Penetapan Batas Laut Daerah Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat

Mata pencaharian masyarakat Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat didominasi oleh industri pertanian, pariwisata, dan bahari. Menurut data statistik yang diterbitkan dalam Laporan Perekonomian Bali dan Nusa Tenggara Barat oleh Bank Indonesia pada tahun 2022, sektor industri penyedia jasa akomodasi makanan dan minuman, transportasi, dan perikanan menyerap hingga 35% tenaga kerja di Bali dan sekitar 27% tenaga kerja di Nusa Tenggara Barat. Angka-angka ini memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian kedua provinsi tersebut.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mengontrol penuh atas ruang laut di daerah provinsi. Hal ini diperlukan agar proses pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) di laut dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pencapaian kontrol penuh atas ruang laut ini dapat diwujudkan dengan penetapan batas laut daerah yang jelas dan adil bagi kedua pihak wilayah administratif (provinsi), yakni Bali dan Nusa Tenggara Barat dengan laut yang saling bertampalan. Penetapan batas laut ini akan berkaitan erat dengan berbagai aspek hukum, termasuk kepemilikan hukum, hak guna SDA, tanggung jawab pemerintahan, perpajakan, hingga penentuan luas area untuk perhitungan potensi SDA, kepadatan penduduk, dan alokasi dana perimbangan daerah.

Secara hukum, Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang secara khusus dijelaskan pada Pasal 27 mengenai kewenangan daerah provinsi di laut. Pasal 27 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa daerah provinsi diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut yang berada dalam wilayahnya, mencakup:

  1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi,
  2. Pengaturan administratif,
  3. Pengaturan tata ruang,
  4. Memelihara keamanan di laut,
  5. Mempertahankan kedaulatan negara.

Pada ayat (3), secara lebih detail dijabarkan tentang teknis penentuan jarak atau batas kewenangan daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut adalah paling jauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Selain itu, pada ayat (4) dijelaskan apabila wilayah laut antara dua daerah provinsi kurang dari 24 mil laut, maka kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut dilakukan dengan pendekatan sama jarak atau metode ekuidistan. Akan tetapi, metode ini dapat memicu timbulnya masalah atau sengketa ketika dasar penentuan titik pangkal untuk menentukan batas laut daerah berbeda antara dua daerah yang berbatasan. Dengan demikian, diperlukan alternatif solusi untuk mencegah potensi permasalahan semacam itu dan untuk mewujudkan tata kelola laut yang baik (good ocean governance).

Gambar 1. Tim Pengabdian Masyarakat dari Kelompok Keahlian Hidrografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian melakukan sosialisasi tentang penetapan batas laut daerah di Lombok, Nusa Tenggara Barat

500

Gambar 2. Peta Laut Nomor 291 yang menunjukkan area studi pengabdian masyarakat

Oleh karena itu, sebagai bagian dari Program Pengabdian Masyarakat, Tim Pengabdian Masyarakat dari Kelompok Keahlian (KK) Hidrografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB ’turun ke lapangan’ untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai penentuan batas laut daerah kepada pemerintah dan masyarakat di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat. Karakteristik dari kedua provinsi ini memiliki ruang laut yang saling berhadapan atau bertampalan, yang dipisahkan oleh Selat Lombok. Dalam upaya ini, tim pengabdian masyarakat juga mencoba untuk mengusulkan suatu metode penentuan batas laut daerah melalui pendekatan sama luas atau metode ekuivalen. Hal ini dikarenakan karakteristik kedua wilayah sesuai dengan kriteria yang dijelaskan pada UU No 23 Tahun 2014 Pasal 27 Ayat (4). Tim pengabdian masyarakat berharap bahwa implementasi metode ekuivalen dapat menjadi alternatif solusi untuk menghindari potensi sengketa ruang laut antara kedua wilayah provinsi. Selain melakukan pendekatan yang dilakukan secara delineasi (melalui peta), tim pengabdian masyarakat juga melakukan kegiatan survei lapangan untuk mengidentifikasi kondisi sebenarnya, yaitu mengetahui: (1) Garis pantai untuk penentuan titik pangkal dalam penarikan garis batas laut daerah, (2) Identifikasi potensi konflik yang ditemukan selama ini antar masyarakat khususnya nelayan saat mencari ikan di laut.

Penetapan Batas Laut Daerah

Salah satu metode penetapan batas laut daerah dapat dilakukan dengan pendekatan sama jarak (metode ekuidistan). Secara geografis, metode ekuidistan adalah garis geometris yang terdiri atas segmen-segmen titik yang digabungkan. Segmen titik ini sendiri digambarkan dari baseline atau garis pantai sampai kepada jarak yang sama dari kedua daerah yang berbatasan dan garis yang terbentuk tersebut akan tegak lurus. Penentuan batas laut di Selat Lombok secara ekuidistan dilakukan dengan menarik garis yang tegak lurus dari titik-titik pangkal sepanjang garis pantai hasil digitasi pada kedua daerah sejauh 12 mil laut. Akan tetapi, apabila jarak total dari kedua daerah kurang dari 24 mil laut maka akan menimbulkan daerah overlap yang secara konsep dapat di klaim oleh kedua daerah atau disebut overlap claim yang seringkali menyebabkan masalah sengketa.

Alternatif solusi yang coba diterapkan oleh tim pengabdian masyarakat adalah dengan pendekatan sama luas atau disebut metode ekuivalen. Penetapan batas laut dengan metode ini akan membagi wilayah laut antara dua daerah yang memiliki laut saling bertampalan atau berhadapan menjadi sama luas. Alasan prinsip ini diterapkan karena sejalan dengan kecocokan terhadap kearifan lokal Indonesia yang sejak dahulu masyarakatnya menerapkan nilai keadilan apabila sesuatu mendapat bagian yang ‘sama luas’ atau ‘sama besar’ sehingga memastikan bahwa pembagian wilayah laut adalah adil dan setara bagi semua pihak yang terlibat.. Metode ekuivalen pada dasarnya mengadaptasi hasil batas laut yang ditentukan menggunakan pendekatan sama jarak melalui proses pergeseran garis ekuidistan sampai diperoleh luas yang sama antara dua area.

Penentuan batas laut daerah akan memberikan manfaat positif bagi pemerintah provinsi, terutama kabupaten/kota yang memiliki wilayah laut. Selain mendapatkan wilayah laut yang sama luas, kabupaten/kota akan mendapatkan penghasilan yang adil dari pengelolaan sumber daya di wilayah laut sesuai dengan prinsip bagi hasil yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 18. Pasal tersebut menyatakan bahwa kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi.

Gambar 3. Peta batas laut daerah dengan menerapkan metode ekuidistan dan ekuivalen antara Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menerapkan metode ekuidistan dan metode ekuivalen dihasilkan representasi pada Peta Batas Laut Daerah di Selat Lombok. Terlihat perbedaan yang signifikan dalam luas laut, di mana penggunaan dari metode ekuivalen menghasilkan luas yang relatif sama sesuai dengan prinsip keadilan antara Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat dibandingkan dengan penggunaan metode ekuidistan. Hal ini akan memberikan dampak positif dalam tata kelola administratif di lingkungan pemerintahan kabupaten/kota sesuai dengan haknya.

Gambar 4. Hasil wawancara dan sosialisasi Tim Pengabdian Masyarakat dari Kelompok Keahlian Hidrografi bersama Bapak H. Beni Basuki, S.T. sebagai Kepala Desa Lembar Selatan Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat

Wawancara dilakukan di dua kantor desa yang lokasinya berhadapan langsung dengan Laut Selat Lombok, yaitu Desa Lembar Selatan (Provinsi Nusa Tenggara Barat) bersama Bapak H. Beni Basuki, S.T. selaku Kepala Desa dan Desa Manggis (Provinsi Bali) bersama Bapak I Nengah Merta selaku Sekretaris Desa Manggis. Kegiatan ini bertujuan untuk sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman mengenai batas laut daerah dan kebijakan yang berlaku sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, peninjauan langsung di lapangan berupa survei garis pantai dengan menggunakan drone dilakukan untuk mengetahui garis pantai di lokasi terkait.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil survei lapangan oleh Tim Pengabdian Masyarakat dari Kelompok Keahlian Hidrografi ditemukan bahwa masyarakat dan pemerintah setempat khususnya perangkat desa memiliki pemahaman terbatas terkait batas laut daerah dan prinsip bagi hasil untuk kabupaten/kota atas pengelolaan sumber daya di wilayah laut. Hal ini akan berdampak terhadap tidak optimalnya penghasilan yang akan didapatkan oleh pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan wilayah laut. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 18 Ayat (1) sampai (5) menyatakan bahwa kewenangan daerah (kabupaten/kota) untuk mengelola sumber daya di wilayah laut berhak mendapatkan bagi hasil sebesar sepertiga dari wilayah kewenangan provinsi. Dengan menerapkan pendekatan sama jarak terhadap wilayah laut yang saling bertampalan antar dua provinsi menyebabkan diperolehnya luas ruang laut yang tidak sama. Celah ini akan menimbulkan ketidakadilan pendapatan/penghasilan dari pengelolaan wilayah laut suatu kabupaten/kota apabila diakumulasikan dari sepertiga wilayah kewenangan provinsi. Untungnya, terdapat hal positif dari temuan lapangan hasil wawancara perangkat desa setempat bahwa selama ini belum pernah ditemukan konflik antara masyarakat khususnya nelayan ketika mencari ikan di laut. Kabar baik ini harus terus dipertahankan serta perlu didukung dengan membekali masyarakat perihal pemahaman komprehensif terkait batas laut daerah. Meskipun demikian, terlepas dari ada atau tidaknya konflik, penetapan batas laut daerah tetap harus dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku dan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 27 yang dijalankan secara tepat dan akurat untuk mencegah potensi sengketa di masa depan.

Tulisan Pendukung

Saran dan upaya kedepan untuk peningkatan pemahaman tentang batas laut daerah perlu dilakukan agar metode ekuivalen dapat diimplementasikan secara optimal. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Sosialisasi oleh Pemerintah Provinsi: Pemerintah provinsi dapat mengadakan kampanye sosialisasi untuk menginformasikan masyarakat tentang kewenangan provinsi dan kabupaten/kota terkait batas laut daerah.
  2. Sosialisasi kepada Masyarakat Lokal: Perangkat desa harus turut serta dalam upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat, terutama nelayan, mengenai batas ruang laut saat mereka mencari ikan. Hal ini bertujuan untuk menghindari potensi konflik yang dapat timbul.
  3. Kerja Sama antara Pemerintah Pusat, Daerah, dan Perguruan Tinggi: Penting untuk menjalin kerja sama yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan tinggi guna mendukung pemahaman yang lebih baik tentang batas laut daerah dan implementasi metode ekuivalen.

Selain itu, penetapan batas laut daerah merupakan perwujudan dari upaya pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu sehingga tercipta tata kelola laut yang baik (good ocean governance). Hal ini sesuai dengan kerangka kebijakan kelautan berkelanjutan Indonesia yang disusun dengan pendekatan pada tata kelola kelautan yang terintegrasi wilayah pesisir (integrated coastal and ocean management). Tata kelola laut yang baik bertujuan untuk mengatur kegiatan publik di wilayah laut serta pemanfaatan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya serta dibangun secara sistemik melalui:

  1. Pemahaman bahwa pengelolaan pesisir dan laut beserta sumberdaya yang dikandungnya dilakukan secara terpadu.
  2. Penetapan tujuan dan sasaran pembangunan berkelanjutan.
  3. Pengembangan nilai dan etika.
  4. Pengembangan kemampuan bernegosiasi dalam menyelesaikan perselisihan.
  5. Pengembangan kemampuan perencanaan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara sinergi.
  6. Pengembangan partisipasi aktif pemangku kepentingan.
  7. Penyiapan dan penyelarasan peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan kelautan.
  8. Pengembangan kerjasama regional dan internasional berdasarkan prinsip kesetaraan
  9. Penguatan dan penataan kelembagaan.

Konsep good ocean governance atau tata kelola laut yang baik harus diterapkan dalam pengelolaan wilayah laut untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan.

1247

views