Optimalisasi Operasional Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal di Hunian Sementara (Huntara) Pasca Bencana Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala)
Nama Peneliti (Ketua Tim)

Agus Jatnika Effendi



Ringkasan Kegiatan

Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki potensi yang tinggi terhadap terjadinya bencana alam. Salah satu wilayah Indonesia yang menyimpan potensi bencana alam yang cukup besar adalah Kota Palu dan sekitarnya. Hal ini disebabkan di wilayah Kota Palu dan sekitarnya terdapat beberapa potongan sesar yang sangat berpotensi membangkitkan gempa bumi yang cukup kuat. 28 September 2018 terjadi bencana alam yang melanda Kota Palu dan sekitarnya, Jumlah fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) di berbagai lokasi terdampak gempa dan tsunami di Palu dan Donggala sangat terbatas. Jika persoalan sanitasi tak segera ditangani, para pengungsi dikhawatirkan terjangkit berbagai wabah penyakit dan dapat meningkatkan angka kematian. Oleh sebab itu, persoalan mengenai sanitasi pasca bencana harus diperhatikan agar tidak dapat mengakibatkan hal-hal tersebut. Salah satu upaya pengelolaan air limbah domestik ialah dengan adanya pengadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kawasan di area hunian sementara (huntara). Saat ini telah terdapat IPAL Kawasan per unit huntara dengan kapasitas kurang lebih 3 m3/hari yang melayani 20 KK dengan menggunakan teknologi Anaerobic Baffled Reactor (ABR) atau ada juga yang menggunakan Septic Tank. Namun, dalam praktiknya, desain yang digunakan tidak seluruhnya tepat guna dengan kondisi di lapangan sehingga mengakibatkan IPAL menjadi lebih cepat penuh atau air limbah tidak mengalami pengolahan sama sekali. Program pengabdian masyarakat ini ditujukan untuk mendapatkan konsep desain pengolahan dan pengelolaan air limbah di daerah hunian sementara (Huntara) dan hunian tetap (Huntap) hingga terpenuhi kondisi yang optimum untuk pengolahan air limbah domestik di area tersebut.



Capaian

Penerapan Teknologi Tepat Guna



Testimoni Masyarakat

Pada tanggal 28 September 2018 terjadi bencana alam yang melanda Kota Palu dan sekitarnya, bencana tersebut berupa gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga tanggal 3 Oktober 2018 pukul 20.00 WITA (19.00 WIB) tercatat terdapat 1.407 korban meninggal, 311 korban hilang, 2.549 korban mengalami luka berat/rawat inap, 0 korban yang mengalami luka ringan/rawat jalan, dan 70.821 pengungsi yang tersebar di 141 titik. Jumlah fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) di berbagai lokasi terdampak gempa dan tsunami di Palu dan Donggala sangat terbatas. Jika persoalan sanitasi tak segera ditangani, para pengungsi dikhawatirkan terjangkit berbagai wabah penyakit dan dapat meningkatkan angka kematian. Oleh sebab itu, persoalan mengenai sanitasi pasca bencana harus diperhatikan agar tidak dapat mengakibatkan hal-hal tersebut.