Pemerintahan Indonesia memiliki komitmen untuk membangun dan memperkuat Daerah dan juga Desa, seperti tertulis dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam UU tersebut pemerintahan desa diamanahi agar bisa memajukan desanya agar lebihi mandiri terkhusus dalam merencanakan, mengelola pembangunan desa, serta aset yang dimiliki. Setiap tahun anggaran yang dikucurkan oleh APBN sebagai dana desa mengalami peningkatan. sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Gambar 1: Anggaran Nilai Belanja Transfer Daerah Dana Desa 2017-2023. Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/07/04/dana-desa- bertambah-setiap-tahun-tapi-turun-pada-2022
Anggaran desa merupakah salah satu instrumen penting dalam pembangunan desa. Anggaran dana desa difungsikan untuk pengalokasian sumber daya ke dalam berbagai program desa yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian desa. Program desa difungsikan untuk meningkatkan kesejahteraan, maka anggaran besar yang dimiliki harus diproyeksikan ke arah kesejahteraan berdasar kepada potensi yang dimiliki oleh desa. Pariwisata berbasis desa telah terbukti mampu menjadi penggerak sektor ekonomi desa (Pitana,2009). Pariwisata merupakan sebuah fenomena yang melibatkan banyak pihak yang saling menguntungkan dan dapat memberikan pendapatan besar bagi suatu negara (Murianto,2019).
Di antara jenis pariwisata yang berkembang di Indonesia yakni pengembangan desa wisata. Desa Wisata berdasar Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 10 Tahun 2022 tentang Desa Wisata, didefinisikan sebagai suatu kawasan pedesaan yang memiliki daya tarik wisata dan dikelola oleh masyarakat setempat, yang memadukan atraksi, akomodasi, fasilitas pendukung, dan pengelolaan yang berwawasan lingkungan, berkelanjutan, dan berbudaya. Berdasarkan data Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2023 berikut jumlah desa wisata di Indonesia:
Tahun 2022 | Tahun 2023 |
3419 | 4674 |
Gambar 2: Jumlah Desa Wisata Tahun 2023 (Diolah Tim). Sumber: Kemenparekraf 2023
Pengembangan desa wisata dikategorikan ke dalam desa wisata rintisan, berkembang, maju, dan mandiri (Permenkraf Nomor 10 Tahun 2022). Hanya terdapat 11 desa wisata mandiri, 282 desa wisata maju, 956 termasuk berkembang dan 2351 desa wisata rintisan (Kemenparekraf, 2022). Tentunya setiap desa setiap tahunnya harus terus meningkatkan desa wisatanya ke arah lebih baik. Pengembangan desa wisata dapat berkontribusi terhadap pengurangan angka urbanisasi dan mendorong perekonomian pedesaan, juga berkontribusi meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan, juga desa wisata dapat menunjang pembangunan lingkungan yang berkesinambungan (Oppermann ; Croots dan Holland,1996)
Di Provinsi Kalimantan Timur sendiri jika dibandingkan dengan provinsi lain jumlah jumlah desa wisata belum banyak. Bisa dilihat dalam tabel berikut:
Kabupaten /Kota | Jumlah Desa Wisata |
Kabupaten Berau | 17 |
Kabupaten Kutai Barat | 3 |
Kabupaten Kutai Kartanegara | 15 |
Kabupaten Kutai Timur | 13 |
Kabupaten Mahakam Hulu | 10 |
Kabupaten Paser | 8 |
Kabupaten Penajam Paser Utara | 9 |
Kota Balikpapan | 6 |
Kota Bontang | 5 |
Kota Samarinda | 4 |
Gambar 3: Sebaran Desa Wisata di Kalimantan Timur (Diolah Tim). Sumber: https://jadesta.kemenparekraf.go.id
Salah satu desa yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah desa Bhuana Jaya yang terletak di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Desa Bhuana Jaya memiliki luas 4.531 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 4.158 jiwa. Desa Bhuana Jaya disebut juga dengan Separi III yang mana merupakan desa eks-transmigrasi pada tahun 1981. Dari semua jumlah penduduk dapat dikategorikan bahwa sebanyak 70 % merupakan etnis Jawa ; 20% Sunda dan 10% lainnya merupakan warga lokal Dayak, Kutai, Banjar dan Bugis (Tim Pengabdian dalam wawancara dengan Kepala Desa di aplikasi Desanesha). Secara klaster bahwa desa wisata Bhuana Jaya termasuk dalam kategori desa wisata rintisan, artinya berada pada posisi paling bawah. Meskipun masih berstatus desa wisata rintisan, Bhuana Jaya mampu mendapatkan anugerah 500 besar ADWI.
Berangkat dari hal itu, Desa Bhuana Jaya yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara ini berusaha untuk meningkatkan statusnya dari desa wisata rintinsan menuju tahap yang lebih maju, baik itu berkembang, maju, bahkan mandiri. Sebagai upaya untuk mendukung terciptanya keinginan tersebut, Tim dari Program Pengabdian pada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB) 2024 telah melakukan kegiatan pelatihan untuk pembuatan paket promosi wisata kepada Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Bhuana Jaya. Kegiatan pelatihan tersebut dipimpin oleh Bapak Dr. Ridwan Fauzi, S.Pd., M.H. dan Dr. A.H. Galih Kusumah, M.M., CHE. Pemilihan Desa Bhuana Jaya sebagai tempat pengabdian juga, tak terlepas dari Rencana Strategis Penelitian dan Pengabdian Masyarkat ITB tahun 2021-2025. Pasalnya berkaitan dengan zona wilayah, Bhuana Jaya ini masuk ke dalam lingkar 4 yang artinya sebagai daerah di luar pulau Jawa.
Desa Wisata Bhuana Jaya
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Tim dengan Kepala Desa dan Tim Kelompok Sadar Wisata desa Bhuana Jaya, Desa Bhuana Jaya diketahui memiliki banyak potensi daya tarik wisata yang dimiliki. Di antaranya:
Besarnya potensi desa wisata Bhuana Jaya yang digerakan oleh Pokdarwis memiliki berbagai masalah. Di antara sejumlah permasalahan yang berhasil kami himpun yakni; Pertama, kurangnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku wisata yang memiliki cukup pengetahuan dan pengalaman. Kedua, minimnya kesadaran potensi desa yang dimiliki. Ketiga, kurangnya pendanaan, sehingga aksesibilitas berkurang. Desa Bhuana Jaya memiliki potensi yang sangat dapat dioptimalkan. Berdasar keindahan alam yang dimiliki, budaya masyarakat, aset penting lainnya, jika dimanfaatkan betul akan menjadi daya tarik wisatawan yang mengaharapkan pengalaman yang lebih menarik.
Berangkat dari data di atas, khususnya pasca mendapat keluhan Kepala Desa Bhuana Jaya di aplikasi Desanesha lalu kemudian dilakukan penelusuran awal oleh tim pengabdian melalui komunikasi intens, maka im pengabdian melihat potensi besar yang dimiliki untuk pengembangan desa wisata Bhuana Jaya dengan target jangka panjang yakni melangkah menjadi desa wisata dengan kategori mandiri. Secara potensial sumber daya alam dan juga kemauan dari penggerak pokdarwis maka ke depannya pengembangan desa wisata Bhuana Jaya sangat menjanjikan.
Tahap Pengabdian
Setelah mendapatkan cukup informasi sebagai tahap pendahuluan, tim pengabdian dari ITB mencoba untuk menggali potensi tersebut. Lalu kemudian memberikan pendampingan dan pelatihan pembuatan paket promosi wisata. Hal ini sangat penting dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, menurut pengamatan tim pengabdia bahwa Desa Bhuana Jaya memenuhi komponen 4A yakni Aminities (Fasilitas Wisata), Aksesibility (Rute Perjalanan), Anciraly (Lembaga Pokdarwis Bhuana Jaya), dan Atraksi (Eduwisata dan Ekowisata). Berdasar komponen itu, Desa Bhuana Jaya telah memenuhi komponen-komponen yang diperlukan dalam penyusunan paket wisata. Melalui pelatihan pembuatan paket wisata yang akan dilakukan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bhuana Jaya diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan dan yang terpenting akan berdampak kepada peningkatan ekonomi masyarakat setelah melakukan strategi pemasaran yang efektif dan tepat.
Dari data-data serta potensi yang dimiliki Desa Bhuana Jaya yang telah disebutkan, maka tim pengabdian pun mengangkat topik pengabdian ini dengan judul “Pelatihan Pembuatan Paket Promosi Wisata bagi Kelompok Penggerak Sadar Wisata Bhuana Jaya untuk Mendukung Peningkatan Pariwisata di Kalimantan Timur”. Kegiatan Pengabdian ini dilaksanakan di aula Desa Bhuana Jaya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Kurang lebih ada 30 orang peserta pada kegiatan pelatihan tersebut, di antaranya para anggota dari pokdarwis dan para pelaku UMKM yang masuk ke dalam daftar daya tarik wisata Desa Bhuana Jaya.
Pada tahapan ini, tim mencoba untuk memberikan pemahaman pada peserta pelatihan tentang tata cara untuk mengorganisir wisata berbasis desa, lalu juga mendorong para peserta agar bisa menggali kembali seluruh potensi daya tarik wisata yang dimiliki. Diberikan juga penjelasan mengenai istilah ‘daya tarik wisata’ dan ‘destinasi wisata’. Penjelasan kedua istilah itu penting dilakukan sebelum membuat paket promosi wisata, karena ada perbedaan mendasar dari kedua istilah tersebut. Setelah peserta memahami kedua perbedaan istilah, tim pengabdian meminta peserta menuliskan daftar daya tarik wisata yang berada di Bhuana Jaya, hal itu dilakukan untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan paket promosi wisata.
Tercatat ada sepuluh daya tarik wisata yang potensial dan dicoba untuk dimasukkan ke dalam paket promosi. Pelatihan berlanjut pada tahapan untuk mencoba membuat paket promosi wisata dan diajarkan cara untuk menghitung biaya yang diterapkan untuk setiap wisata yang masuk ke dalam paket promosi. Sehingga, para peserta nantinya mampu membuat promosi wisata tanpa harus takut untuk mengalami kerugian karena salah perhitungan dalam menentukan tarif untuk setiap wisata yang ada di Bhuana Jaya. Dalam proses pembelajaran membuat paket promosi ini, tim membagi beberapa peserta ke dalam sejumlah kelompok. Setiap kelompok yang mampu mengkalkulasikan tarif wisata dengan benar, akan mendapatkan hadiah dari tim pengabdian. Setelah beberapa kali diuji untuk menghitung kalkulasi dalam penentuan tarif wisata, akhirnya para peserta yang terdiri dari Pokdarwis Desa Bhuana Jaya dan para pelaku UMKM mampu untuk melakukan perhitungan dengan tepat.
Pasca pendampingan dan pelatihan pembuatan paket promosi wisata tersebut, diharapkan kualitas Pokdarwis Bhuana Jaya ke depannya semakin profesional dan level atau statusnya mengalami peningkatan, dari semula berstatu sebagai desa wisata rintisan naik level menjadi desa wisata berkembang, kemudian maju dan bahkan bisa menjadi desa wisata mandiri.