Pada tahun 2023, pengelolaan sampah menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi oleh banyak kota besar di Indonesia, termasuk Kota Bandung. Berdasarkan data dari Sistem Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dari total 17 juta ton sampah yang dihasilkan, sekitar 5,6 juta ton atau 33% masih belum dikelola dengan baik. Salah satu masalah yang dihadapi adalah penumpukan sampah daun, terutama di wilayah RT/RW. Di tengah kondisi ini, warga RW 10 Sukamiskin, Arcamanik, berusaha mencari solusi untuk mengelola sampah daun yang menumpuk setiap harinya, khususnya dari pohon Ketapang yang sering berguguran.
Pada awalnya, sampah daun dibakar di area kosong sekitar Jl. Sepakbola. Namun, dengan berkembangnya infrastruktur di wilayah tersebut, pembakaran terbuka menjadi tidak memungkinkan karena menimbulkan polusi asap yang mengganggu kenyamanan warga. Yusuf, Ketua RT 03 RW 10 Kelurahan Sukamiskin, mengungkapkan, “Sampah daun dari pohon Ketapang ini selalu menumpuk, dan sulit untuk membuangnya. Awalnya kami membakarnya di area kosong, tetapi seiring dengan pembangunan, kami perlu mencari solusi yang lebih baik.”
Untuk mengatasi masalah ini, Tim dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui program pengabdian masyarakat mereka, yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Ari Darmawan Pasek bersama Dr. Ing. Willy Adriansyah dan Sekar Pratiwi, mahasiswi FTMD angkatan 2020, memperkenalkan sistem insinerator skala kecil tanpa asap. Insinerator ini dipasang di Taman Hockey, Sukamiskin, sebagai solusi efektif untuk pengelolaan sampah daun.
Sistem insinerator ini dirancang untuk membakar sampah daun dengan efisien tanpa menghasilkan asap yang mencemari lingkungan. Yusuf menambahkan, “Sistem insinerator ini sangat membantu. Asapnya tidak menyebar ke mana-mana seperti dulu. Ini juga lebih mudah dioperasikan dan tidak memerlukan bahan bakar tambahan.” Selain itu, penggunaan insinerator ini membantu mengurangi polusi udara yang sebelumnya sering menjadi keluhan warga saat sampah daun dibakar secara terbuka.
Meski demikian, pengoperasian insinerator ini bukan tanpa tantangan. Cuaca menjadi salah satu kendala utama, terutama saat hujan, karena daun-daun basah memerlukan waktu lebih lama untuk dikeringkan sebelum bisa dibakar. Yusuf menjelaskan, “Daun harus benar-benar kering supaya nyala apinya merata dan tidak menghasilkan asap putih.” Kendati begitu, insinerator ini tetap menjadi solusi terbaik yang dimiliki warga untuk mengelola sampah daun secara aman dan efisien.
Sekar Pratiwi juga menambahkan bahwa meskipun insinerator ini cukup mudah dioperasikan oleh komunitas lokal, pelatihan khusus tetap diperlukan agar langkah-langkah pengoperasian yang tepat bisa diikuti. “Jika daun-daun lebih basah, waktu pembakarannya akan lebih lama, namun selama temperatur ruang bakar sekunder yang berisi ranting atau kayu tetap tinggi, maka tetap tidak akan ada asap,” jelas Sekar.
Insinerator ini tidak hanya membantu mengurangi volume sampah daun yang menumpuk tetapi juga mereduksi emisi berbahaya yang biasanya dihasilkan selama pembakaran konvensional. Selain itu, abu hasil pembakaran dapat digunakan sebagai pupuk organik yang membantu memperbaiki kualitas tanah di sekitar Taman Hockey.
Implementasi insinerator ini di RW 10 Sukamiskin telah memberikan dampak positif yang signifikan. Proses pembakaran yang lebih efisien dan ramah lingkungan telah mengurangi beban kerja petugas kebersihan dan mengurangi polusi udara di lingkungan sekitar. Meski tantangan cuaca masih ada, warga tetap optimis bahwa insinerator ini adalah solusi jangka panjang yang efektif untuk masalah sampah daun di wilayah mereka.
Berita terkait:
1. matabandung.pikiran-rakyat.com: Terobosan Baru! Tim FTMD ITB Bikin Insinerator Tanpa Asap Skala Komunitas, Kelola Sampah Daun di Wilayah RT RW
2. matabandung.pikiran-rakyat.com: Insinerator Skala Kecil dari FTMD ITB: Solusi Cerdas Pengelolaan Sampah Kota Bandung