Teliti Kopi Oelbiteno, Tim Pengabdian Masyarakat ITB Ungkap Kopi yang Bernilai Tinggi

Teliti Kopi Oelbiteno, Tim Pengabdian Masyarakat ITB Ungkap Kopi yang Bernilai Tinggi

KUPANG, lppm.itb.ac.id-23 Juli 2022, Tim Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dipimpin oleh Dr. Grandprix T. M. Kadja menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan timnya terhadap Kopi Oelbiteno, Kabupaten Kupang.

Grandprix bersama Elvira Hermawati yang juga dosen program studi Kimia dari ITB meneliti kandungan dan senyawa Kopi Oelbiteno dari Desa Oelbiteno, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bersama tiga mahasiswanya, hasil penelitian ini langsung disampaikan kepada petani kopi di Desa Oelbiteno, Kabupaten Kupang mengenai kelebihan dan keunggulan Kopi Oelbiteno yang memiliki nilai yang tinggi.

Hal ini menjawab salah satu mimpi petani kopi di sana. Keinginan mereka untuk mengetahui kandungan senyawa kopi dan kualitas kopi mereka telah dipaparkan secara langsung oleh peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Yusuf Zetmin Koinmanas selaku Ketua Kelompok Tani Taleko Monit mengaku petani selama ini kurang mengenal kopi yang mereka berdayakan, termasuk bagaimana pemeliharaannya, apalagi pengelolaannya. Ia menyebut kedatangan tim dari ITB ini telah menjawab salah satu mimpi mereka untuk mengetahui keunggulan komoditi yang mereka miliki.

Adanya kopi dari desa ini diketahuinya dari komunitas kopi di Kota Kupang yaitu dari Maida Coffee Roastery yang memasarkan kopi Oelbiteno dengan nama Timor Manise. Maida Coffee Roastery juga terlibat dalam penyelenggaraan program tersebut.

Dalam penelitiannya, Grandprix membandingkan Kopi Oelbiteno dengan kopi arabika Jawa Barat varietas yang sama pula yakni sigarautang. Ternyata diketahui kopi dari Kabupaten Kupang ini terbukti memiliki berbagai kelebihan. Penelitian ini, sebutnya, juga menggunakan alat Nuclear magnetic resonance (NMR).

Penelitian yang termasuk dalam program Pengabdian Masyarakat Bottom-up ITB ini sudah berjalan enam bulan untuk melakukan penelitian dengan beberapa sampel kopi desa ini yang dikirim ke ITB.

Grandprix membeberkan bahwa kopi dari Desa Oelbiteno ini memiliki aroma yang khas seperti buah karena adanya senyawa asam malat dengan efek antidiabetes yang sangat baik. Lalu rendahnya trigonelin pada kopi ini dapat memungkinkan untuk aman dikonsumsi.

Selain itu, Elvira dalam penjelasannya kepada warga juga menyebut asam malat dari Kopi Oelbiteno memberikan aroma apel yang dominan. Sedangkan asam asetat yang rendah menyebabkan kopi ini tidak berasa kecut atau beroma cuka. Senyawa trigonelin pada kopi ini cukup rendah dengan pemanggangan kopi yg tepat yang dapat menahan sekresi asam lambung juga di samping itu pada suhu roasting yang tepat akan menghasilkan rasa pahitnya yang diinginkan.

"Kopi Oelbiteno ini bagus karena asam asetatnya rendah dan ini yang bisa bikin nilai jualnya tinggi, karena yang paling dicari untuk arabika juga yang fruity," ungkap Elvira Hermawati.

Trigonelin pada kopi dari Jawa Barat memang lebih rendah tetapi untuk mencari kualitas yang sama pada kopi dari Oelbiteno yaitu melalui pemanggangan kopi ini sehingga kualitasnya dapat sebanding. Untuk mendapatkan trigonelin yang rendah pun dengan pemanggangan di suhu yang tinggi. Trigonelin dapat diubah menjadi senyawa yang dapat menahan asam lambung yaitu senyawa N-metil piridinium.

Dalam pertemuannya, Kepala Desa Oelbiteno, Azer Naben,  mengapresiasi tim ITB yang telah membuka wawasan mereka mengenai kopi yang mereka punya.

"Kopi berkualitas tinggi yang kami sebelumnya kita tidak tahu. Kami tetap mempertahankan jenis ini dan menjaga ini sebagai suatu kebanggaan yang bernilai tinggi untuk kami masyarakat," ungkap dia.

Ia berharap dengan mengetahui kualitas kopi ini dapat mendorong pula ekonomi masyarakat terlebih karena letak desa mereka yang berdekatan dengan wisata alam Gunung Fatuleu.

Selain pemaparan tentang hasil penelitian pada Kopi Oelbiteno, Tim Pengabdian Masyarakat ITB mengadakan pelatihan pengolahan limbah kopi menjadi produk bernilai, seperti sabun dan lilin.

Penyunting dan penulis: Ali Hasan Asyari

735

views