Premana Wardayanti Premadi
Observatorium Bosscha telah banyak melakukan kegiatan pendidikan dan penjangkauan publik selama beberapa dekade terakhir dimana sebagian besar kegiatan kunjungan publik dilaksanakan pada siang hari. Dengan mempertimbangkan minat publik yang sangat tinggi untuk melakukan in situ pengamatan langsung, pada tahun 2007 diwujudkan pengadaan teleskop pemantauan matahari real-time sebagai fasilitas yang mendukung kegiatan riset dan pendidikan (formal dan informal) astronomi. Salah satu tujuan dari pewujudan fasilitas dan program pengamatan real-time ini adalah agar publik dapat mengamati langsung Matahari dan mengenal Matahari lebih dalam sebagai bintang induk di Tata Surya. Kegiatan ini bertujuan menghidupkan kembali fungsi Gedung Surya dan pengamatan Matahari real-time untuk keperluan penelitian dan pendidikan (formal dan informal) dengan memperhatikan kondisi teknologi dan ekonomi terkini. Diharapkan dengan hidupnya kembali teleskop pemantauan matahari real-time, dapat membangkitkan kegiatan riset fisika matahari yang lebih serius yang dapat dilakukan oleh staf dosen maupun mahasiswa Program Studi Astronomi. Secara khusus Observatorium Bosscha akan menyelenggarakan aktivitas pembelajaran tentang matahari sebagai pemerkayaan pendidikan astronomi untuk publik. Observatorium Bosscha berterimakasih atas dana P3MI via KK Astronomi yang mendukung sebagian dari pekerjaan yang dilaporkan di bawah ini. Pembangunan Gedung Surya di Observatorium Bosscha pada tahun 2007 dilengkapi dengan instrumen coleostat yang ditujukan untuk melakukan pengamatan real-time Matahari bagi masyarakat yang berkunjung ke observatorium. Rusaknya coleostat menjadikan program pengamatan matahari untuk publik terhenti. Usaha dalam menghidupkan kembali fasilitas ini mendapatkan peluang dari perkembangan teknologi dan sistem pengamatan astronomi di dunia yang semakin terjangkau.
Penerapan Teknologi Tepat Guna, Penerapan Karya Tulis
Kurangnya proses pembelajaran sains di tingkat sekolah di Indonesia yang bersifat pengalaman langsung dan masih mengandalkan metode hapalan menjadikan tingkat literasi sains anak Indonesia tergolong rendah. Hal ini didukung dari hasil PISA (Programme for International Student Assement) tahun 2018 dimana Indonesia berada di posisi 72 dari 76 negara yang mengikuti. Di sisi lain, astronomi yang merupakan cabang ilmu yang dapat digunakan sebagai pintu masuk belajar sains masih mendapatkan porsi yang amat sangat sedikit di dalam kurikulum sekolah. Lembaga edukasi informal seperti di observatorium, planetarium, dan science center menyiapkan kesempatan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relevan dengan astronomi yang didukung dengan aktivitas yang memberikan pengalaman langsung.