Taman Terbengkalai di Kopo Bandung
Bandung, sebagai kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia, mengalami pertumbuhan penduduk perkotaan yang pesat. Pertumbuhan perkotaan sebesar 46% pada tahun 2005 yang melonjak hingga mencapai 93% pada tahun 2018 menyebabkan fenomena urban sprawl di Bandung. Dampaknya, muncul unplanned informal settlements yang berpengaruh terhadap kurangnya ruang terbuka hijau memadai, di mana peristiwa ini khususnya terjadi di wilayah peri-urban, seperti Kelurahan Kopo, Kota Bandung. Di area Kopo, penggunaan lahan masih didominasi oleh permukiman, namun tidak diiringi oleh fasilitas pendukung yang memadai, seperti ruang terbuka hijau.
Kepadatan penduduk yang tinggi dan keterbatasan ruang terbuka hijau dapat berdampak negatif pada kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Data observasi penulis menunjukkan bahwa di Kelurahan Kopo terdapat lahan-lahan ruang hijau yang belum termanfaatkan. Adapun lahan-lahan yang telah dimanfaatkan dan dirancang menjadi taman jarang digunakan dan berakhir terbengkalai. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya rasa kepemilikan atau “sense of belonging” masyarakat Kopo dalam menjaga dan memanfaatkan ruang terbuka. Sehingga, pembangunan taman yang sudah dilakukan masih bersifat top-down dan minim partisipasi masyarakat.
Di sisi lain, data demografi Kelurahan Kopo pada tahun 2022 menunjukkan bahwa Kopo memiliki potensi demografi penduduk muda di bawah 35 tahun sebanyak 60%, dan 45% diantara penduduk muda tersebut berusia 0-14 tahun. Terkait dengan data di tahun 2022 tersebut, penting kiranya ruang terbuka yang aktif dan menyenangkan untuk warga yang tinggal di Kelurahan Kopo. Fakta kondisi di lapangan juga menunjukan bahwa masih banyak anak-anak warga Kopo yang bermain dan berlarian di koridor jalan dan gang pemukiman yang sebenarnya cenderung tidak aman sebagai wahana bermain anak-anak. Setiap anak seharusnya memiliki hak untuk bermain di lingkungan yang aman, memberikan kebebasan bagi mereka untuk bereksplorasi dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan mereka secara optimal.
Cipta Ruang Publik Komunitas Lakuna Kota melalui “The Tactical Kopo”
Pentingnya menyoroti isu ruang publik di Kopo menjadi semakin nyata saat kita menyadari peluang untuk meningkatkan kualitas hidup melalui inisiatif perbaikan ruang publik di wilayah tersebut. Karena ruang publik sejatinya bukan hanya sekadar area terbuka, melainkan merupakan oase bagi penduduk, terutama anak-anak, yang hidup di tengah kepadatan pemukiman. Penanganan serius terhadap isu ini diperlukan untuk memastikan bahwa ruang publik dapat dimanfaatkan secara optimal dan memberikan dampak positif yang nyata. Dalam menanggapi tantangan ini, solusi yang diperlukan harus bersifat komprehensif dan kreatif.
Melalui program "Ideathon", sebuah kompetisi yang diselenggarakan oleh Safe & Sound Cities dan World Resources Institute (WRI) Indonesia, Tim Urban yang terdiri dari Abhi, Didi, dan Warda, mahasiswa Magister Rancang Kota di ITB, memulai inisiatif untuk mengatasi permasalahan ruang publik di Kopo dengan menggabungkan pendekatan cipta ruang (placemaking) dan tactical urbanism. Inisiatif ini kemudian melahirkan komunitas bernama "Lakuna Kota."
Komunitas Lakuna Kota menjadi wadah bagi mahasiswa dan pemuda yang memiliki minat dalam bidang perkotaan (urbanisme) serta antusias terhadap konsep placemaking. Keunikan komunitas ini terletak pada keberagaman latar belakang anggotanya, melibatkan mahasiswa dan alumni ITB di tingkat sarjana hingga pascasarjana. Diversitas juga tercermin dari latar belakang keilmuan anggotanya, seperti arsitektur, rancang kota, perencanaan kota, desain, dan berbagai bidang terkait lainnya. Sehingga, komunitas ini bukan hanya tempat pertemuan mahasiswa dan alumni, tetapi juga wadah diskusi multidisiplin ilmu dengan keahlian masing-masing keahliannya. Keberagaman ini menciptakan sinergi positif dalam berbagai inisiatif yang dijalankan oleh komunitas, menunjukkan bahwa kolaborasi anggota dengan latar belakang yang berbeda-beda menjadi kekuatan utama dalam mencapai tujuan bersama.
Komunitas ini berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mencapai dampak yang luas dan terukur. Salah satu terobosan mereka adalah "The Tactical Kopo," gagasan untuk mengubah ruang terbengkalai di Kopo menjadi area bermain yang aktif dan menyenangkan bagi anak-anak dan masyarakat setempat.
Program The Tactical Kopo menerapkan pendekatan tactical placemaking melalui proses perencanaan partisipatif (bottom-up based) untuk proses perancangan dengan perspektif multidisiplin ilmu atau dikenal dengan metode design charrette. Tactical placemaking sendiri merupakan konsep cipta ruang yang menekankan peningkatan kualitas ruang publik dalam jangka pendek dengan biaya rendah dan memberikan dampak jangka panjang. Dalam proyek ini, placemaking tidak hanya memperhatikan aspek fisik ruang publik, tetapi masyarakat juga didorong untuk menggali ide dan inisiatif masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan segala usia. Melalui metode design charrette (forum partisipatif) masyarakat terlibat dalam perencanaan dan perancangan ruang publik dengan membangun identitas dan program yang relevan. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan ruang yang berkualitas, tetapi juga membangun kepercayaan dan mendorong partisipasi aktif masyarakat, membentuk kerjasama erat, dan menghasilkan transformasi positif dalam komunitas.
Komunitas Lakuna Kota memandang "The Tactical Kopo" sebagai langkah penting dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang lebih besar. Pertama, melalui inisiatif ini, mereka berkomitmen untuk menciptakan ruang terbuka yang aktif, aman, hidup, dan dinamis di Kopo, sekaligus meningkatkan rasa kepemilikan yang kuat dari anak-anak dan masyarakat Kopo secara umumnya terhadap ruang publik yang sedang dikembangkan. Selanjutnya, fokus mereka adalah menciptakan sebuah ruang terbuka publik yang bersifat bottom-up yang secara mendalam dapat memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Namun, tak hanya soal ruang fisik, masyarakat juga berkomitmen untuk menaikkan kesadaran akan gaya hidup ramah lingkungan, memupuk keterikatan yang harmonis antara masyarakat, dan menjaga kelestarian alam yang ada di sekitar ruang terbuka yang kemudian menjadi sarana aktivitas warga.
Dalam menjalankan The Tactical Kopo, Komunitas Lakuna Kota menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dan pemangku kebijakan. Kolaborasi dengan pemerintah mencakup instansi seperti Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Pertamanan (DPKP3) Kota Bandung, serta pembuat kebijakan di Kelurahan Kopo untuk menyelaraskan langkah-langkah pengembangan ruang terbuka. Selain itu, kolaborasi juga dilakukan dengan masyarakat Kopo dan komunitas setempat seperti Karang Taruna Kopo, persatuan PKK, anak-anak, perkumpulan orang tua, dan tokoh masyarakat yang dimaksudkan untuk memperkuat keterlibatan menyeluruh dalam pengembangan ruang terbuka Kelurahan Kopo. Sementara itu, kerja sama dengan kolaborator eksternal seperti sekolah-sekolah, komunitas, atau Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) yang bergerak di bidang ruang terbuka, sektor swasta, serta organisasi dan akademisi dari Kampus ITB, berperan penting dalam penciptaan infrastruktur dan pemanfaatan sumber daya yang diperlukan. Kerjasama lintas sektor ini menjadi fondasi kuat dalam mewujudkan visi pembangunan ruang terbuka yang berdaya dan berdampak positif bagi masyarakat Kopo.
Lokasi Intervensi The Tactical Kopo
Program The Tactical Kopo memilih Taman RW 07 yang terletak di Jl. Cetarip Barat RT 04/RW 07 sebagai pilot project dan sarana intervensi ruang. Pada awalnya taman ini merupakan lahan kosong yang tidak dilanjutkan pengembangannya menjadi kawasan jalan utama, sehingga area ini sempat terbengkalai dan dijadikan area timbunan sampah oleh warga sekitar. Secara detail, upaya awal yang telah dilakukan untuk Taman RW 07 yakni pembangunan Taman Lansia yang merupakan inisasi dari pihak RW dengan renovasi sebanyak 1 kali (tahun 2010). Setelah itu, pada tahun 2017, Taman Lansia berubah menjadi Taman RW 07 yang dibangun oleh Dinas Pertamanan yang sempat diikutsertakan lomba Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) tingkat Provinsi dan memperoleh juara ke-3 se-Kota Bandung. Kemudian, saat pandemic di tahun 2020, taman ini kembali terbengkalai dan beberapa fasilitas bermain yang mulai hilang. Sehingga di tahun 2023-2024, taman ini kemudian diupayakan untuk dihidupkan kembali melalui program “The Tactical Kopo.”
Proses The Tactical Kopo
Proses Persiapan
Lakuna Kota beberapa kali melakukan kunjungan (site visit) ke kawasan Lingkungan Kopo RW-07 untuk melihat aktivitas dan kehidupan sehari-hari. Dalam kunjungan tersebut, Lakuna Kota melakukan diskusi, jalan-jalan keliling, serta pemetaan permasalahan dan potensi untuk menangkap esensi kawasan sekitar.
Gambar: Proses Site Visit di Taman Kopo
Dalam tahap persiapan ini, Komunitas Lakuna Kota juga rutin mengadakan sesi mentorship dengan berbagai praktisi, akademisi, serta stakeholder. Salah satunya adalah mentorship bersama Ibu Widiyani, seorang dosen dari Prodi Arsitektur Fakultas SAPPK ITB untuk berbagi tutorial dan pedoman dalam placemaking sebagai pendekatan dalam mendesain suatu tempat agar lebih layak huni.
Lakuna Kota juga mengadakan sesi mentorship bersama ASF Indonesia yang berpengalaman dalam Participation Action Research (PAR). Di sini, Lakuna Kota mempelajari implikasi PAR terhadap pengembangan masyarakat di beberapa wilayah kampung, yang kemudian membentuk kelompok untuk merancang rancangan desain yang akan mereka gunakan untuk agenda berikutnya dengan warga Daerah Kopo. Masing-masing kelompok menyampaikan ide yang beragam dan mendapat masukan dari ASF Indonesia.
Sebagai bekal dalam pembangunan taman yang baik dengan mengindahkan lokalitas, Lakuna Kota juga mengadakan mentorship Bersama Yusing, arsitek dari Studio Akanoma yang menerapkan prinsip perancangan yang selalu berakar pada konteks budaya, potensi, dan permasalahan, serta berpengalaman dalam mengerjakan proyek-proyek arsitektur ruang publik.
Gambar: Proses mentorship Lakuna Kota
Proses Design Charrette
Komunitas Lakuna Kota berkolaborasi dengan Karang Taruna Kopo menjalankan design charrette bersama anak-anak di Kopo dengan judul “BERMAIN: Berimajinasi Taman Impian”. Acara di awali dengan berkumpulnya anak-anak di Taman RW 07 yang kemudian dibentuk empat kelompok berdasarkan rentang umur. Mereka mendiskusikan aktivitas favorit mereka di taman, menggambar atau menuliskannya di kertas tempel, dan mulai menyusunnya di peta taman.
Gambar: Proses pemetakan aktivitas eksisting favorit anak-anak
Setelah mengumpulkan pendapat anak-anak mengenai preferensi kegiatannya, seluruh peserta berangkat ke Balai RW. Anak-anak menonton pertunjukan boneka tentang taman impian dan ruang publik yang kemudian dilanjutkan dengan anak-anak membayangkan dan menggambar taman impian seperti apa yang mereka inginkan. Design charrette diakhiri dengan anak-anak mempresentasikan kepada masing-masing fasilitator dan audiensi ide-ide taman mereka dan di mana letaknya.
Gambar: Proses berimajinasi taman impian anak-anak
Gambar: Kelompok-kelompok design charrette anak-anak dengan hasil kelompok masing-masing
Gambar: Tools dan hasil design charette anak-anak
Gambar: Hasil design charette anak-anak yang telah diolah Tim Lakuna Kota - Pemetaan Taman RW 07 Kopo dengan memperhatikan empat kriteria: keterbangunan, kepentingan, aktivitas, dan cara bermain
Setelah melewati serangkaian proses design charrette bersama anak-anak, Lakuna Kota mengadakan malam design charrette bersama masyarakat Kopo dengan tajuk “BERDIKARI: Bersama Desain Taman yang Aktif”. Di sini, para orangtua dan stakeholder Kopo yang difasilitasi oleh Lakuna Kota mendiskusikan hasil agenda sebelumnya dan mempertimbangkan berbagai usulan desain dari beragam sudut pandang. Lakuna Kota. Beberapa LSM dan komunitas seperti ASF Indonesia, Kolektif Agora, TLE, Karang Taruna Kopo, PKK, dan pakar placemaking juga ikut bergabung. Dari proses ini, Lakuna Kota belajar bahwa untuk menciptakan taman idaman bagi anak-anak diperlukan peran serta dari anak-anak itu sendiri dan juga masyarakat sekitar, khususnya dalam menjaga taman tersebut dengan membuat program-program yang terarah.
Gambar: Design charette bersama orang tua dan stakeholders
Gambar: Hasil design charette orangtua dan stakeholders yang sudah diolah Tim Lakuna Kota - Pemetaan Taman RW 07 Kopo dengan memperhatikan skenario dan fasilitas-fasilitas
Lakuna Kota dan Langkah Selanjutnya
Lakuna Kota berkomitmen untuk melanjutkan perjalanan dari proses design charrette menuju implementasi desain fisik taman pada awal tahun 2024. Dalam serangkaian acara design charrette sebelumnya, Lakuna Kota memperoleh banyak hal yang dapat dipelajari terkait pentingnya keterlibatan anak-anak dalam proses perancangan kota. Partisipasi anak dalam menciptakan ide kreatif dan imajinatif untuk ruang publik yang menyenangkan sangat penting untung dilihat, seiring dengan meningkatnya kesadaran orang tua dan masyarakat akan kebutuhan anak-anak akan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan ruang publik di sekitar rumah mereka.
Langkah selanjutnya Komunitas Lakuna Kota adalah dengan mengeksplorasi program-program yang lebih tepat guna di Kota Bandung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka, khususnya untuk anak-anak. Kerjasama yang berkelanjutan dengan pemangku kebijakan (stakeholder) terkait juga terus ditingkatkan oleh Lakuna Kota sebagai upaya perbaikan dan penciptaan ruang publik yang ramah anak dan berkelanjutan.
Pembelajaran: Teori VS Realita
Melalui pelaksanaan serangkaian lokakarya dengan metode design charette sebagai wadah kolaborasi multidisiplin antara ilmu pengetahuan dan berbagai lapisan masyarakat, terbukti bahwa keilmuan desain bersifat universal. Pada proses penghimpunan ide dalam kelompok-kelompok kecil ini, masyarakat melaksanakan proses co-design dan participatory action research yang merupakan suatu desain inovasi sosial dengan mendorong penemuan kembali kreativitas, di mana fasilitator dan key person(s) di suatu kelompok tersebut memainkan peran yang penting. Dalam hal ini, Lakuna Kota dan Karang Taruna Kopo bertindak sebagai fasilitator yang memantik dan mengawal diskusi bersama masyarakat.
Lebih lanjut, terdapat asumsi bahwa teori-teori perancangan kota yang diajarkan di ranah akademik seperti teori placemaking dan tactical urbanism terbatas hanya pada konsep yang ideal dan sulit untuk diterapkan secara praktikal. Namun, lokakarya yang dilakukan di Kelurahan Kopo membuktikan bahwa teori-teori tersebut dapat diimplementasikan dengan sukses melalui proses partisipatif dan strategi perancangan yang adaptif, juga berorientasi pada tindakan cepat dan efektif secara waktu dan biaya. Pengalaman di Kopo juga membuktikan bahwa perancangan ini tidak hanya relevan secara teoritis, tetapi juga memiliki dampak nyata dan berkelanjutan ketika diaplikasikan secara tepat dan kolaboratif sejalan dengan kebiasaaan dan visi warga setempat.
Selain itu, pendekatan design charette ini digunakan untuk merancang tempat dalam masyarakat yang beragam, sehingga proses dan hasilnya tidak dapat didefinisikan dengan pasti dan akan terus berkembang dalam jangka panjang. Juga, penting kiranya untuk memahami hubungan antar pemangku kepentingan dalam mencapai solusi dan menjembatani tujuan berbagai pihak yang terlibat. Melalui proses diskusi yang terdesentralisasi dan dinamis antar subjek yang terlibat menghasilkan kreasi dan kesepakatan bersama. Dalam proses design charrete, ide dari orang tua dan anak-anak seluruhnya diakomodasi dan kemudian digabungkan sebagai solusi bersama yang akan terus dikembangkan setelah lokakarya berakhir.
Komunitas Lakuna Kota lahir dari gagasan akademisi lulusan ITB yang memiliki visi untuk memfasilitasi proses co-creation dan memunculkan inovasi lintas sektor. Dalam hal ini, identitas ITB muncul sebagai hexa-helix akademisi yang memainkan peran penting dalam desentralisasi inovasi sosial dan digaungkan oleh Lakuna Kota. Pendidikan desain, kota, dan berbagai jurusan di ITB bertujuan meningkatkan kualitas mahasiswa sebagai aktor perubahan praktisi desain, menciptakan masyarakat yang berdaya dan demokratis. Dalam hal ini, penting kiranya juga untuk menggarisbawahi, bahwa kerjasama multidisipliner yang digagas untuk tujuan bersama telah menghasilkan luaran yang signifikan dan nyata dapat diterapkan langsung di masyarakat. Komunitas Lakuna Kota dalam hal ini muncul sebagai gagasan positif yang mengembangkan jejaringnya bersama dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan stakeholder terkait untuk membangun platform inovasi, seperti yang telah didiskusikan bersama dalam artikel ini mengenai Kelurahan Kopo untuk kemudian dapat menjadi kasus baik bagi wilayah lain di Bandung atau kota di Indonesia lainnya.
Sejauh Mana Kota Kita Ramah Anak?
Dalam perencanaan perkotaan, seringkali orientasi terhadap kebutuhan orang dewasa mendominasi, mengarah pada pembangunan kantor, area komersial seperti kafe, atau infrastruktur jalan. Sayangnya, anak-anak sering luput untuk diprioritaskan kebutuhan dan haknya dalam memanfaatkan ruang-ruang perkotaan. Padahal anak-anak merupakan bagian penting dan generasi selanjutnya dalam sebuah kota. Hal ini menjadi masalah tersendiri dan membuktikan bahwa rancangan ideal untuk suatu kota masih belum memadai dan tidak merepresentasikan fasilitas yang ramah bagi anak.
Dalam proses tumbuh kembangnya, penting bagi anak-anak untuk memiliki fasilitas bermain yang memadai dalam suatu pemanfaatan ruang kota. Anak-anak juga memerlukan ruang yang aman untuk dapat mengeksplorasi aktivitas fisik, mengembangkan keterampilan, bermain dengan kreatif, serta berinteraksi sosial dengan individual atau komunitas anak lainnya.
Terkait hal ini, UNICEF (2022) sebagai lembaga pendidikan untuk anak internasional pun menegaskan melalui Child Friendly Cities Initiative (CFCI) bahwa negara memiliki kewajiban hukum untuk memprioritaskan kepentingan terbaik anak-anak dalam semua keputusan yang melibatkan mereka. Hal ini ditegaskan dan diatur dalam kesepakatan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak sejak tahun 1989 Namun, di luar kewajiban hukum dan tanggung jawab pemerintah terkait, prioritas terhadap anak-anak dalam perencanaan kota juga didorong oleh aspek moral dan dampak jangka panjang dalam membesarkan anak pada lingkungan yang ideal.
Menjadikan anak-anak sebagai fokus dalam perencanaan kota bukan hanya investasi bagi masa depan bagi suatu kota, namun investasi yang vital bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat kota secara keseluruhan. Selain itu, anak-anak sebagai anggota masyarakat juga memiliki hak yang sama untuk menikmati fasilitas publik kota yang disesuaikan dengan kebutuhan pada usianya.
Oleh karena itu, menciptakan ruang kota yang ramah bagi anak adalah hal yang perlu menjadi prioritas penting bagi suatu kota. Kesadaran akan penciptaan ruang publik ramah anak sangat penting untuk dibangun, dimulai dari kesadaran orangtua yang memiliki peran signifikan dalam menemani anak bermain di luar, mengarahkan kegiatan anak yang bermanfaat, serta mengetahui kebutuhan anak. Dengan begitu, para orang tua, pemerintah, serta pihak lainnya dapat berdiskusi danberkolaborasi untuk membangun ruang publik yang mengakomodir kebutuhan anak serta inklusif bagi warga kota.