Saatnya Petani Menikmati Otomasi

Saatnya Petani Menikmati Otomasi

Tags: ITB4People, Community Services, Pengabdian Masyarakat, SDGs9

Perkembangan teknologi telah mengubah cara hidup, termasuk memengaruhi cara bertani. Dari pertanian tradisional kemudian bertransformasi menjadi pertanian dengan menggunakan alat dan mesin hingga teknologi otomasi dan potensi pengembangan internet of things yang bertujuan meningkatkan proses dan hasil pertanian.

"Mekanisasi dan otomasi mampu memperbaiki operasi pertanian, termasuk mengurangi waktu kerja, memperluas pengolahan lahan, mengatasi kebutuhan tenaga kerja, dan menekan biaya produksi. Penerapan otomasi pertanian akan mendorong produktivitas dan kualitas hasil panen dan pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan petani," kata Dr. Ir. Aep Supriyadi, M.P. dari Kelompok Keahlian Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk Sekolah llmu dan Teknologi Hayati lnstitut Teknologi Bandung saat diwawancara Jumat, 27 Agustus 2021.

Tantangannya selama ini, kata Dr. Aep, otomasi dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan mahal sehingga belum banyak petani yang melirik otomasi sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas pertaniannya. Melawan anggapan ini, Dr. Aep beserta tim memperkenalkan otomasi pertanian kepada para petani hidroponik di Jatinangor dan Cimahi melalui program pengabdian masyarakat LPPM ITB.

Tim yang dipimpin oleh Dr. Aep terdiri atas berbagai unsur, di antaranya Ir. Estiyanti Ekawati, M.T., Ph.D. dari Fakultas Teknik lndustri ITB dan Pusat Teknologi lnstrumentasi dan Otomasi (PTIO) ITB dan NovaI Murijadin (PTIO ITB). Selain itu, program ini juga menggandeng Dede lrawan Saputra, S.Pd., M.T. dan Irvan Budiawan, S.T., M.T. dari Universitas Jendral Achmad Yani (Unjani). Dalam pelaksanaannya, dibantu pula oleh tiga mahasiswa dari Teknik Fisika dan tiga mahasiswa Rekayasa Pertanian yang mengikuti program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). 

Pengenalan teknologi otomasi pertanian ini mengusung konsep Training of Trainer (ToT). Meskipun peserta hanya berasal dari dua kelompok tani dari Jatinangor dan Cimahi, harapannya mereka bisa menjadi agen-agen pembaru yang akan menularkan ilmunya kepada petani lain. Setelah mengikuti kegiatan secara daring, pelatihan dilakukan di MA Plus Darul Hufad Hidroponik Farm di Dusun Bojong RT 03 RW 15, Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor pada Juni 2021 lalu. Pada waktu yang hampir bersamaan kegiatan serupa juga dilaksanakan di Komunitas Hidroponik Cimahi (CHC) di Yayasan Darul Husna, Kompleks Taman Bukit Cibogo RT 09 RW 17 Cimahi. 

Pertanian hidroponik dipilih karena menerapkan sistem tertutup sehingga penerapan otomasl yang memerlukan parameter-parameter terukur lebih mudah dilakukan. Terlebih, pertanian hidroponik belakangan banyak diminati karena tidak membutuhkan lahan yang luas, menggunakan air sebagai media penyedia hara tanaman. 

Produk pertanian hidroponik dipandang lebih sehat, tetapi juga rentan dengan perubahan faktor internal dan eksternal tanaman. Beberapa faktor eksternal tersebut adalah kelembapan lingkungan suhu lingkungan, suhu air, kadar oksigen, derajat keasaman (pH), aliran air dan nutrisi. Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dan dilakukan pengukuran secara berkala agar pertumbuhan tanaman dapat berlangsung dengan optimal. Untuk menjawab tantangan tersebut, peran otomasi dioptimalkan. Dengan bantuan teknologi internet, sistem monitoring dan otomasi tersebut memungkinkan petani untuk memantau dan melakukan kontrol otomatis dari jarak jauh sehingga tidak perlu melakukan pengukuran berulang secara manual.

Secara sederhana, cara kerja otomasi ini ialah dengan memasang sensor yang bisa membaca suhu dan kelembapan lingkungan. Data-data yang ditangkap sensor itu kemudian diolah di dalam program komputer dan dikirim ke perangkat cerdas atau telepon seluler milik petani. Data tersebutjuga bisa dihubungkan ke berbagai perangkat peralatan, seperti pompa dan penyemprot air. Ke depannya, petani bisa mengatur kapan peralatan tersebut harus dimatikan atau dinyalakan dari jarak jauh. 

Merujuk pada data Kementerian Pertanian, penggunaan alat dan mesin pertanian secara umum mampu meningkatkan efisiensi 98% dalam hal waktu kerja. Jika dikerjakan manual, biasanya perlu waktu 200 jam per hektare. Dengan menggunakan alat dan mes in pertanian, waktu kerja bisa dipangkas tinggal 4,5 jam per hektare. Dari segi biaya, penghematannya bisa sampai 20 persen. Dari data itu, otomasi pertanian bisa mendorong efisiensi pertanian lebih tinggi lagi. "Kalau dari tenaga kerja saja itu bisa sampai 30 persen (efisiensi anya). Selain itu keseragaman dan kualitas pun terjamin," katanya.

Dr. Aep menuturkan, pengenalan teknologi otomasi ini mendapat antusiasme tinggi dari para petani. "Meskipun banyak dari me reka yang berharap sistem 
ini sudah berupa produk yang bisa langsung pakai;' tuturnya. Pengembangan sistem ini bergantung pada jenis tanaman dan kebutuhannya sehingga masih memerlukan pengaturan untuk mendapatkan hasil yang optimal. 

la mengakui, otomasi pertanian di Indonesia tak bisa cepat diterima oleh semua petani. Hal itu tak lepas dari proses mekanisasi yang belum berjalan mulus. Padahal, mekanisasi merupakan faktor penting untuk pengembangan otomasi. "Dasar otomasi ini mekanisasi. Kalau mekanisasi sudah jalan sudah bagus, tinggal menambahkan instrumen. Sekarang kita ketinggalan di mekanisasi, masih kurang. Kita harus mengejar banyak untuk otomasi ini," tutur Dr. Aep. 

Meski sulit, upaya ini harus terus dilakukan mengingat begitu banyak manfaat yang bisa diambil dari otomasi pertanian ini. Otomasi pertanian bisa dilakukan pada berbagai jenis tanaman. bisa diterapkan untuk tahap on-farm, yaitu mulai dari pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman, irigasi hingga panen, juga pada tahap off-farm atau pascapanen. "Teknologi juga bisa membantu menghasilkan keseragaman dan konsistensi hasil panen. Dengan demikian, kerusakan produksi pertanian bisa dikurangi," katanya.

Dr. Aep mencontohkan, otomasi off-farm bisa dilakukan pada pengelolaan buahjeruk misalnya. Otomasi dengan memasang sensor, tertentu seperti sensor warna dan ukuran, petani bisa membuat grading atau pengelompokan buah sesuai dengan ukuran (besar, sedang, kecil) juga kualitasnya Cara ini bisa membawa nilai ekonomi yang tinggi karena produk dengan kualitas tertinggi bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi pula.

Contoh lainnya, otomasi pertanian bisa dipasang untuk mendeteksi hama tanaman. "Dengan melihat warna dan kerusakan daunnya, yang sudah kelihatan sakit kemudian dipotong. Alatnya blsa menggunakan teknologi mekanik," katanya.

la berharap, otomasi pertanian bisa terus diperkenalkan kepada petani. "Tak hanya menjadi pintu untuk menggapai kesejahteraan petani yang lebih baik, tetapi juga sebagai cara untuk membuat semakin banyak kaum muda mau menekuni bidang 
pertanian," ujarnya. (Deny Willy Junaidy, Ph.D./Sekretaris Bidang Pengabdian kepada Masyarakat)***

1589

views