Rancang Tapak Hunian untuk Korban Erupsi Semeru
Tags: ITB4People, Community Services, SDGs13
Awal Mula dari Bencana yang Selalu Tak Terduga
Erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 4 Desember 2021, di masa penghujung tahun menjadi peristiwa yang tak dapat diduga oleh siapapun. Erupsi Gunung Semeru telah menimbulkan banyak korban dan kerusakan rumah, sarana pendidikan dan kesehatan, pasar, serta infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan sebagainya. Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya 1.970 unit rumah rusak, sebagian besar tertimbun pasir vulkanik setinggi lebih dari tiga meter akibat erupsi. Desa yang terkena dampak parah antara lain Sumber Wulu, Sumber Mujur, Penanggal, Candipuro, Sumber Rejo, Supiturang, Sumber Urip dan Oro-Oro Ombo. Merupakan kebutuhan mendesak untuk memindahkan penduduk ke daerah baru yang lebih aman. Pemerintah Kabupaten Lumajang telah melakukan inisiatif taktis dan cepat bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk tim dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Rumah Amal Salman, untuk bergegas mengembangkan rencana tapak (site-plan) untuk rumah baru yang direlokasi.
Tim Penyusunan Rencana Tapak Relokasi bagi Korban Terdampak Awan Panas Guguran Gunung Semeru pada bulan Desember 2021 segera disusun oleh Dekan SAPPK ITB, setelah melalui serangkaian diskusi antara Bappeda Kabupaten Lumajang, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Lumajang, dan Tim Rumah Amal Salman terkait rencana relokasi bagi korban. Tim SAPPK ITB ini beranggotakan Dr. Allis Nurdini, S.T., M.T. (Ahli Perumahan dan Permukiman), Medria Shekar Rani, S.T., M.T., Ph.D. (Ahli Perancangan Arsitektur Lanskap), Dr.Ing. Andry Widyowijatnoko, S.T., M.T. (Ahli Teknologi Bangunan), Dr. RM. Petrus Natalivan Indradjati, S.T., M.T. (Ahli Perencanaan dan Perancangan Perkotaan), Dr. Nurrohman Wijaya, S.T., M.Sc. (Ahli Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan), Dr. Fikri Zul Fahmi, S.T., M.Sc. (Ahli Perencanaan Wilayah dan Perdesaan), Ir. Mipi Ananta Kusuma (Ahli Geodesi ITB yang merupakan Ketua Rumah Amal Salman), serta para asisten dari Program Studi Arsitektur dan Program Studi Perencaanaan Wilayah dan Kota, dengan Penanggung Jawab Dekan SAPPK Dr. Sri Maryati, S.T., M.I.P. Tim berkolaborasi dengan Program Studi Arsitektur Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki Malang) dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Malang dan Jawa Timur. Khusus untuk produksi site-plan perumahan relokasi yang terukur dilakukan beberapa kali iterasi oleh Dr. Allis, Dr. Medria dan tim asisten yang terdiri dari Romi Brahmantyo ST, MSc dan Krisna Agustriana, S.Ars.
(Tanpa) Preseden Rujukan
Mengingat situasi bencana erupsi yang menimbun ribuan rumah dalam satu waktu dan terjadi di masa pandemi Covid-19, maka baik pemerintah maupun para tim yang terlibat tidak dapat menyandarkan pada suatu preseden tertentu yang tipikal pada kegiatan penanganan maupun perencanaan pasca bencana. Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan dalam menyusun perencanaan dan perancangan ini harus disusun melalui serangkaian tahapan yang spesifik dan sangat segera/mendesak. Waktu perancangan yang ditetapkan hanya berkisar dua sampai tiga pekan saja karena berpacu dengan kebutuhan dasar hunian bagi para warga korban erupsi agar segera bisa keluar dari tenda ataupun bedeng pengungsian sementara.
Tahap inisiasi – merupakan tahap awal yang paling menentukan. Begitu komunikasi dari tim Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman tersampaikan kepada tim ITB beberapa hari setelah bencana terjadi, maka diperlukan koordinasi yang sangat cepat dan intensif baik antar tim maupun di internal tim yang ada. Tidak mudah dilakukan karena bersamaan dengan masa berakhirnya kegiatan di akhir tahun anggaran dari sisi Pemerintah Daerah maupun tahun kegiatan akademik dari sisi ITB. Sebagian personel tim ITB tengah menuntaskan kegiatan-kegiatan akhir tahun dan atau situasi lainnya. Kecepatan inisiasi pembentukan tim internal ITB maupun antartim ini dapat terjadi karena adanya komunikasi informal antarpersonal dan tak luput adanya bantuan tim cepat dari lembaga masyarakat dalam hal ini Rumah Amal Salman.
Tahap perencanaan dan perancangan tapak – merupakan inti proses penyatuan aspirasi dari kebutuhan mendesak Pemerintah Kabupaten Lumajang dan solusi teknis yang prioritas perlu disajikan oleh Tim SAPPK ITB. Beberapa kali informasi penentuan lokasi relokasi mengalami perubahan. Pada awalnya, terdapat dua lokasi perencanaan tapak relokasi yang keduanya merupakan lahan Perhutani yang dialihkan melalui Instruksi Presiden menjadi lahan relokasi korban erupsi Semeru, yaitu di Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candipuro dan Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang.
Proses penyusunan site-plan perumahan yang terukur ini sangat unik karena dikelola selama masa pandemi Covid-19 masih berlangsung, dengan akses terbatas dan mobilisasi tim yang juga terbatas. Survei pengukuran pertanahan dilakukan oleh Tim Ir. Mipi, sedangkan survei bidang arsitektur dilakukan ke lokasi oleh Dr. Medria dan Dr. Andry. Selanjutnya untuk proses iterasi kapling relokasi perumahan, maka koordinasi utama diproses secara online bersama dengan pemerintah daerah Kabupaten Lumajang dalam hal ini bersama Kepala Dinas dan Kabid terkait Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kabupaten Lumajang. Beberapa koordinasi dan kerjasama yang dilakukan antara lain diskusi dengan perwakilan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Timur, dan tim dari Jurusan Arsitektur Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Proses perencanaan dilakukan berdasarkan hasil survei dan pemetaan tapak secara menyeluruh, termasuk perhitungan rencana kebutuhan fasilitas di dalam lahan. Berdasar pertimbangan aksesibilitas dan kecepatan teknis untuk pematangan lahan siap huni maka lokasi prioritas pertama dilakukan perancangan pada Desa Sumber Mujur (luas 81,55 Ha) dengan daya tampung 1.951 unit, diharapkan dapat mencapai sekitar 2.500 unit hunian.
Lokasi lahan relokasi di Desa Sumber Mujur berjarak +10 km dari kawah Gunung Semeru. Salah satu pertimbangan dalam pemilihan lokasi yaitu tapak tidak pernah mengalami bencana, seperti banjir, longsor, kekeringan, dan abu vulkanik. Tata guna lahan eksisting di dalam tapak didominasi oleh ladang (jagung, kopi, palawija, dan hortikultura) dan pertanian. Terdapat tiga aliran sungai yang melintasi tapak; dua di antaranya merupakan sungai kecil dengan lebar 1-2 meter, dan satu sungai besar yang terletak di bagian utara lahan. Terdapat deretan pohon tinggi yang dipertahankan di sepanjang jalan utama yang direncanakan dan di pinggir sungai. Beberapa tantangan dalam pembangunan hunian di dalam tapak meliputi usaha land clearing, pemadatan, dan pematangan lahan sehingga membutuhkan waktu dan alat berat.
Diskusi dan iterasi rancangan site-plan berlangsung secara maraton, setidaknya hampir dua hari sekali dilakukan rapat koordinasi antara tim SAPPK ITB dengan tim pemerintah daerah melalui media online. Selain rumah, tapak dirancang berbagai fasilitas, di antaranya gedung serba guna, masjid, madrasah, sekolah, pasar, serta area kebun bersama dan kandang ternak terpadu. Aspek sosial budaya dan aspek sosial ekonomi menjadi pertimbangan utama dalam modifikasi rancangan tapak. Semua kapling unit hunian diharapkan menghadap relatif ke arah Utara-Selatan. Secara keseluruhan kemiringan rata-rata lahan pada kawasan Desa Sumber Mujur maksimal 10%. Mengingat lahan yang terbatas, maka ukuran kapling disusun tipikal yaitu memiliki ukuran 10x14 m2 yang disusun berderet per-10 unit dan back-to-back dengan deretan kapling berderet juga sehingga membentuk kelompok blok 20 rumah. Selain menghadap jalan lingkungan dengan ukuran 6m-7m, pada sisi belakang terdapat gang belakang selebar 1,5m agar penempatan bangunan hunian sementara maupun hunian tetap pasca bencana berikut utilitas komunal terkendali juga agar kelangsungan aktivitas harian warga perdesaan seperti memiliki ternak skala rumah masih dimungkinkan ada. Beberapa lokasi kapling di tepian ada yang menjadi fasilitas terbuka hijau maupun fasilitas bersama seperti parkir truk dan kandang ternak. Proses merancang tapak ini berlangsung secara iterative, berulang-ulang terjadi perubahan, dan dilakukan dalam tempo perancangan yang sangat singkat.
Tahap finalisasi – merupakan tahap penyajian gambar site-plan akhir dan komunikasi pada tim teknis terpadu yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Lumajang. Pada tahap ini termasuk komunikasi untuk menjelaskan aspek perumusan gambar yang lebih detail menuju tahap konstruksi. Hasil perencanaan tapak selanjutnya dipresentasikan oleh Tim Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Lumajang saat Wakil Presiden RI berkunjung dan meresmikan Kawasan Relokasi Desa Sumber Mujur pada tanggal 14 Januari 2022. Sejak Maret Tahun 2022, rencana lokasi perumahan telah dikembangkan dan perumahan telah dibangun di daerah relokasi baru, Desa Sumber Mujur, menggunakan prototipe rumah modular (model rumah instan sederhana sehat/RISHA) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Selain itu, beberapa lembaga mitra setempat turut berkontribusi membangun sejumlah rumah relokasi untuk segera dihuni warga korban erupsi yang harus segera berhuni.
Pembelajaran Utama Bagi Semua
Berdasarkan kegiatan ini, terdapat pembelajaran proses dan produk yang diimplementasikan dari prinsip penyusunan rancangan tapak hunian pasca bencana dengan metode relokasi. Prinsip-prinsip tersebut berkorelasi dengan Sustainable Development Goals (SDG) terutama Kota dan Komunitas Berkelanjutan (nomor 11) dan Kemitraan untuk Mencapai Tujuan (nomor 17). Disimpulkan berdasarkan kegiatan ini, bahwa proses kolaborasi perlu dilakukan secara terbuka dan dapat terjadi secara informal antara komunitas akademisi, pemerintah dan praktisi yang beragam. Informality in formality merupakan kunci pembelajaran untuk kecepatan proses perencanaan dan perancangan perumahan, terutama pada masa darurat dan masa pemulihan pasca bencana alam. Poin penting berikutnya dari pembelajaran yaitu proses kolaborasi dan perancangan secara online di masa pandemi ternyata dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan mobilitas dan akses. Berbagi pengetahuan dan keterampilan juga diidentifikasi sebagai timbal balik antara pemangku kepentingan akademisi, pemerintah, dan masyarakat untuk mencapai solusi teknis yang optimal dan keputusan yang dapat diterima oleh pemangku kepentingan utama. Semoga pengabdian masyarakat ini dapat berkontribusi untuk masa depan perencanaan dan desain perumahan yang lebih baik dan berkelanjutan, terutama di masa disrupsi yang disebabkan oleh kondisi bencana dan pada masa pandemi.