Kharista Astrini Sakya
Bangunan serbaguna desa atau kelurahan merupakan asset daerah yang peruntukannya berdasarkan fungsinya sebagai sarana dan prasarana sosial, budaya dan kegiatan khusus berupa keperluan kegiatan pendidikan, perekonomian, dan Kesehatan, serta pelayanan umum lainnya. Berdasarkan fungsinya tersebut bangunan serbaguna memiliki fungsi yang beragam berdasarkan kebutuhan. Melihat potensi tersebut bangunan tersebut dituntut memiliki standar yang adaptif untuk dapat mendukung beberapa kegiatan yang ada di dalamya dan dapat mengikuti standar teknis untuk mendukung kenyamanan masing-masing fungsi disetiap aktivitasnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tahun 2021 tentang bangunan gedung menyebutkan tentang syarat bangunan dan ruang yang harus ditata agar dapat mendapatkan kenyamanan ruang gerak, sirkulasi ruang, pengkondisian udara, bising, temperatur, kelembaban dan pencahayaan agar tidak mengganggu kenyamanan manusia yang ada di dalamnya. Keberadaan gedung atau ruang serbaguna dominan digunakan sebagai fasilitas formal dan nonformal seperti kegiatan desa dan warga berupa sosialisasi warga, acara keagamaan dan kegiatan pelayanan kesehatan Posyandu untuk ibu dan anak. Beragamnya pengguna dan kebutuhan aktivitasnya dapat menyebabkan kurangnya “sense of place” dan dapat menyebabkan kurangnya sense of belonging untuk merawat dan menjaga fasilitas tersebut. Tingginya tingkat fleksibilitas fungsi ruang juga harus diimbangi dengan fleksibitas fasilitas yang tersedia pada ruang sehingga prinsip adaptif perlu untuk diterapkan.
Posyandu merupakan kegiatan penyelenggaraan kesehatan yang aktif dilakukan setiap satu bulan sekali yang melibatkan dinas Kesehatan, bidan, dokter, juga ibu dan anak. Penyelengaraaan kegiatan Posyandu merupakan kegiatan yang bersifat kompleks dimana dilakukan beragam aktivitas seperti kontrol kesehatan penduduk khususnya kesehatan ibu, bayi, lansia yang pelaksaannya dilaksanakan secara berkala dan bersifat kompleks. Penyesuaian kegiatan Posyandu di ruang serbaguna desa memerlukan perlakuan khusus dimana aktivitas dan kebutuhan fasilitas/furniture yang dibutuhkan juga beragam. Oleh sebab itu diperlukan penyesuaian ruang dengan prinsip adaptif yang dapat membuat ruang tersebut nyaman bagi pengguna baik praktisi kesehatan maupun warga berupa ibu dan anak yang ada di dalamnya.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini akan dilaksanakan selama 10 bulan pada tahun 2023 dengan melibatkan tiga peneliti dan seorang mahasiswa. Peneliti merupakan desainer yang fokus pada ruang lingkup desain pada fasilitas kesehatan dan pendekatan psikologi pada lingkungan binaan. Peneilitan dibagi menjadi enam tahap. Diawali dengan tahap identifikasi masalah, penyusunan kriteria dan indikator aktivitas dan fasilitas, pengumpulan data (observasi lapangan, wawancara dan design partisipatory), pengolahan data secara kuantitatif dan kualitatif, penerapan desain dan terakhir menuliskan hasil dari kegiatan ini. Luaran kegiatan ini akan berupa rekomendasi desain interior dan penerapan desain furniture(model maket) dan atau artikel ilmiah yang dapat dipublikasikan pada artikel massa.
Kegiatan ini dapat dijadikan studi awal untuk menerapkan desain interior dengan prinsip adaptif space khususnya untuk ruang serbaguna yang melibatkan kegiatan Posyandu di Kelurahan Sekeloa, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Diharapkan kegiatan ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan kualitas fasilitas penyelenggaran kesehatan publik dan secara tidak langsung dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program kesehatan secara luas secara berkelanjutan.
Mengevaluasi kondisi eksisting ruang serbaguna dan melakukan partisipatory design yang melibatkan pengguna; Mengidentifikasi dan mengeksplorasi fleksibilitas ruang yang adaptif pada ruang serbaguna
Rekomendasi desain interior (alternatif spatial flexibility) di Gedung sebaguna