Menguatkan Ketahanan Pangan dengan Mocaf
Tahun ini, Tim Pelaksana Pengabdian Masyarakat SITH ITB menghelat pelatihan standardisasi mutu untuk meningkatkan kualitas mocaf sekaligus pendapatan kelompok tani di dua desa binaan.
Berlangsungnya pandemi covid-19 di Tanah Air selama kurang lebih setahun belakangan ini telah menimbulkan dampak di berbagai lini kehidupan masyarakat. Mulai rutinitas sehari-hari sampai soal ketahanan pangan.
Ketahanan pangan, baik di skala nasional maupun daerah, memang menjadi salah satu hal yang memerlukan perhatian khusus di masa pandemi. Pasalnya, laporan dari Kementerian Pertanian RI per 2019 menyebutkan cadangan pangan nasional kita hanya berkisar untuk 69 hari. Padahal, tidak jarang proses baik produksi maupun distribusi pangan terkendala lantaran adanya kebutuhan untuk mengurangi arus mobilisasi sebagai upaya menekan penyebaran virus.
Di sisi lain, kebutuhan pangan Indonesia tidak dapat bergantung pada impor semata. Itu disebabkan negara-negara mitra dagang Indonesia pun tengah menghadapi pandemi serupa. Wajar jika mereka memprioritaskan stok pangan mereka untuk kebutuhan di dalam negeri masing-masing. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk dapat berdikari mempertahankan ketersediaan pangan di dalam negeri, bahkan tanpa adanya pandemi sekalipun.
Dalam menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah menggulirkan kebijakan diversifi kasi pangan. Dengan pengayaan ragam pangan, masyarakat diharapkan tidak lagi terlalu bergantung kepada beras, serta cadangannya yang terbatas, untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Salah satu jenis pangan lokal nonberas yang mulai banyak dimanfaatkan lagi ialah singkong. Di masa lalu, singkong sempat menjadi salah satu bahan makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia. Namun, posisinya lambat laun kian tersisih oleh beras. Padahal, singkong, selain mudah ditanam, punya banyak nutrisi.
Kini, singkong kembali dilirik. Apalagi, produk turunan dari bahan pangan tersebut diketahui punya banyak manfaat. Salah satunya ialah tepung singkong modifi kasi, alias mocaf (modifi ed cassava flour). Mocaf diketahui memiliki rasa netral dan bertekstur lembut sehingga dapat menjadi pengganti tepung terigu hingga 40% pada pembuatan mi dan roti-rotian, dan bahkan 100% untuk kue kering. Dengan begitu, penggunaan mocaf sesungguhnya juga dapat mengurangi ketergantungan kita kepada impor gandum yang menjadi bahan baku tepung terigu.
Yang juga membuat mocaf kian ramah pengguna, proses produknya dapat dilakukan baik pada skala industri ataupun rumah tangga. Hal tersebut disebabkan teknologinya yang relatif sederhana sehingga bahkan dapat dikenalkan hingga perdesaan untuk mendorong perekonomian setempat.
Potensi mocaf menjadi semakin besar saat ini karena komoditas singkong telah dijadikan salah satu cadangan pangan strategis nasional oleh pemerintah. Alhasil, ketersediaan produk singkong, dan mocaf khususnya, akan semakin diperlukan. Namun, agar produsen lokal dapat menjawab kebutuhan tersebut, tentunya mereka perlu memenuhi standardisasi mutu agar produknya tidak sekadar menjadi konsumsi di wilayah setempat, tetapi juga dapat menjangkau daerah-daerah lain di Indonesia.
Pendampingan
Sejak 2015, Tim Pelaksana Pengabdian Masyarakat Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB rutin mendampingi kelompok tani dan wanita tani di Desa Sukawangi dan Desa Pamulihan, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Tujuannya membuka potensi ekonomi singkong sebagai komposit gandum melalui pelatihan pembuatan mocaf.
Pada program tahun ini, tim pelaksana bekerja sama dengan PT Mutuagung Lestari untuk menyiapkan prosedur operasional standar dalam produksi mocaf yang berstandar SNI. Kolaborasi juga dilakukan untuk pengadaan pelatihan penerapan sistem manajemen mutu (ISO 9001) dan sistem keamanan pangan HACCP (hazard analysis & critical control point).
Tim pelaksana juga menginisiasi kemitraan dengan PT Agro Industri Nasional (Agrinas) untuk menjadi off-taker mocaf hasil produksi kelompok tani mitra SITH ITB, yaitu Karya Mandiri Prima (Desa Sukawangi) dan Bangun Mandiri Mukti (Desa Pamulihan). Keduanya merupakan kelompok tani yang mengikuti program pelatihan standardisasi mutu. Diperkirakan, akan ada sekitar 30 peserta program pada pelatihan di Juni mendatang.
Saat ini, skala produksi mocaf dari dua desa binaan masih relatif kecil, sekitar 1,5 sampai 2 ton per minggu. Dengan semakin banyaknya warga desa yang terlibat, produksi diharapkan terus bertambah agar bisa memenuhi sebagian kebutuhan Agrinas yang sekarang mencapai 1 ton per hari.
Pelibatan pihak industri dalam hal ini memang diharapkan tidak saja memperluas ruang belajar dan berkembang para petani, tapi juga dapat ikut meningkatkan penyerapan produk-produk berkualitas hasil pemberdayaan desa. Dengan begitu, pendapatan masyarakat desa pun akan meningkat.
Penyelenggaraan program selama ini mendapat dukungan dana dari beragam pihak setiap tahunnya, mulai LPPM ITB, DIKTI, hingga Kedutaan Besar Swiss di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan dukungan luar biasa terhadap kesuksesan program.
Meski begitu, para peserta pelatihan juga tidak berpangku tangan. Mereka berupaya berkontribusi lewat penjualan produk hasil olahan mocaf, seperti aneka camilan, juga siomai. Produk-produk itu dijual warga di gerai Sukawangi Mart. Gerai tesebut juga menawarkan sejumlah produk lain, termasuk hasil tanaman kopi yang telah dikenalkan tim pelaksana kepada para petani setempat.
Dengan semakin tingginya keterlibatan dalam produksi mocaf berkualitas SNI ini, masyarakat pun berarti ikut berperan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional, khususnya di masa pandemi seperti sekarang. (M-2)