Priana Sudjono
Kajian tentang kerentanan ekonomi dan sanitasi akibat perubahan garis pantai yang dapat berdampak negatif bagi masyarakat nelayan setempat membutuhkan informasi pilar-pilar keberlanjutan yang terintegrasi dengan sistem informasi geografis (SIG). Analisis perubahan garis pantai membutuhkan pengetahuan tentang posisi pantai, yang biasanya dipelajari melalui data penginderaan jauh. Posisi garis pantai dan kecepatannya diperoleh dari citra Landsat-7 ETM + dan Landsat-8 selama 18 tahun periode 1999-2017. Selama kurun waktu 18 tahun, erosi terjadi di sepanjang pantai dalam transek 6 dan 12 di Kecamatan Cemarajaya. Rata-rata tanah hilang 5,205 Ha dengan laju erosi -3,45 m / tahun. Sebaliknya, abrasi terjadi pada transek 2 dan 3 di Kecamatan Sungaibuntu. Lahan yang terbentuk seluas 6.659 Ha dan 6.492 Ha dengan laju masing-masing 5,51 m / tahun dan 2,19 m / tahun. Penggunaan lahan dalam transek tersebut didominasi oleh pemukiman nelayan. konsep baru kerentanan terkait dengan komponen penyediaan air dan sanitasi. Data primer terkait kondisi sosial dan ekonomi bersumber melalui kuesioner kepada nelayan setempat. Survei dilakukan terhadap 67 responden di Kecamatan Sungaibuntu dan 63 responden di Kabupaten Cemarajaya. Hasil penelitian menemukan bahwa Cemarajaya relatif lebih rentan dibandingkan dengan Sungaibuntu, dengan indeks masing-masing 3,49 dan 4,34. Sanitasi sebagai bagian dari struktur permukiman lebih berkontribusi terhadap paparan dan kepekaan dengan magnitude tinggi hingga sangat tinggi. Dalam hal ukuran kapasitas adaptasi, kondisi sosial ekonomi yang buruk mengakibatkan rendahnya tingkat kemampuan beradaptasi. Penelitian ini menunjukkan keunggulan pendekatan MDCM dalam upaya meningkatkan penilaian kerentanan sanitasi dalam menghadapi perubahan garis pantai di suatu wilayah tertentu.
Penerapan Teknologi Tepat Guna
-