Pramujo Widiatmoko
Pemanfaatan kotoran sapi perah menjadi biogas di Pangalengan berpotensi mengurangi pencemaran Sungai Citarum. Jumlah reaktor biogas perlu menyesuaikan dengan ketersediaan bahan baku. Program sebelumnya melalui bantuan dana Kemenristekdikti telah berhasil memasang satu buah reaktor biogas untuk memanfaatkan kotoran dari 20 ekor sapi. Kurangnya volum kerja reaktor menyebabkan produksi biogas tidak optimal. Oleh karena itu, program ini bertujuan menambah jumlah instalasi sehingga sebagian besar bahan baku kotoran sapi tersebut dapat termanfaatkan. Kegiatan dilaksanakan bekerjasama dengan mitra Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan selama tahun anggaran 2020. Kegiatan ini ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan kotoran sapi untuk produksi biogas dengan menambah jumlah reaktor dari 1 buah (kapasitas 4 m3) menjadi 3 buah (kapasitas total 12 m3). Program ini merupakan percontohan dengan menggunakan reaktor fiberglass dan dilaksanakan di salah satu pengurus KPBS Pangalengan yang memiliki lebih dari 30 ekor sapi. Pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah anggota KPBS serta masyarakat di sekitar peternakan sapi. Dengan adanya instalasi biogas ini, masyarakat sekitar dapat menghemat pengeluaran untuk gas LPG dan menggantinya dengan biogas. Selain itu, pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas mengurangi konsentrasi senyawa organik yang dibuang ke sungai. Dengan demikian, program ini diharapkan ikut berkontribusi terhadap Program Citarum Harum.
Penerapan Karya Tulis, Pelaksanaan Kegiatan Kepedulian Sosial berupa pendidikan/penyuluhan/pendampingan
Masyarakat di Pangalengan sudah mengenal pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas. Namun, tingginya biaya instalasi menyebabkan adopsi teknologi tersebut masih rendah. Pada tahun 2014, dilaporkan pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas baru mencapai 14%. Penggunaan reaktor berbahan plastik yang lebih murah hanya bertahan 2 tahun dan tidak ada kelanjutannya.