Pandigram: Gerakan Desain Grafis Berbasis Komunitas di Kota Makassar

Makassar ‘Kota Dunia’

Kota Makassar merupakan kota yang digadang-gadang menjadi ‘Kota Dunia’ – terlepas dari jargon politis yang bertebaran di berbagai media. Hal ini tentu secara tidak sadar menaruh harapan lebih di masyarakat Kota Makassar, melihat banyak sekali potensi yang dimiliki oleh Kota Makassar baik secara historis, geografis, budaya, gastronomi dan sebagainya. Tahun 2023 Indonesia menjadi tuan rumah KTT ASEAN yang merupakan amanat secara bergilir oleh negara-negara yang masuk ke dalam ASEAN. Pada penyelenggaraan konferensi tersebut menghasilkan luaran sebagai bentuk proposisi yang bertajuk “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Proposisi inilah yang menjadi spirit dan komitmen bersama negara-negara ASEAN untuk menjadikan kawasan ini sebagai episentrum pertumbuhan dan kemajuan global. Jika kita dapat berasumsi dengan merefleksi tema tersebut, kita dapat mengamati bahwa semangat tersebut koheren dengan apa yang relevan dengan visi yang diharapkan terhadap Kota Makassar yaitu “Kota Makassar: Epicentrum of Growth”. Hal ini dilandasi sebuah argumen bahwa Kota Makassar sering disebut sebagai gerbang Indonesia Timur, tempat segala lini terpusat dan menjadi episentrum Kawasan Indonesia Timur.

Kota Makassar yang sering diasosiasikan sebagai gerbang Kawasan Indonesia Timur kerap kali dijadikan pembanding dengan pertumbuhan yang terjadi bumi belahan barat indonesia (Jawa dan sekitarnya), hal ini terjadi dikarenakan adanya pemusatan dari segi politik dan industri, juga dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan sehingga adanya keterbatasan akses geografis. Anggapan ini bukanlah sebuah pernyataan dengan nuansa pesimistik, tetapi menjadi sebuah refleksi yang mendalam bahwasanya  potensi dari dua wilayah tersebut dapat diperbandingkan secara setara, artinya Kota Makassar memiliki potensi yang besar untuk mengejar ketertinggalan dalam skala nasional maupun skala global.

Dengan keterbukaan informasi secara global yang ditunjang dengan pemerataan teknologi mutakhir, laju industri di Kota Makassar berkembang sangat pesat hingga sekarang. Salah satunya kita dapat melihat fenomena yang terjadi pada sektor industri kreatif yang makin marak bertebaran di Kota Makassar. Hadirnya berbagai event kreatif, komunitas kreatif, bisnis kreatif dan masih banyak lainnya mengindikasikan afirmasi dari pernyataan sebelumnya. Dengan adanya berbagai medium tersebut, tuntutan akan sumber daya melahirkan berbagai subsektor industri kreatif, salah satunya adalah desain komunikasi visual/desain grafis. 

Sebagai manusia yang hidup di era sekarang, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi, khususnya ‘smartphone’ memiliki peran sentral dalam kehidupan masyarakat atau dapat dikatakan bahwa smartphone merupakan perangkat bionik yang sudah sangat sulit untuk dilepaskan dari  kehidupan manusia. Gawai yang banyak digunakan untuk bertukar informasi memberikan berbagai kebermanfaatan bagi kehidupan manusia. Hal ini menjadi jelas dengan revolusi industri teknologi mengubah habituasi masyarakat kita untuk lebih banyak mengkonsumsi informasi secara visual.

Implikasi Desain Grafis Kota Makassar

Dengan adanya dua premis tersebut bahwa masifnya permintaan akan subsektor desain grafis di Kota Makassar dan fenomena akan konsumsi visual di era sekarang memperjelas bahwa subsektor ini memiliki signifikansi pada berbagai lini industri. Permintaan inilah yang pada akhirnya melahirkan intensi terhadap profesi desain grafis. Dengan barriers to entry yang cenderung sederhana ditambah dengan demand yang banyak melahirkan berbagai desainer grafis yang tumbuh di berbagai ekosistem seperti organisasi kampus, komunitas, kursus dan yang lainnya.  Dalam hampir dua dekade terakhir juga akhirnya banyak institusi pendidikan yang mendirikan jurusan desain grafis di Kota Makassar seperti Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Makassar, Desain Komunikasi Visual Universitas Ciputra, Desain Grafis Polimedia Makassar dan kabarnya akan banyak universitas yang akan membuka jurusan tersebut. 

Hadirnya dua lini dari akademik dan industri menjadikan subjek desain grafis di Kota Makassar seharusnya berada pada taraf yang ideal. Bagaimana pengajaran di kampus dan industri dapat memiliki hubungan yang resiprokal dalam membangun keilmuan desain grafis. Tetapi pada kenyataannya melihat realita yang terjadi, masih banyak permasalahan-permasalahan yang dialami dan bahkan adanya ketidaksesuaian bahkan resistensi antara akademisi dan praktisi. Hal ini tentu sudah menjadi diskursus umum diberbagai keilmuan, tidak hanya pada desain grafis saja. Tetapi hal ini tidak boleh dijadikan sebagai status quo yang akhirnya akan membenalu secara terus menerus dan malah merusak ekosistem secara perlahan. Kegamangan inilah yang menjadi landasan berdirinya Pandigram (Paguyuban Disainer Grafis Makassar).

Selayang Pandang Pandigram 

Pandigram atau akronim dari Paguyuban Disainer Grafis Makassar merupakan sebuah medium kolektif yang menghimpun berbagai pelaku desain grafis yang ada di Kota Makassar. Tujuan dari berdirinya Pandigram ialah turut berkontrubusi dalam terbangunnya ekosistem desain grafis di Kota Makassar secara ideal. Dengan menggunakan pendekatan pentahelix model diharapkan Pandigram dapat membangun kesadaran akan pentingnya keilmuan & keprofesian desain grafis terhadap seluruh elemen yang berafiliasi dengannya. Dengan kata lain bagaimana Pandigram hadir untuk memasyarakatkan keilmuan dan keprofesian desain grafis kepada khalayak khususnya di Kota Makassar. Pandigram didirikan pada 23 Februari 2023 yang di Inisiasi oleh Akhmad Taufiq sebagai pendiri yang merupakan mahasiswa Magister Design Leadership ITB. Akhmad Taufiq atau kerap disapa ‘Opiq’ saat itu dengan kesadaran akan pentingnya sebuah wadah persatuan desain grafis, merancang sebuah medium kolektif yang dapat menyatukan berbagai elemen desain grafis dari latar belakang yang berbeda-beda. Hal ini sebenarnya sudah menjadi kegamangan sejak lama bersama teman-teman lainnya yang dirasakan pada ekosistem desain grafis Kota Makassar. Kurangnya pemahaman mengenai keilmuan ini terhadap khalayak awam dan industri dikarenakan ruang-ruang diskusi yang minim membicarakan mengenai implikasi dari keilmuan desain grafis dan edukasi oleh pelaku terhadap industri belum masif dilakukan. Kegamangan inilah yang terus tumbuh hingga mencapai kulminasinya, yang pada akhirnya mengajak berbagai pelaku desain grafis yang memiliki visi yang sama. Pada saat itu ada beberapa orang yang terlibat antara lain Fandy Achmad Hamid, Aswad Hakim, Al Muhamat Fatahudin S, Agung Alfata Dzaky, Azhegaf Mubarak, Gusnil Hamzah, Akhmad Irsyad, dan masih banyak yang lainnya. 

Pada pertemuan pertama, Opiq mempresentasikan gagasannya terhadap rancangan medium kolektif Pandigram kepada partisipan yang telah dilibatkan sebelumnya. Pada pertemuan tersebut selain mempresentasikan gagasan, terjalin juga diskusi, pemberian saran dan kritik untuk memperoleh buah pikir yang sesuai dengan visi bersama, yaitu bagaimana menciptakan ekosistem desain grafis di Kota Makassar seideal mungkin. Adapun yang menjadi luaran pada diskusi tersebut ialah memproyeksikan Pandigram untuk mengaktivasi berbagai kegiatan yang dapat memenuhi aspek-aspek untuk mencapai pemahaman yang beragam dan ideal. Adapun berbagai aktivasi yang diproyeksikan pada saat itu antara lain pelaksanaan seminar yang dibawakan oleh berbagai ahli dengan latar belakang berbeda-beda, pelaksanaan project/problem-base tentang respon permasalahan-permasalahan yang terjadi di Kota Makassar, melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan yang berafiliasi dengan keilmuan desain grafis dan berbagai proyeksi lainnya.

Diskusi Paradigma Edisi 1.

Diskusi Paradigma Edisi 3

Pandigram: Katalisator Desain Grafis Kota Makassar

Berbicara tentang tapak tilas ekosistem desain grafis di Kota Makassar merupakan hal yang sulit jika ingin dirunut secara sistematis. Tetapi melihat dengan adanya kesadaran pentingnya keilmuan keprofesian ini, ditambah dengan adanya berbagai bentuk gerakan dan perkumpulan yang berafiliasi pada desain grafis kita dapat melihat berbagai faktor yang saling berkelindan. Munculnya jurusan desain komunikasi visual atau desain grafis di beberapa institusi pendidikan seperti di Universitas Negeri Makassar (2008), Politeknik Negeri Media Kreatif (2012) dan Universtias Ciputra (2022). Hadirnya institusi pendidikan ini berperan besar menghadirkan berbagai pelaku desain grafis setiap tahunnya yang pada akhirnya mengisi peranan-peranan pada ekosistem desain grafis yang ada di Kota Makassar. Pada rentang waktu 2010 sampai 2022 juga hadir berbagai komunitas yang bersinggungan dengan desain grafis seperti Vektorina Makassar, WPAP Sul-Sel, Makassar Graphic Design Society (MGDS), Typography Makassar, dan beberapa yang lainnya. Hadirnya komunitas atau kolektif tersebut pada saat itu hanya berorientasi pada aspek keteknisan keilmuan desain grafis, belum pada ranah yang lebih luas dan mendalam mengenai esensi dari desain grafis itu sendiri.

Dengan kemunculan berbagai macam komunitas atau kolektif, akhirnya banyak inisiatif-inisiatif yang lahirkan. Hal ini membuka berbagai ruang diskusi dan kolaborasi secara luas. Diskursus desain grafis pun makin kaya dengan berbagai macam pemaknaan yang hadir. Ada beberapa inisiatif yang ada di Kota Makassar yang membahas mengenai esensi dan substansi desain grafis seperti Orangefest FSD UNM, Violet Day Polimedia Makassar, DKV Daily, #jamaahkreatifsektorselatan, Sicarita MGDS, Pallaka Movement, dan masih banyak inisiatif lainnya. Dengan berbagai inisiatif yang hadir dan kemajemukan dalam memaknai desain grafis, akhirnya Pandigram pada tahun 2023 hadir sebagai ruang kolektif untuk mengamplifikasi diskursus desain grafis dan beresonansi kepada berbagai kalangan. 

Hadirnya Pandigram diharapkan menjadi ruang demokratisasi keilmuan desian grafis di Kota Makassar. Melibatkan berbagai elemen untuk sama-sama mendiskusikan berbagai implikasi keilmuan ini. Tujuannya adalah untuk menciptakan ekosistem yang ideal entahkah itu pada domain akademik, industri maupun sosial. Dengan jargon ‘bersama membersamai kebersamaan’ tersublimasi dalam semangat yang ditanamkan kepada Pandigram. Aspek kebersamaan dan diversitas sangat dijunjung tinggi pada setiap tindak tanduk kolektif ini. Pentingnya pluralitas dalam berbagai hal tentu menjadi penting di era yang sangat fluid ini. Dengan itu Pandigram hadir secara inklusif untuk membuka segala kemungkinan terhadap wacana-wacana dan elemen-elemen yang berimplikasi pada keilmuan desain grafis di Kota Makassar. 

Dengan niatan awal dengan basis pentahelix diproyeksikan bahwa Pandigram akan berkolaborasi pada elemen-elemen terkait. Setelah hampir berjalan satu tahun, Pandigram hadir ditengah masyarakat Kota Makassar dengan bentuk kegiatan awal berupa diskusi yang telah terlaksana sebanyak lima edisi. Melibatkan berbagai ahli pada bidang yang bersinggungan dengan desain grafis untuk membawa wacana desain grafis pada radius yang lebih luas. Edisi pertama dengan tema “Fundamental Desain Grafis: Amalgamasi Akademik, Industri & Sosial Budaya” yang dibawakan oleh Rahmat Zulfikar yang merupakan dosen Desain Komunikasi Visual Universitas Ciputra sekaligus praktisi Desain Grafis (Ethnica Design); Edisi kedua yang dilaksanakan bertemakan “Proses Desain Branding Ibu Kota Nusantara” yang dibawakan oleh Aulia Akbar yang merupakan Mahaswa Magister Design Leadership ITB sekaligus praktisi desain sebagai design researcher di POT Branding House; Dilanjutkan edisi ketiga yang bertema “Tersesat di Tata Kota: Desain Urban & Relevansi Desain Grafis Terhadap Identitas Kota” yang dibawakan oleh Yulianti Tanyadji yang merupakan desainer urban sekaligus arsitek ternama di Kota Makassar; Edisi Keempat yang bertemakan “Tapak Tilas Industri Kreatif Kota Daeng & Peran Strategis Desainer Grafis” yang dibawakan oleh Akbar Zakaria yang merupakan Managing Director dari biro Skena Creative Agency sekaligus merupakan tokoh yang memiliki kredibilitas pada ekosistem industri kreatif di Kota Makassar; dan yang terakhir edisi kelima yang bertemakan “Merefleksi Gelagat Desain Grafis Nusantara” yang dibawakan kedua kalinya oleh Aulia Akbar. 

Dengan berbagai macam tema yang dihadirkan pada diskusi Pandigram dan dengan cakupan atau topik yang berbeda membuat wacana desain grafis yang ideal dapat didiskusikan dan disampaikan kepada berbagai kalangan dan unsur masyarakat. Dari akumulasi peserta yang hadir pada rangkaian lima edisi diskusi tersebut mencapai ratusan orang (jumlah pastinya tidak diketahui), ini menandakan bahwa wacana desain grafis dan segala bentuk implikasinya penting untuk terus disuarakan dikalangan masyarakat, selain untuk mengedukasi juga untuk menanamkan pemahaman mutakhir tentang keilmuan desain grafis. Hal ini juga menandakan bahwa pentingnya ruang-ruang alternatif – selain institusi pendidikan – untuk terus dihidupkan untuk memberikan keragaman pemahaman dan ruang-ruang eksperimen. 

Dengan peranan yang secara tidak langsung memberikan dampak edukatif kepada pelaku dan masyarakat, Pandigram akhirnya dikenal oleh berbagai kalangan dan ajakan-ajakan kolaborasi berdatangan kepada Pandigram. Ada beberapa event kreatif di Makassar mengundang Pandigram sebagai narasumber untuk mempresentasikan tabiatnya kepada audiens mengenai keilmuan desain grafis, luaran yang dihasilkan dari kerjasama ini ialah memberikan pemahaman kepada berbagai audiens kegiatan tersebut sehingga misi untuk mendemokratisasi desain grafis terpenuhi. Ada juga ajakan kolaborasi dengan bentul yang lain oleh Teman Jalan Makassar yang dimana bentuk kerja samanya merupakan tindak lanjut dari diskusi edisi ketiga pandigram, bagaimana dari sudut pandang desain grafis berkeliling melihat kota serta melihat potensi-potensi permasalahan dan solusi yang dapat diberikan oleh desain grafis. Ada juga proyek yang sementara berjalan dilakukan oleh teman-teman Pandigram yang merupakan respon dari kerja sama dengan Teman Jalan Makassar yaitu membuat zine tentang Kota Makassar yang didapatkan melalui kegiatan kolaborasi tersebut. Untuk kedepannya, Pandigram sementara menyusun proyeksi kegiatan kedepan yang tentu saja dilandasi dari visi untuk berdampak terhadap keilmuan, industri dan masyarakat. 

Diskusi Paradigma Edisi 5

Sebuah Refleksi Bersama

Dengan melihat berbagai bentuk implikasi yang terjadi pada ekosistem desain grafis Kota Makassar, dapat dilihat bahwa antusiasme yang besar dari masyarakat terhadap berbagai masalah yang ada semakin menyadarkan bahwa kehadiran ruang-ruang kolektif penting untuk selalu dihidupkan. Hal ini tidak dilandasi dengan adanya anggapan bahwa ruang-ruang kolektif menjadi hal yang paling ideal, tetapi pada kadar dimana ruang kolektif memberi ruang alternatif terhadap entitas-entitas yang ada dengan segala bentuk idealitas yang dimilikinya. Ruang kolektif yang menjunjung tinggi kebersamaan tentu sangat menghargai keberagaman untuk mencapai luaran yang prudensial. Dengan hadirnya Pandigram diharapkan menjadi katalisator terhadap optimasi wacana desain grafis mutakhir pada skala nasional maupun global. Terus berperan pada laju peradaban dengan berbagai bentuk permasalahan yang terus hadir. Memiliki dampak yang positif terhadap kehidupan manusia dan alam semesta. 

Kolaborasi Pandigram dan Teman Jalan Makassar

Tulisan Tambahan

Awalnya Pandigram diproyeksikan hanya sebatas untuk mempersatukan institusi kampus di Kota Makassar yang memiliki program desain komunikasi visual atau desain grafis. Tetapi melihat situasi yang terjadi ditambah dengan visi untuk mempersatukan berbagai elemen, akhirnya Pandigram mengajak berbagai desainer grafis dengan latar belakang yang beragam. Awalnya Pandigram juga mengajak berbagai komunitas yang berhubungan dengan keilmuan desian grafis di Kota Makassar seperti Vektorina Makassar, Makassar Digital Creator, Typography Makassar, UKM Desain Grafis dan masih banyak lagi. 

Pandigram juga kerap terlibat di berbagai event untuk mengisi item kegiatan pada event tersebut. Ada tiga event yang mengajak Pandigram untuk kerja sama, antara lain; yang pertama Honda Dream Passion 10 Minutes Talks mengajak Pandigram sebagai narasumber untuk mengisi item kegiatannya, yang kedua Bervakansi Authenticity yang mengajak pandigram mengisi workshop desain grafis yang diikuti oleh berbagai partisipan, yang ketiga dengan komunitas atau gerakan ‘Teman Jalan’ yang mengajak Pandigram untuk mengamati tata kota di Makassar kemudian dituangkan dalam proyek zine, dan yang terakhir Ja&Joy Nipah yang mengajak Pandigram sebagai pembicara dengan tema “berjejaring memberi dampak”.

130

views