Si Ungu, Pendeteksi Boraks dan Formalin

SEBAGIAN besar masyarakat Indonesia kerap menikmati makanan jalanan yang murah, enak di lidah, dan tak bikin kantong kering. Tapi di zaman pandemi covid-19 seperti ini, banyak makanan yang tidak habis terjual. Kerugian pun membayang di depan mata. 

Mereka akhirnya menambahkan zat kimia bernama boraks dan formalin agar makanan tetap awet dan bisa dijual kembali keesokkan hari, atau bahkan seminggu setelah produksi. Kecurangan yang dilakukan oleh segelintir penjual dengan menambahkan zat kimia tersebut ke makanan banyak terjadi hampir di seluruh daerah.

Formalin dan boraks adalah zat kimia yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya senyawa formaldehida digunakan untuk mengawetkan mayat dan bersifat karsinogenik, artinya dapat menyebabkan kanker jika dikonsumsi. Boraks adalah kristal lunak yang berbentuk bubuk kristal putih, tidak berbau, dan tidak larut dalam alkohol yang berguna untuk membersihkan dan mengawetkan kayu.

Ketika digunakan dalam makanan, hal itu menyebabkan makanan mengembang dan melunak. Karena dapat mengakibatkan muntah, diare, dan masalah pencernaan, penggunaan boraks dalam makanan juga berdampak buruk bagi kesehatan. Rasa sakit yang luar biasa, pingsan mendadak, diare, kerusakan hati, dan bahkan kematian adalah gejala tambahan dari makanan yang mengandung formalin. Zat-zat kimia ini akan sangat mematikan jika dikonsumsi secara rutin.

Lalu, bagaimana cara mudah agar masyarakat pecinta kuliner jalanan memastikan makanan dan jajanan aman dari boraks dan formalin. Kita bisa memakai 'si ungu ekstrak kulit buah naga' sebagai indikator alam. Banyak orang akrab dengan buah naga (Hylocereus costaricensis), yang dianggap sebagai buah surgawi di bumi dengan nilai gizi dan obat yang tinggi. 

Banyak manfaat bagi kesehatan dari buah naga ini, mulai dari peningkatan fungsi pencernaan dan juga meningkatkan daya tahan tubuh. Berbagai penelitian tentang potensi buah naga merah untuk mengobati beberapa penyakit degeneratif seperti kanker serviks, kanker payudara, kanker usus besar, antiradang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. 

Selain memberikan vitamin, buah naga merah juga merupakan sumber antioksidan yang baik. Mengonsumsi buah naga berdaging buah putih dan merah dapat juga membantu penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darah. Buah naga juga telah banyak digunakan oleh para produsen makanan sebagai bahan baku pembuatan makanan dan pewarna alam.  

Kulit

Nah, yang tidak kalah berkhasiatnya yaitu kulit buah naga karena penuh dengan metabolit sekunder dan antioksidan. Bila diproduksi berpotensi menawarkan berbagai manfaat kesehatan. Sayangnya, kulit buah tersebut jarang dimakan atau diproduksi kendati memiliki manfaat kesehatan yang tinggi. Dibutuhkan inovasi dan kreativitas untuk menggunakannya, serta penelitian berkelanjutan tentang kulit buah naga agar limbahnya juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Menurut penelitian yang telah dilakukan di laboratorium teknik kimia ITB, ekstrak kulit buah naga mengandung zat aktif antosianin dan betasianin (senyawa turunan flavonoid). Kedua senyawa flavonoid ini dapat berubah warna seiring dengan perubahan nilai pH, sehingga dapat digunakan sebagai indikator asam basa alami (rentang pH asam–basa secara umum: 1-14). 

Ekstrak diekstraksi menggunakan tiga pelarut yang berbeda; asam sitrat, air suling, minyak kayu putih, etanol, dan asam sitrat. Salah satu ciri pembeda antara betasianin dan antosianin adalah stabilitasnya terhadap pH. Betasianin memiliki kestabilan pH baik dalam beberapa rentang pH, sehingga warnanya tidak berubah secara signifikan, dan ketika terjadi kenaikan pH secara mendadak. Perubahan warna yang terjadi adalah dari ungu kemerahan (asam) menjadi kuning (basa).

Untuk mendeteksi formalin atau boraks pada makanan menggunakan ekstrak kulit buah naga, dilakukan dengan cara merendam makanan sebanyak 5-10 gram dan diamkan selama 10 menit di dalam air sebanyak 30 mililiter (3-4 sendok makan) yang telah ditambahkan ekstrak kulit buah naga sebanyak 2-3 mililiter (1/2 sendok teh). Jika makanan mengandung formalin (pH 5-6) akan menyebabkan warna merah pekat (bukan ungu muda) lebih lama dibandingkan makanan tanpa formalin. 

Sebaliknya jika warnanya kuning pekat dalam waktu yang lama, hal ini menunjukkan bahwa makanan mengandung boraks (pH 9-10). Jika tidak terjadi perubahan warna sama sekali atau perubahan warna terjadi dalam waktu singkat langsung kembali ke semula setelah ditambahkan indikator alam, berarti makanan bebas dari formalin dan boraks.

Sekarang kalau kita mau jajan makanan jalanan atau mau masak sendiri di rumah enggak perlu overthinking lagi. Tinggal diuji saja dengan 'si ungu ekstrak kulit buah naga' untuk mendeteksi borak dan formalin dalam makanan atau bahan baku makanan.

Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/514982/si-ungu-pendeteksi-boraks-dan-formalin

3057

views