaraan bermotor. Selain persyaratan ketat juga prosedur administrasi dinilai rumit dan memerlukan waktu lebih lama. Akibatnya, saat petani membutuhkan dana yang bersifat segera (misalnya untuk membeli obat-obatan), dana tersebut belum tersedia. Selain itu, sebagian besar petani beranggapan bahwa mekanisme pembayaran harus dilakukan bulanan. Saat ini syarat mendapatkan KUR petani dilakukan relaksasi. Diharapkan, praktik rentenir di masyarakat bisa hilang dan produktivitas pertanian dapat ditingkatkan dengan bantuan modal. Dengan didukung oleh penyuluh pertanian kecamatan Terbanggi Besar kabupaten Lampung Tengah provinsi Lampung, program ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas para petani terhadap modal usaha dengan cara memberikan penyuluhan dan pelatihan. Selain itu, petani juga akan melakukan pre-assesment terhadap kelayakan pembiayaanya dengan menggunakan aplikasi yang telah dikembangkan, sehingga dapat diberikan rekomendasi agar petani tersebut menjadi bankable."



Capaian



Testimoni Masyarakat