Russ Bona Frazila
Sebagai salah satu bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, partisipasi warga dalam proses pendidikan selalu menjadi perhatian pada setiap daerah, yang umumnya ditandai dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Indikator ini dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kesadaran warga, tingkat pendapatan, biaya pendidikan, jarak sekolah, dan faktor lainnya. Berbagai instrumen untuk meningkatkan APS ini sesungguhnya telah dilakukan oleh pemerintah, mulai dari pembebasan biaya sekolah, penyediaan dana bantuan operasional sekolah dan usaha-usaha lainnya. Meskipun pada dasarnya masih terdapat komponen lain yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi tersebut, yaitu aspek transportasi dari rumah menuju sekolah dan sebaliknya. Faktor ini menjadi semakin penting pada wilayah pedesaan yang pada umumnya belum memiliki layanan angkutan umum, sehingga biaya transportasi dari rumah ke sekolah akan menjadi hambatan besar dalam akses masyarakat kepada pendidikan formal. Kondisi ini terlihat jelas dari hasil survei yang pernah dilakukan oleh KK Rekayasa Transportasi bersama komunitas Indonesia Cerdas pada Desa Sukaluyu, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Pada desa ini, APS untuk tingkat SMA pada tahun 2018 hanya mencapai 26,99% yang jauh dari rata-rata APS nasional 70,61%. Rendahnya APS di Desa Sukaluyu mungkin disebabkan oleh dengan rendahnya tingkat pendapatan, dimana rata-rata warga desa merupakan buruh tani. Selain itu, Desa Sukaluyu yang merupakan desa terluar dari Kecamatan Pangalengan yang terletak pada 10-25 km dari kantor Kecamatan Pangalengan, dimana letak sekolah setingkat SMA yang terdekat dari Desa Sukaluyu berada di pusat Kecamatan Pangalengan.
Penerapa Karya Seni/Desain/Arsitektur/Perencanaan Wilayah, Penerapan Karya Tulis
Untuk melanjutkan perjalanan ke sekolah, para siswa di Desa Sukaluyu harus menempuh jarak 7-15 km. Hal ini iperburuk dengan ketidaktersediaan angkutan umum, sehingga banyak dari siswa tersebut yang harus berjalan kaki atau secara ilegal mengendarai kendaraan bermotor untuk sampai ke sekolahnya. Kondisi ini cukup disayangkan mengingat resiko bahaya keselamatan bagi siswa-siswa Desa Sukaluyu yang harus diambil setiap harinya untuk bersekolah. Jarak yang jauh dan akses transportasi umum yang terbatas menjadi hambatan bagi siswa- siswi untuk berangkat ke sekolah. Dari data yang telah dihimpun pada saat survei, 35% siswa SMP dan SMA melakukan perjalanan ke sekolah dengan membawa motor pribadi, 31% menggunakan jasa ojek, 23% dengan berjalan kaki, dan sisanya memilih untuk kost atau menggunakan kendaraan umum lainnya. Dari data tersebut, menimbulkan 3 (tiga) masalah utama bagi siswa yang melakukan perjalanan ke SMP dan SMA yakni keselamatan, pengemudi di bawah umur, dan biaya perjalanan yang terlalu tinggi. Sebagai contoh, bagi keluarga yang tidak dapat membeli kendaraan pribadi terpaksa untuk menggunakan jasa ojek dengan rata-rata biaya perjalanan tiap harinya mencapai Rp 30.000,00. Hasil survei ini kemudian memberikan gambaran secara jelas terkait adanya hambatan transportasi dalam mengakses sarana pendidikan.