Garut, 8 Juli 2024 – Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan Institut Teknologi Garut (ITG) dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Garut menyelenggarakan kegiatan program Pengabdian kepada Masyarakat di Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Program ini merupakan salah satu upaya ITB dalam mendukung pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan pengolahan limbah minyak jelantah menjadi produk yang bernilai seperti sabun, lilin, dan pupuk organik cair. Inisiatif ini tidak hanya berfokus pada upaya mengatasi masalah lingkungan, tetapi juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat.
Latar Belakang dan Tujuan Program
Minyak jelantah, atau minyak goreng bekas, merupakan salah satu limbah rumah tangga dan industri yang cukup banyak dihasilkan. Penggunaan minyak goreng dalam skala rumah tangga maupun industri, khususnya dalam proses menggoreng makanan, akan menghasilkan limbah yang sering kali dibuang begitu saja tanpa pengolahan lebih lanjut. Pada beberapa daerah, minyak jelantah merupakan produk sampingan yang melimpah, namun sering kali dipandang sebelah mata dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal limbah minyak jelantah ini jika dibuang sembarangan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama air dan tanah, yang pada gilirannya akan berdampak pada kesehatan manusia dan ekosistem setempat.
Garut merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan kekayaan kuliner tradisionalnya, menjadi salah satu contoh nyata dari penggunaan minyak goreng yang melimpah dalam proses produksi makanan. Dua makanan tradisional yang sangat populer di Garut adalah dorokdok dan burayot. Dorokdok, sejenis kerupuk kulit, dan burayot, kue manis yang digoreng, merupakan produk khas yang banyak digemari oleh masyarakat. Proses produksi kedua makanan ini sangat bergantung pada penggunaan minyak goreng dalam jumlah besar yang pada akhirnya menghasilkan limbah minyak jelantah dalam jumlah yang signifikan. Sayangnya, limbah ini sering kali tidak dikelola dengan baik sehingga berpotensi menimbulkan masalah lingkungan di sekitar tempat produksi.
Melalui program ini, ITB dan ITG berupaya untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap limbah minyak jelantah. Alih-alih dipandang sebagai sampah yang harus dibuang, minyak jelantah diperkenalkan sebagai bahan dasar yang dapat diolah menjadi produk bernilai ekonomi. Pelatihan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru dan keterampilan praktis kepada masyarakat untuk mengolah minyak jelantah menjadi sabun, lilin, dan pupuk organik cair. Produk-produk ini tidak hanya bisa digunakan sendiri oleh masyarakat, tetapi juga bisa menjadi komoditas yang dijual untuk menambah penghasilan.
Survei dan Persiapan Pelatihan
Sebelum pelatihan dilakukan, tim dari ITB dan ITG melakukan survei di Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat untuk mengidentifikasi potensi pengolahan limbah minyak jelantah. Survei ini melibatkan pengamatan langsung pada para pengusaha makanan tradisional dorokdok dan burayot yang banyak menggunakan minyak goreng dalam proses produksi mereka. Survei ini tidak hanya bertujuan untuk mengetahui volume minyak jelantah yang dihasilkan, tetapi juga untuk memahami pola penggunaan dan pembuangan minyak goreng di masyarakat.
Hasil survei menunjukkan bahwa limbah minyak jelantah yang dihasilkan volumenya cukup signifikan dan sebagian besar masih dibuang begitu saja tanpa diolah lebih lanjut. Padahal, minyak jelantah ini memiliki potensi untuk diolah menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomis. Dari sinilah muncul ide untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat setempat sehingga mereka dapat memanfaatkan limbah tersebut dengan lebih bijak dan produktif.
Selain survei, dilakukan juga sesi Training of Trainers (ToT) yang melibatkan mahasiswa ITG dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Garut. ToT ini bertujuan untuk melatih para mahasiswa agar mereka dapat menjadi fasilitator dalam pelatihan kepada masyarakat. Dengan demikian, program ini diharapkan tidak hanya berjalan sekali, tetapi dapat dilanjutkan oleh mahasiswa ITG dengan bimbingan dari Dinas Lingkungan Hidup setempat.
Pelaksanaan Pelatihan
Pada hari pelaksanaan pelatihan, yaitu 8 Juli 2024, sebanyak 60 orang warga Desa Sukasenang mengikuti kegiatan ini dengan antusias. Pelatihan dimulai dengan pengenalan mengenai dampak negatif limbah minyak jelantah terhadap lingkungan jika dibuang sembarangan. Dampak ini tidak hanya mencakup pencemaran air dan tanah, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat jika minyak jelantah yang terkontaminasi digunakan kembali untuk memasak. Oleh karena itu, edukasi mengenai bahaya dan potensi minyak jelantah sangat penting dalam program ini.
Selanjutnya, peserta diajarkan teknik dasar pengolahan minyak jelantah menjadi sabun, lilin, dan pupuk organik cair. Seluruh proses dilakukan dengan cara yang aman dan mudah dipraktikkan oleh masyarakat. Hasilnya adalah sabun padat yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari atau dijual sebagai produk komersial. Selain itu, peserta juga diajarkan cara membuat lilin dari minyak jelantah dengan menambahkan pewangi dan pewarna agar lebih menarik. Sementara itu, pembuatan pupuk organik cair dari minyak jelantah memerlukan teknik yang sedikit berbeda, namun tetap mudah dipelajari oleh masyarakat.
Pelatihan ini juga mencakup sesi praktek di mana para peserta dapat langsung mencoba mengolah minyak jelantah menjadi produk bermanfaat dengan arahan dan bimbingan para instruktur. Pendekatan praktis ini sangat penting untuk memastikan bahwa peserta benar-benar memahami dan mampu menerapkan teknik yang diajarkan. Dalam sesi praktek, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk mempermudah proses pembelajaran dan memastikan setiap peserta mendapatkan kesempatan untuk berlatih.
Sesi Pelatihan Pengolahan Minyak Jelantah menjadi Sabun, Lilin, dan Pupuk Organik Cair
Kepala Desa Sukasenang, Iwan Ridwan, dalam sambutannya menyatakan terima kasihnya atas inisiatif ITB dan ITG yang telah membawa program ini ke desanya. Menurutnya, pelatihan ini sangat bermanfaat karena tidak hanya membantu mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan minyak jelantah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. "Program ini sangat bermanfaat karena tidak hanya mengurangi pencemaran akibat limbah jelantah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi warga kami," ungkap Iwan.
Ketua PKK Desa Sukasenang, Indri Pancawati, juga menyampaikan apresiasinya terhadap program ini. Ia mengungkapkan bahwa pelatihan ini memberikan pengetahuan baru yang sangat berguna bagi masyarakat, terutama dalam hal pemanfaatan limbah rumah tangga yang sebelumnya dianggap tidak bernilai. "Pelatihan ini memberikan ilmu yang sangat berguna. Setelah mengikuti pelatihan, warga kini tahu cara memanfaatkan limbah jelantah dengan baik sehingga tidak ada lagi limbah yang dibuang sembarangan," kata Indri.
Sebagai penutup, Prof. Ir. Kridanto Surendro, M.Sc., Ph.D., Ketua Kelompok Keilmuan Informatika ITB, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen ITB dalam memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat, terutama dalam hal pemberdayaan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik. "Kami melihat potensi besar di Garut, terutama karena banyaknya industri yang menggunakan minyak goreng dalam produksinya sehingga menghasilkan banyak limbah jelantah. Daripada dibuang dan mencemari lingkungan, kami ingin mengajarkan cara mengolahnya menjadi sabun dan lilin yang bisa digunakan sendiri atau dijual," ungkap Prof. Kridanto.
Ketua Kelompok Keilmuan Informatika ITB
Prof. Ir. Kridanto Surendro, M.Sc., Ph.D., mengakhiri dengan harapan bahwa program ini dapat menjadi inspirasi bagi institusi pendidikan lainnya untuk turut serta dalam mengembangkan program serupa di daerah-daerah lain di Indonesia. Dengan demikian, pengelolaan limbah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat dan akademisi yang berperan aktif dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan.
Melalui program ini, ITB berharap dapat memberikan contoh nyata bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diterapkan secara langsung untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Pengolahan minyak jelantah menjadi produk yang bernilai adalah salah satu dari banyak solusi yang bisa diterapkan di berbagai daerah di Indonesia, terutama di wilayah yang masih bergantung pada industri kecil dan rumah tangga.
Program ini juga membuka peluang bagi penelitian lebih lanjut di bidang pengelolaan limbah dan pengembangan produk ramah lingkungan. Dengan adanya dukungan dari akademisi, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan solusi-solusi inovatif seperti ini dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas.
Sebagai bentuk dukungan lanjutan, ITB memberikan setiap peserta pelatihan 1 liter minyak goreng. Minyak ini dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk praktik pembuatan produk olahan di rumah masing-masing. Selain itu, ITB juga berkomitmen untuk terus mendampingi masyarakat Desa Sukasenang dalam mengembangkan kemampuan mereka dalam pengolahan limbah minyak jelantah.
Dalam upaya untuk memastikan keberlanjutan program, ITB dan ITG merencanakan untuk mengadakan pelatihan lanjutan yang berfokus pada pengembangan produk-produk baru dari minyak jelantah, khususnya pupuk organik cair. Pupuk organik cair dari minyak jelantah merupakan salah satu inovasi yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun, potensinya untuk mendukung pertanian organik di daerah pedesaan sangat besar. Pupuk ini diharapkan dapat menjadi alternatif yang ramah lingkungan dan terjangkau bagi petani kecil di Desa Sukasenang dan sekitarnya.
Selain itu, ITB juga berencana untuk melibatkan lebih banyak pihak dalam program ini, termasuk lembaga-lembaga penelitian dan perusahaan yang tertarik untuk mengembangkan produk dari limbah minyak jelantah. Dengan adanya kolaborasi yang lebih luas, diharapkan penelitian dan pengembangan produk dari minyak jelantah dapat berjalan lebih cepat dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Foto Bersama Panitia dan Masyarakat
Potensi Pengembangan
Pelatihan ini hanyalah langkah awal dari upaya yang lebih besar untuk mengolah limbah menjadi produk bernilai. Meskipun pelatihan telah memberikan dasar pengetahuan yang penting, masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mengoptimalkan pengolahan minyak jelantah di masa depan. Salah satu tantangan utamanya adalah keterbatasan akses masyarakat terhadap alat dan bahan baku yang diperlukan untuk mengolah minyak jelantah dalam skala yang lebih besar. Oleh karena itu, perlu ada dukungan dari berbagai pihak untuk menyediakan peralatan yang diperlukan, serta akses terhadap pasar bagi produk-produk yang dihasilkan.
Selain itu, tantangan lainnya adalah bagaimana menjaga keberlanjutan program ini dalam jangka panjang. Pelatihan lanjutan dan pendampingan yang berkesinambungan menjadi kunci untuk memastikan bahwa masyarakat tetap termotivasi dan mampu mengembangkan usaha pengolahan minyak jelantah. Dalam hal ini, peran pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan organisasi non-pemerintah sangat penting untuk mendukung dan memfasilitasi keberlanjutan program ini.
Dalam jangka panjang, diharapkan bahwa pengolahan limbah minyak jelantah dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber daya, masyarakat dapat mengurangi ketergantungan pada produk-produk komersial yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Selain itu, dengan mengolah limbah menjadi produk yang bernilai, masyarakat dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan mereka.