Profil Gelombang Otak Korban Pasca Bencana Banjir Kabupaten Subang

Profil Gelombang Otak Korban Pasca Bencana Banjir Kabupaten Subang

Tags: ITB4People, Community Services, SDGs14

Bencana Banjir di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Tahun 2021

Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan angin puting beliung. BNPB memberi verifikasi sebanyak 5.402 kejadian bencana di sepanjang tahun 2021, yang diantaranya tercatat frekuensi banjir pada tahun 2021 terjadi sebanyak 1.794 kasus. Untuk tidak melupakan sejarah kebencanaan di Indonesia, salah satu kasus banjir besar terjadi di awal bulan Februari 2021 yang melanda 120 desa di 18 dari 21 kecamatan di Kabupaten Subang, seperti yang dilansir oleh BPBD Subang. BMKG telah memperkirakan bahwa wilayah Jawa Barat Utara (Pantura) diperkirakan akan mengalami intensitas hujan di atas normal dengan curah hujan tinggi antara 300-500 mm dari kurun bulan Desember 2020 hingga Februari 2021. Banjir di Subang berlangsung lebih dari satu pekan terjadi akibat curah hujan intensitas tinggi dengan debit air hujan melebihi 213.62 m3/detik di musim penghujan (https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/101780), juga menyebabkan longsor di 3 kecamatan lainnya (Sagalaherang, Cisalak, Ciater). Bencana banjir tersebut mengakibatkan kerusakan cukup parah meliputi bangunan rumah, kendang ternak dan fasilitas umum (mushola, kantor, sekolah, jembatan) sehingga 129.535 warga dari 42.084 KK terdampak dengan 5 korban meninggal dunia, serta sebanyak 35.827 warga harus mengungsi.

Bencana banjir ini termasuk bagian dari banjir besar Pantura yang merupakan bagian dari DAS Cipunegara dengan panjang sekitar 147,3 km mengalir dari dari Gunung Bukit Tunggul di Pegunungan Bandung Utara dan bermuara ke Laut Jawa. DAS Cipunegara sendiri merupakan 1 dari 5 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yaitu DAS Citarum, DAS Cipunegara, DAS Cimalaya, DAS Cilalanang, dan DAS Ciasem. DAS Citarum sendiri melewati 9 Kabupaten (Bandung, Bandung Barat, Subang, Purwakarta, Karawang, Sumedang, Cianjur, Bekasi dan Indramayu) dan 3 Kota Besar (Bandung, Cimahi, Bekasi). Perbaikan yang sudah dilakukan oleh Kementrian PUPR salah satunya adalah dengan meninggikan tanggul sementara di lokasi terdampak seperti yang dibangun di Desa Mulyasari, salah satu dari 9 desa terdampak banjir di Kecamatan Pamanukan - Subang. Laporan terakhir yang diperoleh dari pejabat Kantor Desa Mulyasari bahwa sejak awal Desember 2022 terjadi peningkatan debit air Sungai Cipunegara. Banjir Kembali melanda rumah warga Desa Mulyasari mencapai ketinggaian hingga 50 cm di pertengahan Februari hingga awal Maret 2023 akibat hujan yang turun tanpa henti sehingga terjadi luapan Sungai Cigadung yang bermuara ke Sungai Cipunegara.

Dampak Bencana Banjir terhadap Kondisi Psikologis Korban

Dampak bencana banjir, selain terlihat dari kerusakan material juga mempengaruhi kondisi psikis penduduk yang bila berlangsung cukup lama akan memunculkan gejala trauma Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Dalam rangka membantu masyarakat yang terdampak dari musibah bencana tersebut, kelompok keilmuan Fisiologi, Perkembangan Hewan, dan Sains Biomedik (FPHSB), Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), bersama dengan kelompok keilmuan Instrumentasi dan Kontrol, Fakultas Teknologi Industri (FTI), Institut Teknologi Bandung, melakukan kegiatan survey kondisi penduduk sebagai bagian dari Pengabdian Masyarakat Citarum Harum 2021 di Desa Mulyasari, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang, terhitung enam bulan pasca bencana terjadi. Kegiatan meliputi pengambilan data profil penduduk terdampak bencana melalui kuesioner yang diikuti oleh 95 penduduk terdampak ringan dan sedang, serta 18 penduduk terdampak berat. Hasil survey terhadap 113 rensponden menyatakan bahwa lebih dari 80% masyarakat merasakan kondisi banjir selama 1-2 minggu dan mengalami kerugian materiil berupa kehilangan seisi rumah (8%), kerusakan rumah (45%) serta sejumlah perangkat rumah tangga, peralatan eletronik, pakaian mencapai 88%.

Pengukuran Gelombang Otak pada Korban Bencana Banjir

Untuk melengkapi dan mengetahui kondisi korban bencana banjir, maka dilakukan pula pengukuran gelombang otak terhadap 11 naracoba yang mewakili korban terdampak berat, terdiri dari 6 pria dan 5 perempuan dengan menggunakan perangkat MuseTM ElectroEncephaloGraph (EEG). Perangkat MuseTM EEG adalah alat untuk mendeteksi aktivitas otak berdasarkan impuls listrik yang diterima oleh 4 buah sensor elektroda yang menempel secara invasif pada tempurung kepala. Dua sensor elektroda merekam gelombang otak di area kepala depan (anterofrontal) dan dua sensor di area belakang telinga (temporoparietal). Area anterofrontal berfungsi dalam kontrol perilaku individu serta proses kognitif kompleks, misalnya terkait pengambilan keputusan, sedangkan area temporoparietal berfungsi dalam proses memori. Hasil perekaman EEG berupa sajian data gelombang theta dengan frekuensi rendah (4-8 Hz)  serta gelombang gamma berfrekuensi tinggi (>35 Hz).

Frekuensi rendah dari gelombang theta mencirikan kondisi otak yang lebih rileks, biasanya muncul saat tidur atau sedang bermeditasi. Gelombang theta berhubungan erat dengan daya ingatan atau memori serta tingkat kesadaran rendah dalam siklus tidur alami tubuh, yang berhubungan dengan fenomena mimpi. Namun gelombang theta juga dapat mendeskripsikan proses pengambilan memori individu yang mengalami trauma terkait pengalaman tidak menyenangkan. Gelombang gamma merupakan gelombang otak dengan kekuatan tertinggi, yaitu berkisar antara 30–100 Hz, namun biasanya individu memiliki rata-rata gelombang gamma antara rentang 35 - 40 Hz. Fungsi gelombang gamma muncul ketika seseorang sedang memproses informasi dengan cara konsentrai dan berfikir serius dikaitkan dengan tingkat kesadaran yang tinggi, sebagai contoh saat seorang siswa sedang mengisi soal ujian, namun kondisi ini kadangkala diikuti dengan rasa cemas.

Perekaman gelombang otak melalui perangkat EEG dilakukan bersamaan dengan dilakukannya proses wawancara terhadap naracoba dengan durasi hingga 15 menit. Metode wawancara dilakukan untuk mendorong profil aktivitas gelombang otak korban bencana banjir ketika distimulasi pertanyaan terkait pengalaman saat bencana terjadi. Perekaman gelombang otak dari perangkat EEG tersambung dengan aplikasi Mind Monitor melalui koneksi nirkabel Bluetooth yang selanjutnya data dapat dianalisis lebih lanjut berdasarkan perbedaan belahan otak (hemisfer) kiri dan kanan pada kedua gelombang theta maupun gamma.

Perbedaan Aktivitas Gelombang Otak Theta dan Gamma

  • Gelombang Otak Theta

Telaah data mengungkapkan fakta bahwa aktivitas gelombang theta pada area otak depan (anterofrontal) dan otak samping (temporoparietal) korban pasca bencana banjir yang distimulasi oleh wawancara mengalami peningkatan aktivitas gelombang otak yang lebih tinggi pada area belahan otak (hemisfer) kiri. Peningkatan aktivitas gelombang theta pada anterofrontal hemisfer kiri dapat dikaitkan dengan keadaan otak naracoba saat memproses emosi disertai tingkat gairah membuncah yang mencirikan tingkat antusiasme yang tinggi saat wawancara dilakukan, namun antusiasme pemrosesan informasi tersebut mengarah pada emosi negatif terkait pengalaman bencana banjir. Sejalan dengan itu, aktivitas gelombang theta area temporoparietal pun lebih tinggi pada area hemisfer kiri, sebagai salah satu indikasi bahwa aktivitas pemanggilan ingatan atas kejadian, disebut sebagai memori episodik terkait bencana banjir, dikirim untuk diproses lebih lanjut ke area otak lainnya di hipokampus yang mengelola konsolidasi memori dan area amigdala yang mengelola proses emosi. Kedua area otak hipokampus dan amigdala ini terletak berdekatan dengan sensor elektroda di temporoparietal. Salah satu temuan ilmiah penting menyatakan bahwa perubahan gelombang theta yang tidak teratur muncul pada pasien yang mengalami mimpi buruk saat siklus tidur di fase non-Rapid Eye Movement/non-REM saat mata tidak banyak bergerak dan otot kurang rileks berbeda jika dibandingkan saat individu sedang mimpi indah dan otot dalam kondisi rileks seperti yang muncul pada saat fase tidur REM yang membuat tubuh lebih nyaman ( (DOI: 10.1093/sleep/zsx110).

  • Gelombang Otak Gamma

Hasil telaah aktivitas gelombang gamma juga menunjukkan karakteristik gelombang otak terkait pemrosesan emosi negatif. Di area anterofrontal, saat wawancara terlihat aktivitas gelombang gamma lebih tinggi di belahan otak (hemisfer) kiri yang mengindikasikan pemrosesan stimulus memori terkait bencana banjir sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan (unpleasant stimulus). Dapat diduga bahwa saat dilakukan proses wawancara justru menstimulasi munculnya pengalaman kurang menyenangkan, namun hal ini justru mengindikasikan kontribusi hemisfer otak kiri yang teramati lebih dominan saat seseorang memproses pengalaman bencana yang tidak terpisahkan dari rangsangan emosi negatif. Sebaliknya, aktivitas gelombang gamma di area temporoparietal justru terkonsentrasi pada hemisfer kanan yang mencirikan keadaan pemrosesan emosi negatif yang sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan adanya kondisi kecemasan yang berlebih diikuti dengan gangguan regulasi emosi sehingga pemrosesan emosi negatif terstimulasi sangat tinggi. Ulasan ilmiah terkini menemukan bahwa kehadiran gelombang otak gamma yang tinggi di area otak prefrontal individu merupakan biomarker kondisi depresi (DOI 10.1038/s41398-018-0239-y). Munculnya gelombang gamma yang tinggi di area otak depan (anterofrontal dan prefrontal) dapat menjadi penanda spesifik bahwa korban bencan banjir mengalami stres yang dapat pula diiringi dengan peningkatan denyut jantung (doi:10.3389/fncom.2016.00101).

Berdasarkan tinjauan anatomi dan fungsi tubuh, aktivitas gelombang otak di area hemisfer kiri dan hemisfer kanan memiliki pemrosesan fungsi yang berbeda. Aktivitas otak yang dominan pada hemisfer kiri mewakili keadaan pemrosesan bahasa yang meliputi verbal, tulisan, interpretasi bahasa, serta kemampuan analisis logis seperti kalkulasi. Sementara itu, pada hemisfer kanan cenderung teraktivasi lebih tinggi ketika seseorang melakukan pemrosesan spasial. Rohr dkk (2013) (doi.org/10.1371/journal.pone.0068015) mengungkapkan teori terkait right hemisphere hypothesis (RHH) bahwa hemisphere otak kanan lebih sensitif terhadap rangsangan emosi dibandingkan hemisfer kiri. Meski demikian, beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa aktivitas pemrosesan emosi negatif tidak terbatas diaktivasi pada hemisfer kanan saja dan hemisfer kiri juga dapat teraktivasi lebih tinggi saat otak memproses emosi.

Simpulan

Dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan gelombang otak melalui perangkat EEG yang diukur enam bulan pasca bencana banjir dapat memberikan gambaran profil kondisi psikis naracoba yang mewakili korban terdampak berat. Respons emosi menunjukkan gejala stress yang dialami korban bencana banjir selanjutkan akan diproses lebih pada sirkuit yang lebih luas di otak tengah (kortikolimbik) yang akan melibatkan peningkatan aktivitas area amigdala yang berhubungan dengan pemrosesan emosi negatif, area hipokampus yang berkaitan dengan konsolidasi memori, serta area otak depan yang disebut korteks medial prefrontal sebagai pusat analisis. Bagian otak yang disebut tersebut di atas, selain berperan dalam pengondisian memori juga berfungsi memfasilitasi kesadaran individu untuk menekan respons emosional berlebih. Salah satu pernyataan naracoba adalah ingatan akan kejadian bencana akan kembali muncul ketika memasuki musim hujan yang berulang setiap tahun. Oleh karena itu salah satu kegiatan yang dapat meringankan beban psikososial masyarakat terdampak adalah melibatkan mereka dalam kegiatan positif secara terpadu dan kontinyu yang dikelola dengan baik oleh berbagai Dinas di lingkup Pemerintahan Daerah Kabupaten Subang dan Provinsi Jawa Barat.

392

views