Harkunti Pertiwi Rahayu
Potensi bahaya gempa di Kelurahan Tanjung Benoa adalah sebesar 0.2 - 0.3 g untuk probabilitas periode ulang gempa 500 tahun dan hasil pemodelan bahaya tsunami menunjukkan bahwa potensi terdampak tsunami di Kawasan Tanjung Benoa adalah pada seluruh Area Tanjung Benoa dengan estimasi Tinggi maksimum di sisi Utara -Timur: 10-14 meter dan Estimasi Tinggi di sisi Barat dan Selatan : 6-10 meter. Sementara estimasi Waktu Kedatangan Tsunami: 20 -25 menit dan Estimasi waktu untuk evakuasi: 15 menit (BMKG, 2020).
Potensi gempa dan tsunami tersebut merupakan ancaman bagi dunia pariwisata yang ada di kawasan Tanjung Benoa mengingat Tanjung Benoa dan daerah lainnya di Bali merupakan daerah pariwisata andalan bagi Indonesia. Bisnis pariwisata yang sudah terbangun dengan berbagai fasilitas pendukungnya, akan hancur seketika apabila tidak dipersiapkan untuk menghadapi risiko bencana yang dihadapi. Sebagai salah satu kelurahan yang mendapatkan penghargaan dari UNESCO sebagai Tsunami Ready Community, Kelurahan Tanjung Benoa telah melakukan berbagai upaya mitigasi bencana tsunami. Namun upaya tersebut belum secara menyeluruh dan menyentuh semua segmen bisnis pariwisata termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang menunjang pariwisata di Kelurahan Tanjung Benoa. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan pemahaman akan BCP (Bussiness Continuity Plan) terkait bencana bagi UMKM penunjang pariwisata di Tanjung Benoa Kabupaten Badung Bali. Selain potensi bencana tsunami yang dimiliki oleh Kelurahan Tanjung Benoa, pemilihan Tanjung Benoa sebagai lokasi pembuatan media edukasi dikarenakan beberapa hal: (1) Merupakan lokasi penelitian yang sudah dilakukan pada tahun 2021-2022 oleh tim pengusul dengan tema penelitian ”Identifikasi Kapasitas Lokal dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami”, sehingga koordinasi dengan pemangku kepentingan lokal sudah terjalin; (2) Berdasarkan data dari Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kabupaten Badung dari tahun 2019 sampai 2022 terdapat penambahan/peningkatan UMKM sebanyak 21.746 termasuk UMKM di objek-objek pariwisata. Peningkatan jumlah UMKM dikarenakan banyak masyarakat yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun dirumahkan sebagai dampak pandemik Covid19; (3) Pentingnya pemahaman akan BCP terkait bencana bagi UMKM penunjang pariwisata di kawasan Tanjung Benoa Kabupaten Badung untuk meningkatkan kesadaran dan ketangguhan terhadap bencana.
Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Tingkat ketangguhan Masyarakat dan ekonomi Tanjung Benoa sebagai modal dasar pengembangan ketangguhan UMKM terhadap Bencana
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya UKM mengenai pentingnya BCP (Business Continuity Plan) sebagai salah satu bagian dari perencanaan menghadapi risiko bencana
3. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan UMKM terhadap bencana sehingga Tanjung Benoa menjadi kawasan wisata yang tangguh bencana
4. Mengembangkan video media edukasi/pembelajaran mengenai Ketangguhan Bencana dan BCP (Business Continuity Plan).
Upaya-upaya pengurangan risiko bencana tsunami yang sudah dilakukan di Tanjung Benoa, dipetakan kedalam 12 indicator kesiapsiagaan tsunami (tsunami ready indicator) untuk mengukur tingkat resiliensi atau ketangguhan Tanjung Benoa dalam menghadapi bencana tsunami. Melalui wawancara terhadap komunitas dan pelaku UMKM, serta observasi lapangan, diperoleh informasi mengenai kedua belas indicator kesiapsiagaan tsunami di Tanjung Benoa.
Pengukuran terhadap Tsunami Ready Indicator (Indikator Kesiapsiagaan Tsunami) menunjukkan bahwa tingkat resiliensi/ketangguhan Masyarakat dan UMKM Kelurahan Tanjung Benoa adalah sebesar 58% dengan nilai yang sudah baik pada Indikator 1 : Zona Bahaya Tsunami dipetakan dan ditetapkan, Indikator 3 : Sumber daya ekonomi, infrastruktur, politik dan sosial diidentifikasi, Indikator 5: Informasi tsunami termasuk rambu-rambu ditampilkan kepada publik, dan Indikator 6: Sosialisasi, kesadaran masyarakat, dan sumberdaya pendidikan tersedia dan didistribusikan. Nilai yang cukup pada Indikator 4: Peta evakuasi tsunami yang mudah dipahami disetujui, Indikator 7 : Sosialisasi atau kegiatan edukasi minimal terselenggara 3 kali dalam satu tahun, Indikator 8: - Pelatihan bagi dan oleh komunitas tsunami minimal 2 tahun sekali, Indikator, Indikator 10: Kapasitas untuk mengelola operasi tanggap darurat selama tsunami sudah ada dan Indikator 12: Tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menyebarkan peringatan dini tsunami secara resmi dalam 24 jam kepada publik setempat secara tepat waktu. Sementara nilai yang masih kecil dan perlu perbaikan dan peningkatan adalah elemen: Indikator 2 : Jumlah orang yang berisiko di zona bahaya tsunami diperkirakan, Indikator 9: - Rencana tanggap darurat tsunami komunitas disetujui dan Indikator 11: Tersedianya sarana yang memadai dan andal untuk menerima peringatan dini tsunami dari otoritas yang berwenang selama 24 jam secara tepat waktu.
Dengan nilai total 58%, Tanjung Benoa memiliki tingkat resiliensi/ketangguhan yang cukup baik serta memiliki modalitas/kapasitas yang cukup untuk bisnis residual factor atau kapasitas untuk mengatasi, merespons, dan pulih kembali setelah terganggu akibat dampak bencana tsunami. Sudut α (alpha) menjadi lebih sempit ketika lebih banyak indikator melebihi kinerja target 50%, sehingga menyebabkan pemulihan bisnis yang lebih cepat.
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan UMKM terhadap bencana sehingga Tanjung Benoa menjadi kawasan wisata yang tangguh bencana; Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya UKM mengenai pentingnya BCP (Business Continuity Plan) sebagai salah satu bagian dari perencanaan menghadapi risiko bencana; Mengetahui Tingkat ketangguhan Masyarakat dan ekonomi Tanjung Benoa sebagai modal dasar pengembangan ketangguhan UMKM terhadap Bencana; Mengembangkan video media edukasi/pembelajaran mengenai Ketangguhan Bencana dan BCP (Business Continuity Plan)
Melalui kegiatan pengabdian Masyarakat ini, dilakukan pengukuran Tingkat ketangguhan Masyarakat dan UMKM Kelurahan Tanjung Benoa dalam menghadapi bencana tsunami dengan menggunakan 12 indikator kesiapsiagaan tsunami (tsunami ready indicator). Dengan melihat Tingkat ketangguhan atau resiliensi tersebut, juga sekaligus dilakukan identifikasi dan pemetaan business residual factor. Dengan nilai total 58%, Tanjung Benoa memiliki tingkat resiliensi/ketangguhan yang cukup baik serta memiliki kapasitas yang cukup untuk bisnis residual faktor. Dengan pengukuran tersebut dapat dilihat kapasitas Kawasan bisnis di Tanjung Benoa untuk mengatasi, merespons, dan pulih kembali setelah terganggu akibat dampak bencana tsunami. Selain itu dapat dipakai sebagai dasar penyusunan scenario atau rencana pemulihan untuk menjamin kegiatan bisnis dapat terus berlanjut dalam keadaan darurat/terjadi bencana atau yang dikenal dengan BCP (Business Continuity Plan). Dengan dokumentasi video dari kegiatan pengabdian Masyarakat yang berjudul “Ketangguhan Masyarakat dan Ekonomi Tanjung Benoa sebagai Modal Dasar Pengembangan Ketangguhan UMKM terhadap Bencana” diharapkan dapat bermanfaat bagi Kelurahan Tanjung Benoa dalam melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana tsunami pada masa mendatang. Selain itu, penyebarluasan video kepada Masyarakat luas dapat bermanfaat sebagai lesson learned bagaimana membangun kesiapsiagaan Masyarakat khususnya Lembaga ekonomi dan UMKM terhadap bencana tsunami.