Rekacipta ITB Edisi 11 Mei 2021 - Media Indonesia

Napas Baru Kerajinan Liukang Loe dengan Diversifikasi Desain

Tags: ITB SDGsPartnership for the goals

Pulau Liukang Loe mungkin masih asing di telinga masyarakat. Namun, pulau yang dapat ditempuh dengan perjalanan 5 jam dari Makasar dan sekitar 30 menit menyeberang dari Tanjung Bira itu ialah salah satu surga wisata di Sulawesi Selatan.

Pulau itu tidak hanya memiliki daya tarik laut yang jernih dan indah, tetapi juga eksotisme budaya dari rumah panggung tradisional khas suku Bugis hingga beragam kerajinan tenun dan kerang. Sayangnya, kerajinan tenun masih relatif mahal, berkisar Rp400 ribu per helai. Tingginya harga memang didasari oleh proses pengerjaan yang sulit, tetapi di sisi lain membuat produk menjadi kurang terjangkau.

Karena hal itu, banyak perajin yang beralih ke kerajinan kerang yang dapat dijual lebih murah. Namun, belum adanya kekuatan desain juga menjadi kendala bagi penjualan.

Atas dasar pengamatan pada 2016 itu, tim dosen dari Program Studi Seni Rupa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD-ITB) yang terdiri atas penulis dan Dr Irma Damajanti, MSn bertekad membantu diversifikasi desain yang memenuhi selera pasar menengah ke atas.

Lebih lanjut, penulis yang merupakan Ketua Tim Pelaksana Program Pengabdian Masyarakat FSRD-ITB Liukang Loe melihat kerajinan tenun ataupun kerang memang sangat penting untuk dikembangkan sebab wisatawan dari Amerika dan Eropa kerap kesulitan menemukan suvenir yang cocok dengan selera mereka.

Pada 2020, tim memperoleh dana peng abdian kepada masyarakat melalui LPPM ITB untuk melaksanakan pelatihan desain kepada sekitar 30 perajin yang terdiri atas kaum ibu dan bapak warga Desa Pasir Lohe, Pulau Luikang Loe.

Nyatanya, selama ini warga tidak mengem bangkan kerajinan kerang bukan karena ketidakmampuan kreativitas. Warga sebe narnya memiliki ide-ide, tetapi masih ter paku pada bentuk yang mereka peroleh saat pelatihan di Situbondo Jawa Timur.

Maka, pelatihan pertama yang dilakukan tim ITB berbentuk perluasan pemikiran masyarakat tentang berbagai kemungkinan diversifikasi desain dari kain tenun ataupun kerang yang tersedia di pulau tersebut. Tim juga mengajarkan desain yang menggunakan gabungan material tenun dan kayu.

Praktik kemudian dilakukan dengan membuat benda kerajinan yang berkaitan dengan interior, yaitu kap lampu dengan tiga variasi model, kemudian tatakan gelas, tempat minuman plastik, dan perhiasan. Lewat produk-produk itu material tenun dapat diolah ke produk lain yang sederhana, tetapi tetap memiliki nilai jual bagus yang terjangkau.

Proses pembuatan kerajinan di dusun tersebut memperlihatkan kerja sama an tara kaum ibu dan kaum bapak. Kaum ibu umumnya bekerja menempel hiasan kerang, sementara para bapak yang membuat benda benda dari tripleksnya.

Dalam pelatihan ini masyarakat diberikan mesin jahit dengan kemampuan sulam serta variasi bentuk jahitan. Mesin jahit tersebut merupakan mesin jahit listrik yang belum populer di Pulau Liukang Loe. Masyarakat sangat antusias dengan pelatihan itu.

Dengan adanya mesin jahit, peserta pelatihan dapat membuat variasi bentuk jahitan dan kemampuan sulam. Mesin jahit tersebut kemudian diserahkan kepada warga melalui kepala desa.

Promosi

Tidak sekadar membuat produk, masya rakat juga diajarkan mempromosikannya dengan menggunakan aplikasi Canva. Untuk kebutuhan promosi pula, warga diajarkan ke terampilan memotret produk secara artistik dengan memanfaatkan lingkungan alam di Pulau Liukang Loe yang sangat indah. Kaum bapak sangat antusias dalam mencoba ap likasi Canva tersebut.

Pelatihan penggunaan aplikasi Canva di akui warga menambah motivasi mereka un tuk memublikasikan produk mereka secara daring. Melalui pelatihan diversifikasi terse but, warga mengaku sadar akan pentingnya kreativitas dalam menghasilkan produk produk baru dengan desain yang unik.

Produk yang dihasilkan warga dari pelati han tersebut juga sempat diperlihatkan kepada pemilik resor Tevana House Reef di Tanjung Bira. Pemilik resor selama ini meng aku jika wisatawan asing yang menginap di tempatnya kerap merasa cindera mata yang ada belum memiliki sentuhan modern.

Namun, pemilik resor melihat produk hasil pelatihan sudah sangat menarik karena me miliki paduan antara unsur tradisional dan modern. Ia pun antusias menerima produk tersebut. Ia mempersilakan para perajin un tuk menitipkan produknya di resornya. Hal ini membuktikan pentingnya kerja sama perajin lokal dengan pihak perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas produk mereka.

Saat ini, meski pelatihan telah selesai, tim pengabdian masyarakat dari FSRD ITB ma sih memantau perkembangan usaha warga di sana. Direncanakan pada Juni 2021 akan dijalankan program pengabdian masyarakat berupa pengembangan konsep desa wisata di Tanjung Bira. Tim yakin konsep desa wisata ini akan bisa berjalan dan membantu perkembangan dan pembangunan desa. (Pro/M-1)

961

views