Panen Biogas dari Peternakan Sapi Perah
Tags: ITB4People, Community Services, Pengabdian Masyarakat, SDGs7
Jika seluruh kotoran sapi di Desa Margamulya, Pangalengan, dapat dimanfaatkan, biogas yang dihasilkan bisa memenuhi kebutuhan 7.000 rumah.
Selain menghasilkan susu sebagai produk utama peternakan sapi perah menghasilkan produk samping berupa kotoran sapi yang jumlahnya berlimpah. Ketimbang menjadi pencemar lingkungan, kotoran sapi berpotensi menjadi produk tambah bagi peternak, yaitu dengan diubah menjadi biogas.
Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas juga dapat menguntungkan peternak karena mengurangi atau bahkan menggantikan penggunaan elpiji unruk memasak. Berdasarkan pemikiran tersebut, para peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan KPBS Pangalengan melaksanakan Pengabdian kepada Masyarakat LPPM ITB 2020 berupa percontohan produksi biogas di Desa Margamulya, Pangalengan, Kabupaten Bandung. Tim terdiri dari Dr Pramujo Widiatmoko, Dr Jenny Rizkiana, Susilo Yuwono MBA, Mohammad Taufiq MT, dan Candra Purnama Hadi ST.
Pangalengan merupakan, wilayah hulu Sungai Citarum. Hingga kini, pembuangan kotoran sapi langsung ke hulu sungai tersebut masih banyak dilakukan hingga berperan menurunkan kualitas air sungai.
Pada 2008, pemerintah telah mencanangkan Program Citarum untuk menangani permasalahan itu.
Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas merupakan langkah untuk mendukung perbaikan kualitas air Sungai Citarum. Cara itu dapat menurunkan kandungan biological oxygen demand (BOD) di air buangan peternakan sapi. Selain itu, peternak mendapatkan keuntungan lain berupa pengurangan ongkos pembelian gas elpiji.
Potensi biogas
Biagas merupakan campuran sekitar 60% gas metana dan 40% karbon dioksida hasil dari aktivitas anaerobik bakteri dalam menguraikan bahan-bahan organik. Kotoran sapi merupakan bahan baku biogas yang ideal jika dibandingkan dengan kotoran ternak lain seperti ayam dan kambing. Biagas dapat dimanfaatkan untuk memasak, memproduksi listrik, ataupun sumber gas metana untuk industri. Penghilangan kandungan karbon dioksida akan meningkatkan nilai kalor bakar dan nilai ekonomis biogas secara signifikan.
Dengan populasi sapi perah di KPBS Pangalengan saat ini sekitar 15 ribu ekor, potensi produksi biogas diperkirakan mencapai 6.000 meter kubik (m3)/hari. Di sisi lain, biaya instalasi reakcor biogas masih relatif mahal, yakni sekitar Rp4 juta per buah. Itu merupakan estimasi biaya untuk reaktor hingga pemasangan saluran gas ke rumah warga. Besarnya biaya itulah yang menyebabkan pemanfaatan biogas masih rendah.
Tercatat pada 2014, hanya 14% dari total kotoran sapi yang telah dimanfaatkan menjadi biogas. Dengan begitu, perlu peran serta dan dukungan berbagai pihak, terutama untuk mencapai target nasional bauran energi. baru terbarukan biogas sebesar 489,8 juta m3 pada 2025.
Permasalahan lain yang kerap ditemui dalam pemanfaatan biogas ialah ketersediaan lahan untuk instalasi. Untuk bisa mendapatkan aliran gas yang baik dan cukup besar, jarak maksimal rumah dengan lokasi reaktor idealnya tak lebih dari 10 meter.
Itu disebabkan keburuhan tempat pemasangan reaktor yang banyak dan berbeda-beda jika akan mengaliri biogas untuk seluruh warga. Semakin jauh lokasi rumah dari reaktor maka api yang dihasilkan akan lebih kecil.
Kegiatan pengabdian yang dilakukan tim ITB merupakan program dengan jangka waktu tiga tahun. Pada 2019, tim memasang satu reaktor biogas tipe Tenari berkapasitas 4 m3. Reaktor tipe Tenari tu merupakan produk dari alumnus Teknik Kimia ITB, Andrias Widji ST. Pendanaan untuk kegiatan awal ini diperoleh dari Program Pengabdian Masyarakat Kemenristek-Dikti 2019.
Selanjutnya tim mendapat tambahan pendanaan dari Pengabdian kepada Masyarakat LPPM ITB 2020 yang digunakan untuk pemasangan dua reaktor biogas. Dengan begitu, telah terpasang tiga reaktor biogas dengan total kapasitas terpasang sebesar 12 m3 dan digunakan untuk keperluan memasak enam rumah tangga di sekitar peternakan.
Meski dibuat di dalam negeri, biaya yang dibutuhkan untuk membuat reaktor masih sulit ditekan. ltu disebabkan sekitar 20% bah an baku masih harus didatangkan dari luar negeri.
Dengan tiga reaktor tersebut, rata-rata tiap rumah bisa menggunakan biogas untuk memasak hingga 3 jam per hari. Setelahnya, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam agar reaktor bisa kembali menghasilkan biogas.
Selain pemasangan tambahan reaktor biogas, ruang lingkup dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat LPPM ITB 2020 itu ialah penambahan sistem penangkap air dan gas hidrogen sulfida, serta pemasangan data logger umuk memantau kondisi reaktor.
Sinergi kegiatan
Minat para peternak sapi di KPBS Pangalengan kian meningkat seiring dengan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan serta melihat potensi ekonomi dari program biogas. Sebagai contoh, reaktor biogas yang dipasang tim diperkirakan dapat menghemat hingga Rp295 ribu per bulan dari pengurangan ongkos pembelian elpiji.
Limbah padat dari reaktor biogas juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, media tumbuh caring, ataupun bahan tambahan pakan ikan. Sosialisasi terus dilakukan kepada para peternak mengenai potensi biogas sebagai produk tambah peternakan sapi perah tersebut.
Diseminasi program biogas memerlukan pemantauan berkelanjutan untuk meningkatkan kesuksesannya. Oleh karena itu, tim bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Bioenergi dan Kemurgi ITB Rinuva untuk menjalankan program desa binaan. Program itu dikembangkan menjadi media mahasiswa meningkatkan pemahaman terhadap ilmu yang diperoleh di perkuliahan sekaligus memberikan pengalaman lapangan yang berharga.
Saat ini di KPPS Pangalengan terdapat setidaknya 15 ribu sapi. Itu merupakan potensi energi. alternatif yang sangat besar. Kotoran dari 10 sapi saja bisa untuk memenuhi kebutuhan gas 5 rumah selama 5 jam sehari. Jika seluruh kotoran sapi dapat dimanfaatkan, biogas yang dihasilkan bisa memenuhi kebutuhan 7.000 rumah. Tentu saja, pemanfaatan besar ini hanya bisa terwujud dengan upaya kolektif berbagai pihak.
Pelaksanaan program pengabdian masyarakat dari tim ITB di Desa Margamulya akan berakhir tahun ini. Agar instalasi tetap terawat dan dimanfaatkan dengan baik, pelatihan telah dengan gencar dilakukan kepada warga untuk bisa merawat dan melakukan pemeliharaan reaktor biogas yang sudah terpasang.
Selain itu, ITB mengirimkan perwakilan mahasiswa untuk melakukan praktik kerja lapangan di lokasi tersebut. Dengan begitu, warga tidak akan langsung ditinggalkan tan pa pendampingan pascaprogram rampung.
Selanjutnya, tengah direncanakan pelaksanaan program lanjutan dari instalasi biogas di sana. Salah satunya pengadaan mesin pengering agar warga bisa mengolah limbah sisa biogas menjadi pelet pakan ikan dan umukpupuk. (Pro/M-1)