Rute Evakuasi Tsunami di Pantai Batu Karas Pangandaran

Tsunami merupakan salah satu bencana alam yang tidak bisa dihindari dan seringkali menjadi momok mengerikan di masyarakat. Selayaknya negara yang terletak pada batas pertemuan tiga lempeng besar dunia yang sangat aktif yaitu lempeng Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia, bencana alam seperti gempa tektonik sangat rawan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Dan apabila gempa tektonik ini terjadi di daerah pantai, maka memungkinkan adanya resiko tsunami seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, yaitu Aceh, Mentawai dan juga Pantai Batu Karas, Pangandaran. Pada 17 Juli 2006, tepatnya pukul 15:19 WIB gempa melanda bagian pantai selatan Pangandaran yang terletak pada koordinat 07041'15,8 "LS dan 108039'33,2" BT dengan kekuatan 7.7SR. Gempa ini kemudian diikuti oleh tsunami dengan ketinggian 1-2 m sejauh 50-200 m dari tepi pantai. Adapun tsunami tersebut berdampak cukup besar pada beberapa daerah Ciamis, seperti Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang, Merak dan Kalipucang. Berdasarkan data dari WHO, gempa dan tsunami ini merenggut 668 korban jiwa, 65 hilang (diasumsikan meninggal dunia) dan 9.299 lainnya luka-luka. Ribuan rumah dan perahu nelayan hancur. Menurut Bupati Ciamis kerugian diperkirakan mencapai Rp 166,2 milyar.

Untuk meminimalisir jumlah kerugian dalam hal korban jiwa yang disebabkan oleh bencana tersebut, maka dilakukan studi penentuan rute evakuasi tsunami serta peninjauan lokasi tempat yang mungkin dijadikan lokasi titik kumpul di sekitar Pantai Batu Karas. Kemudian ditentukan tiga buah lokasi yang mungkin dijangkau oleh masyarakat ketika bencana tsunami berlangsung, yang kemudian dinamakan dengan Zona Evakuasi 1 (Tanjakan Heras), Zona Evakuasi 2 (Gunung Tumpeng), dan Zona Evakuasi 3 (Kabuyutan). Kapasitas masing-masing zona evakuasi ditentukan dengan membagi luas daerah zona evakuasi terhadap rata-rata luas daerah yang mungkin ditempati oleh seseorang saat kondisi berdiri secara umum. Dari sini diperoleh kapasitas zona evakuasi 1 mampu menampung 2.400 orang, zona evakuasi 2 sebanyak 64.920 orang dan zona evakuasi 3 sebanyak 22.000 orang. Zona evakuasi 1 terletak di ketinggian 51 m di atas permukaan laut atau memiliki ketinggian 41 m dibandingkan dengan daerah disekitarnya. Zona evakuasi 2 terletak di ketinggian 23 m di atas permukaan laut atau memiliki ketinggian 13 m dibandingkan dengan daerah disekitarnya. Terakhir, Zona evakuasi 3 terletak di ketinggian 40 m diatas permukaan laut atau memiliki ketinggian 27 m dibandingkan dengan daerah disekitarnya.

Waktu rata-rata dari gempa pertama menuju tsunami menurut perhitungan BMKG adalah 20 menit dan hal ini dijadikan standar acuan oleh pemerintah untuk mengestimasi waktu evakuasi. Dengan mengalikan waktu tersebut terhadap kelajuan rata-rata manusia berjalan saat kondisi tertentu dapat diperoleh jarak maksimal yang mampu ditempuh untuk melakukan evakuasi. Kondisi tertentu yang dimaksud adalah kemungkinan adanya kepanikan yang menyertai evakuasi. Disini kami menentukan rute evakuasi yang dapat ditempuh dalam selang waktu tersebut serta memprediksi kapasitas zona evakuasi agar diperoleh lokasi yang paling aman dan terjangkau oleh penduduk setempat maupun wisatawan sekitar Pantai Batu Karas apabila terjadi bencana tsunami. 

Perhitungan dimulai dengan membagi Desa Batu Karas menjadi 12 pembagian daerah. Pembagian ini didasarkan oleh lokasi persebaran aktivitas penduduk yang kemudian akan dituliskan dengan label berikut pada gambar 1. 

 

   

Gambar 1. Pemetaan dan Pembagian daerah Desa Batu Karas. 

Untuk menentukan rute evakuasi yang paling aman maka digunakan perhitungan menggunakan Algoritma Dijkstra yang telah dimodifikasi. Algoritma Dijkstra ialah algoritma yang digunakan untuk menghitung rute terpendek dari suatu titik mulai ke titik tujuan dengan menghitung nilai bobot dan kemudian memetakan daerah yang saling terhubung. Bagian yang terhubung akan ditabulasikan dengan bobot, sedangkan bagian yang tidak terhubung akan dituliskan dengan lambang tak hingga (∞). Perhitungan dilakukan dengan bahasa pemrograman Phyton 3.8.7. Kemudian berdasarkan pembagian daerah diatas dituliskan hasil perhitungan jarak pada tabel 1. 

Tabel 1. Pemetaan jalur terhubung dan tidak terhubung terhadap pembagian daerah

Beberapa penyempurnaan pada algoritma Dijkstra telah dibuat, misalnya mengimplementasikan bobot yang dimodifikasi. Faktor koefisien jarak yang berbeda untuk setiap kondisi, kepadatan, hingga lebar jalan. Algoritma ini mengakomodasi kondisi yang homogen sepanjang waktu. Kondisi jalan kami bagi menjadi 3 level yang berbeda: beton atau aspal mulus, beton atau aspal dengan batuan kecil, dan terakhir tanah dengan banyak batuan. Kondisi jalan dapat dilihat pada tabel 2. Kepadatan jalan kami bagi menjadi 3 level yang berbeda: sepi, cukup ramai, dan terakhir sangat ramai. Kondisi jalan dapat dilihat pada tabel 3. lebar jalan kami bagi menjadi 3 level yang berbeda: jalan yang hanya dapat dilewati oleh dua buah kendaraan roda empat, jalan yang hanya dapat dilewati oleh sebuah kendaraan roda empat, dan terakhir jalan yang hanya dapat dilewati kendaraan beroda dua. Kondisi jalan dapat dilihat pada tabel 4. 

Tabel 2. Kondisi jalan di Desa batu Karas

Level

Kondisi jalan

Gambar

1

Beton (mulus) atau aspal

2

Beton atau aspal dengan batuan kecil

3

Tanah dengan banyak batuan


Tabel 3. Kepadatan jalan di Desa batu Karas

Level

Kepadatan

Gambar

1

Sepi