Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Melalui Program Literasi Keuangan di Kabupaten Garut

#kirimanulang dari Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Melalui Program Literasi Keuangan di Kabupaten Garut (radarbandung.id)

PARTISIPASI Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam hal riset dan perkembangan teknologi dIndonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Seperti yang kita ketahui, Institut Teknologi Bandung selama ini dikenal sebagai pelopor inovasi dalam bidang teknologi.

Seiring berjalannya waktu, ITB kini mulai melebarkan sayapnya untuk berpartisipasi dalam dunia keuangan. Keseriusan ITB dalam dunia keuangan tidak hanya mencakup riset dan penelitian saja, tetapi ditunjukkan langsung melalui kegiatan konkret bersama masyarakat.

Mengangkat topik literasi keuangan, Institut Teknologi Bandung melalui tim penelitinya yang terdiri dari dosen dan mahasiswa yang berasal dari dua fakultas/sekolah, Sekolah Bisnis dan Manajemen, serta Fakultas Teknik Industri, yaitu : Sylviana Maya Damayanti, Anggita Leviastuti, Desy Kharohmayani, Ilham Reza Prasetyo, Asep Firhan Ali, Erika Yuono Putri, Faiza Nurkholida, Tiara Devi Santika, Dimas Muhammad Rabigh, dan Ignatius Vito Wirawan Putra; memulai terobosan nyata dengan berfokus pada peningkatan literasi keuangan pada kaum perempuan di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Kegiatan ini mulai dilaksanakan sejak bulan Februari sampai dengan September. Hal ini merupakan salah satu bentuk kegiatan pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama perempuan dalam menangani masalah keuangan demi mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera.

Lantas, mengapa harus dimulai dari literasi keuangan dan apa sebenarnya yang dimaksud literasi keuangan?

OJK mendefinisikan literasi keuangan sebagai pengetahuan, keterampilan dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan.

Sangat disayangkan bahwa banyaknya produk dan/atau jasa keuangan yang ada di Indonesia belum sebanding dengantingkat pemahaman masyarakat terhadapnya.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2019, presentase literasi keuangan di Indonesia dinilai masih cukup rendah, hanya 38,03%. Tentu saja, apabila tidak segera ditangani akan mengakibatkan masyarakat; terutama mereka yang termasuk ke dalam golongan ekonomi rentan, masuk ke dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam lagi akibat terlilit hutang.

Rendahnya pemahaman literasi pada kaum perempuan dibanding laki-laki, menjadi salah satu alasan kuat tim peneliti memfokuskan kontribusinya terhadap para perempuan.

Seiring berkembangnya zaman, peran perempuan dalam rumah tangga pun mulai bergeser. Tidak lagi terbatas pada pengasuh anak dan mengurus rumah tangga, perempuan mulai berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal keuangan.

Tak dapat dipungkiri pula bahwa perempuan dengan kiprahnya yang semakin diperhitungkan memiliki peranan yang krusial untuk mencegah peningkatan angka kemiskinan di Indonesia.

Melalui literasi keuangan yang lebih baik, perempuan tidak hanya akan semakin berdaya dalam pengambilan keputusan keuangan bagi keluarganya; tetapi juga semakin mengukuhkan posisi perempuan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Literasi keuangan dapat dipandang sebagai langkah preventif untuk membekali masyarakat ekonomi rentan agar terhindar dari kesulitan-kesulitan yang lebih berat dalam hidup sebagai akibat dari jeratan hutang.

Selain itu, literasi tentang manajemen hutang juga dapat memberikan perisai bagi masyarakat ekonomi rentan untuk tidak begitu saja termakan dengan jargon-jargon promosi “uang cepat” ataupun “uang mudah”; apalagi mengingat golongan masyarakat ini merupakan pasar yang belum banyak terjamah oleh layanan jasa keuangan.

Dalam hal ini, literasi keuangan dituntut berlomba dengan upaya pencapaian inklusi keuangan, sehingga dapat menciptakan dampak positif yang berkesinambungan namun tetap bermartabat.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan melalui pendekatan digital maupun sosialisasi langsung. Guna mengikuti perkembangan teknologi, tim peneliti dan pengabdian masyarakat ITB mengemas wawasan mengenai pentingnya literasi keuangan dalam media sosial, baik berupa Instagram, Facebook dan juga video pembelajaran interaktif di Youtube.

Selain itu, demi dapat menambah wawasan perempuan mengenai literasi keuangan secara detail, tim pengabdian masyarakat ITB juga akan mengadakan sosialisasi terhadap perempuan pada sejumlah kota di Jawa Barat.

Demi menjaga kesehatan dan keselamatan satu sama lain, kegiatan sosialisasi tersebut akan diadakan secara online melalui beberapa platform digital.

Langkah awal ITB untuk berpartisipasi dalam dunia keuangan diharapkan dapat membawa dampak positif terhadap masyarakat Indonesia dan juga turut serta mensukseskan agenda pemerintah untuk senantiasa meningkatkan literasi keuangan di Indonesia.

Dengan kegiatan ini, ITB telah membuktikan kepada masyarakat bahwa siapapun, termasuk sekolah teknik juga dapat turut andil dalam program edukasi keuangan.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilaksanakan OJK pada tahun 2019, terhadap 12.773 responden di 34 provinsi di Indonesia, tercatat sebesar 76,19% dari total responden telah menggunakan produk dan/atau layanan jasa keuangan formal di berbagai industri keuangan. Di sisi lain, pemahaman masyarakat terhadap produk dan/atau layanan jasa keuangan formal sebesar 38,03%.

Angka tersebut meningkat dibandingkan hasil survei OJK tahun 2016, tercatat tingkat inklusi keuangan sebesar 67,8% dan tingkat literasi keuangan sebesar 29,7%.

Hasil survei OJK pada tahun 2019 juga menunjukkan bahwa berdasarkan gender, tingkat inklusi keuangan dan tingkat literasi keuangan perempuan adalah masing-masing sebesar 75,15% dan 36,13%.

Tingkat tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat inklusi keuangan dan tingkat literasi keuangan pria yaitu sebesar 77,24% dan 39,94%.

Rendahnya tingkat literasi keuangan berpotensi mengantarkan masyarakat; terutama mereka yang termasuk ke dalam golongan ekonomi rentan, ke dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam lagi akibat terlilit hutang.

Jerit kesulitan ekonomi mendorong tercapainya  keputusan untuk berhutang, dengan harapan bahwa uang pinjaman tersebut dapat mengantar mereka pada kehidupan yang lebih dianggap layak.

Namun demikian, sebagaimana yang dikemukakan Guerin, keputusan berhutang seringkali menimbulkan efek bias melalui penekanan lebih kepada kepentingan jangka pendek dan sebaliknya, cenderung kesulitan untuk melakukan perencanaan jangka panjang.

Akibatnya, seseorang harus membuat pengorbanan yang terlampau besar pada pos-pos kebutuhan hidupnya untuk dapat memenuhi kewajiban pinjaman; yang tentunya tidak perlu terjadi seandainya masyarakat telah mengetahui cara mengelola hutang yang baik dan benar.

Fenomena ini menempatkan literasi keuangan; khususnya mengenai manajemen hutang, sebagai modal bagi masyarakat dalam menjalani hidup.

Literasi keuangan dapat dipandang sebagai langkah preventif untuk membekali masyarakat ekonomi rentan agar terhindar dari kesulitan-kesulitan yang lebih berat dalam hidup sebagai akibat dari jeratan hutang.

Disamping itu, literasi tentang manajemen hutang juga dapat memberikan perisai bagi masyarakat ekonomi rentan untuk tidak begitu saja termakan dengan jargon-jargon promosi “uang cepat” ataupun “uang mudah”; apalagi mengingat golongan masyarakat ini merupakan pasar yang belum banyak terjamah oleh layanan jasa keuangan.

Dalam hal ini, literasi keuangan dituntut untuk berlomba dengan upaya pencapaian inklusi keuangan, sehingga dapat menciptakan dampak positif yang berkesinambungan namun tetap bermartabat.

Salah satu output yang diharapkan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah meningkatkan pengetahuan perempuan mengenai perencanaan keuangan dan mengapa hal tersebut penting untuk dipahami.

Dalam prakteknya, tim peneliti juga akan memperkenalkan langkah-langkah perencanaan sederhana yang akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut 5 langkah perencanaan keuangan yang sangat mudah untuk dipraktekan :

Mengevaluasi kondisi keuangan saat ini melalui pertanyaan berikut
-Apakah uang selalu tidak cukup atau “besar pasak daripada tiang”?

-Apakah uang selalu habis untuk bayar utang?

-Apakah sudah mempunyai tabungan?

-Apakah saya terbiasa berutang untuk menutup utang lama atau “gali lubang tutup lubang”?

-Apakah saya sering berutang ketika ada kebutuhan mendadak?

Menentukan tujuan perencanaan keuangan
Menyusun rencana keuangan berdasarkan prioritas
Melaksanakan perencanaan keuangan yang sudah tersusun dengan disiplin
Mengevaluasi dan menyesuaikan rencana keuangan secara rutin.


Penulis: Erika Yuono Putri

Mahasiswi Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung. Memiliki ketertarikan dalam dunia keuangan sebagaimana telah berhasil mempublikasikan kedua karyanya dalam bentuk jurnal internasional pada bulan Juni 2021 oleh Advanced International Journal of Business, Entrepreneur and SMEs (AIJBES) yang berfokus pada bidang keuangan dan manajemen operasi.

1210

views