Rekacipta ITB Edisi 6 Juli 2021 - Media Indonesia

Atribut Smart dalam Serat Alam

Tags: ITB SDGsIndustry, Innovation, and Infrastructure, Innovation Development

Sandang (pakaian) sudah sejak lama menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan manusia. Pakaian bahkan telah menyerupai second skin yang melekat pada tubuh manusia. Da­lam konteks tersebut, terciptanya pelbagai produk busana yang indah dan nyaman dipakai tidak terlepas dari perkembangan teknologi serat tekstil. Serat merupakan komponen dasar yang menjadi pembeda di antara ragam produk tekstil dewasa ini.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengeta­huan dan teknologi (iptek), teknologi serat berkembang pesar. Serat, khususnya yang digunakan umuk memproduksi tekstil kini tidak sekadar untuk menutup dan melin­dungi tubuhatau mendukung penampilan. Serat tekstil telah dik.embangkan menjadi serat yang memiliki highfunccion dan high performance di berbagai bidang.

Inovasi di bidang tekstil, khususnya dalam pembaruan fungsi tekstil tersebut, berpotensi mengubah kondisi industri. Namun, inovasi tersebut memerlukan integrasi pengerahuan, teknologi, pe­ngembangan produk, serta manufaktur dan sistem distribusi yang lebih kom­pleks dibandingkan dengan yang sudah ada. Dengan begitu, kolaborasi dalam penelitian dan penciptaan inovasi sangat diperlukan.

Hal tersebut membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan dan lembaga penelitian dengan keilmuan di bidang nomekstil, seperti bioteknologi, elektronik., nanoteknologi, rekayasa material, dan sebagainya untuk melirik pasar mama tekstil. Karena itu, dalam perkembangan­nya, tekstil dengan high function dan high performance di berbagai bidang, yang juga dikenal dengan nama smart textiles dan intelligent clothing, dipandang sebagai generasi tekstil dan pakaian berikunnya yang dapat merevolusi industri.

Smart textile ialah kain dari smart mate­rial yang dapat berimeraksi dengan lingkungannya, yang disebabkan rangsangan lingkungan yang bersifat mekanik, termal, kimia, listrik, atau sumber magnet. Tekstil pintar itu dapat merasakan, menginterpre­tasikan, dan merespons rangsangan ter­sebut untuk meningkatkan kesejahteraan atau kondisi penggunanya. 

Berdasarkan perkembangan dan tingkat aktivitasnya dalam merespons rangsangan, smart textile dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu passive smart textile, active smart textile, dan ultra smart textile.

Di Indonesia, istilah smart textile atau intelligent clothing sendiri belum banyak dikenal masyarakat. Padahal, produk-produk tekstil dengan fungsi lebih dari sekadar penutup tubuh sudah ada atau mungkin sudah pernah digunakan, misalnya pa­kaian antiapi, pakaian antiair, atau pakaian antibakteri. Penelitian di bidang smart textile dan intelligent clothing di Indonesia pun baru sebatas pada wawasan teknologi atau penelitian dalam skala studi maupun laboratorium.

Serat rami beratribut self-cleaning

Serat alam menjadi salah satu bahan baku mama dari kain atau 1ekstil yang masih terus dimanfaatkan hingga kini. Hal itu lantaran serat alam sangat mudah ditemukan, mudah dibudidayakan, dan ramah lingkungan.

Salah satu serat alam yang diproduksi di Indonesia ialah serat rami. Rami merupa­kan salah saru seratalam tertua yang sudah dipakai sejak lama di dunia, tidak hanya di Indonesia. Rami berdasarkan sejarah peng­gunaannya dikenal sebagai bahan baku pembungkus mumi pada tahun 5.000-3.300 SM. Rami mulai dikenal di Eropa pada abad ke-18. Namun, industri rami baru berkem­bang pesat setelah 1930.

Serat rami di Indonesia sebenarnya sudah dikembangkan dari 1911, bahkan mungkin jauh sebelum itu. Rami diguna­kan sejak zaman Kolonial Belanda sebagai suplemen kapas umuk industri tekstil ka­rena karakternya yang tidak hanya mirip, tapi juga lebih kuat. 

Rami diharapkan menjadi salah satu so­lusi untuk pengembangan produk tekstil yang dewasa ini kembali melirik pemanfaat­an serat alam. Di samping itu, pemakaian rami tentu dapat mengurangi penggunaan serat kapas yang mesti diimpor, atau serat sintetis yang tidak ramah lingkungan.

Serat alam, teknik. tradisional, serta smart textile, ialah kata-kata kunci yang mendorong penelitian dengan fokus menghasil­kan produk tekstil pintar dari serat alam. Pada 2014 hingga 2015, penelitian tersebut dilakukan dengan berkolaborasi bersama Adi Surya Pradipta, ST, MT, seorang peneliti material sains yang punya ketertarikan pada bidang tekstil. Penelitian dilakukan dibawah arahan Prof Bambang Sunendar (FTI ITB) dan Dr Kahfiati Kahdar, MA (FSRD ITB).

Penelitian berfokus pada pembuatan benang dari serat alam, tapi memiliki atribut self-cleaning. Dengan begitu, kain yang diproduksi dengan benang tersebut akan bersifat antiair dan bahkan bisa membersihkan sendiri ketika ada air yang membasahinya. Jadi, kain tersebut tidak perlu dicuci dengan mesin cuci.

Kunci dari penelitian yang dilakukan terdapat pada penerapan teknologi nano. Benang berbahan dasar serat rami dimodi­fikasi hingga bisa menjadi benang yang menyerupai dan menghasilkan fenomena lows effect. Benang tersebut memiliki permukaan yang menyerupai permukaan daun talas atau daun teratai bila diamati dalam skala mikro.
 
Pada daun tersebut, bila diamati dalam skala mikro, terlihat permukaannya tidak rata atau mulus. Ketika disentuh tangan pun, terkadang dapat teraba atau terasa bulu-bulu halus di permukaan daun. Itu ialah papilla atau jonjot kecil seperti halnya lidah manusia yang memiliki papila atau jonjot-jonjot kecil di permukaannya.

Namun, jonjot-jonjot tersebut punya fungsi berbeda dengan jonjot pada lidah manusia yang berfungsi untuk mengenal atau mendeteksi rasa. Jonjot pada daun talas atau daun teratai memiliki fungsi un­tuk menangkap tetesan air yang jatuh ke permukaan daun dan mempertahankan bentuk tetesan air tersebut sehingga tidak langsung menjadi globules. Fenomena itu menghasilkan kondisi hidrofobik pada permukaan tanaman. 

Jonjot tersebut juga membuat tetesan air itu terus bergulir hingga jatuh dari permukaan daun. Uniknya, selama tetesan air ini bergulir, ia sekaligus membersihkan dan mengangkat kotoran pada permukaan daun, menyebabkan daun tersebut men­jadi bersih karena membersihkan dirinya sendiri. 

Akan tetapi, proses pembersihan itu tidak hanya disebabkan oleh jonjot, tapi juga posisi daun, massa air, serta sudut yang dihasilkan antara permukaan daun dan tetesan air. Sifat hidrofobik dan proses membersihkan diri yang dikenal sebagai self-deaning dari fenomena focus effect inilah yang menjadi tujuan pene­litian. 

Pada akhirnya, benang serat rami yang memiliki atribut self-cleaning berhasil diperoleh, bahkan kain dengan benang tersebut juga dapat dihasilkan. Kain dibuat dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) sebagai salah satu cara untuk mengetahui potensi bahwa suatu hal yang sifatnya sederhana atau tradisional dapat dikolaborasikan dengan suatu hal yang bersifat modern atau berteknologi tinggi.

Penggunaan ATBM ternyata tidak meng­ganggu performaselfc/eaningpada benang yang sudah dimodifikasi tersebut. Meski begitu, studi lebih lanjut untuk mengetahui ketahanan dan kualitas performa atribut self-cleaning tersebut masih perlu dilakukan. 

Masa depan smart textile di Indonesia 

Dengan berkembangnya banyak inovasi tekstil, smart textile dapat memperkaya potensi industri di Indonesia selaku salah satu negara produsen tekstil terbesar dunia. Hal tersebut tidak luput dari peran beragam bidang keilmuan dan kolaborasi penelitian. 

Mulai 2016, di Program Studi Kriya, Fa­kultas Seni Rupa dan Desain ITB, beberapa mahasiswa dari tingkat sarjana mencoba melakukan penelitian dengan topik mama smart textile umuk Tugas Akhir. Walaupun tidak ada materi atau bidang khusus mengenai teknologi tekstil, mahasiswa tersebut berkolaborasi dengan teman-teman mereka dari fakultas lain untuk penelitiannya. Ada yang bekerja sama dengan mahasiswa elektronika, teknik material, atau biologi. Amelinda Alysia AVK, Renita Nima, Melisa Yuliana, dan Fauzan Ar-raziq Anfa adalah mahasiswa program studi kriya FSRD ITB yang lulus dengan smart textile dan wearable technology sebagai topik penelitian. (M-2)

1185

views