ITB memperkenalkan program pengolahan limbah organik pada level rumah tangga dan komunal dengan aplikasi tong sampah biokonversi di daerah gempa Cianjur di Desa Sukaratu, Kecamatan Gekbrong, pada Sabtu 4 November 2023
Kegiatan ini adalah bagian dari pengabdian para masyarakat untuk wilayah yang terkena dampak gempa di Cianjur. Tim pengabdian ini dipimpin oleh Dr. Acep Purqon dan para mahasiswa Prodi Fisika ITB dengan beberapa kegiatan yang terintegrasi.
Kegiatan ini juga lanjutan dari beberapa kegiatan pendampingan sebelumnya sejak awal tahun ini yang juga melibatkan warga, pemuda, ibu-ibu, dan RT, RW dan setempat.
Berbagai permasalahan muncul pasca gempa Cianjur. Salah satunya adalah permasalahan sampah yang menumpuk. Sebagian sampah ada yang dibuang ke sungai yang memunculkan persoalan baru di tempat lain.
Hal lain adalah di beberapa lokasi mulai terjadi penurunan kedalaman sumur setelah gempa. Sehingga diperlukan berbagai teknologi untuk solusi pencarian air bersih tersebut.
Acep Purqon mengenalkan bagaimana Fisika kebencanaan dan lingkungan terkait dengan solusi untuk sustainable earth.
Salah satu yang dilakukan adalah pengelolaan sampah organik melalui tong sampah biokonversi untuk menghasilkan biomasa untuk pupuk maupun pakan ternak. Inovasi ini telah dikembangkan juga oleh salah satu anggota tim pengabdian masyarakat ini yaitu Dr. Ramadhani Eka Putra.
Selanjutnya secara parallel membina dan memberi pendampingan untuk budidaya lebah trigona untuk mendapatkan pemasukan kelompok tani yang ada. Sebelumnya, petani di daerah ini melakukan berbagai kegiatan pertanian padi di sawah, peternakan domba, budidaya sayur mayur dll.
Warga sangat antusias mengikuti pelatihan pengelolaan sampah ini yang dilakukan mahasiswa ITB.
Sebetulnya secara circular economy, pengolahan sampah dan waste management ini akan satu supply chain dengan precision farming, smart farming dan integrated farming. Karena feeder dari pakan dan pupuk hasil pengolahan sampah ini akan sampai ke sini untuk mendukung kemandirian lokal.
Seperti diketahui masing-masing tempat mempunyai keunikan microclimate masing-masing daerah. Antar daerah di Indonesia juga punya keunikan masing-masing dan menjadi kekayaan nusantara, misalnya pada ethnofarm. Beberapa idenya bisa berlanjut menjadi startup, kerjasama dengan perusahaan, kerjasama dengan pemda, menjadi BUMDes dll.
Hal ini semakin menyadarkan perlakuan khusus masing-masing tanaman terutama untuk beberapa jenis tanaman sangat berbeda antara subtropis dan tropis. Khas tropis ini harus menjadi teknologi dan kekuatan penelitian-penelitian farming khas tropis untuk rekayasa biomasa.
Solusi yang seperti parsial ini sebenarnya adalah mata rantai dari solusi penyeluruh untuk suatu daerah dari hulu hingga hilir. Dari sampah, ke pertanian sampai makanan dan terus berputar siklusnya.