Minyak Lele, Alternatif Lokal dengan Potensi Besar

Mengapa Minyak Ikan Penting untuk Pencegahan Stunting?

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan tahun 2022, prevalensi balita stunting mencapai angka 21,6%. Terdapat 18 provinsi dengan prevalensi balita stunting diatas rata rata angka nasional. Stunting atau pertumbuhan terhambat adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama terutama pada 1000 hari pertama kehidupan, yang menyebabkan tubuh mereka tidak tumbuh sesuai usia, baik secara fisik maupun kognitif. Permasalahan stunting di Indonesia merupakan tantangan besar yang terkait dengan visi Indonesia Emas 2045 dan pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) pada tujuan pembangunan berkelanjutan nomor 2, yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi.

Pemerintah telah menyiapkan berbagai langkah untuk pencegahan stunting, salah satunya program intervensi gizi spesifik seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT), pemberian suplemen, dan peningkatan akses terhadap ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI yang bergizi. Zat bergizi  sangat   berperan   dalam tumbuh   kembang   anak. 

Asam lemak    sangat    baik    dikonsumsi    untuk kecerdasan bayi dan tumbuh kembangnya, sehingga dapat membantu menurunkan  angka stunting.  Salah satu sumber  asam  lemak  yaitu  minyak  ikan.  Studi yang meneliti suplementasi minyak ikan pada ibu hamil dan anak-anak usia dini telah menunjukkan potensi dalam mencegah atau mengurangi risiko stunting. Hal ini berkaitan erat dengan kandungan asam lemak omega-3 (terutama DHA dan EPA) dalam minyak ikan, yang berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan fisik, serta mendukung fungsi sistem imun. Studi menunjukan bahwa, rendahnya kadar serum asam lemak tak jenuh omega-3 dan omega-6 dikaitkan dengan dengan pertumbuhan linier yang buruk serta suplementasi omega-3 secara signifikan meningkatkan tinggi badan pada anak stunting berusia 12-36 bulan selama periode 2 bulan. Asam lemak esensial merupakan jenis asam lemak yang tidak bisa disintesis sendiri oleh tubuh sehingga pemenuhan kebutuhan asam lemak esensial berasal dari makanan atau suplemen.

Namun, sayangnya sebagian besar minyak ikan yang digunakan di Indonesia masih diimpor. Hal ini membuat harga suplemen tersebut relatif mahal dan sulit diakses oleh semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mencari sumber minyak ikan lokal sebagai alternatif. Salah satu potensinya adalah dari minyak ikan lele, yang kaya akan nutrisi serupa.

Mengoptimalkan Potensi Ikan Lele

Siapa yang tidak mengenal Ikan Lele? Ikan lele (Clarias sp.) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling terkenal  yang mengandung tinggi asam lemak esensial. Ikan lele memiliki variabilitas yang tinggi dalam ukuran dan berat, ikan ini memiliki panjang pada kisaran antara 10 cm - 200 cm dan berat 10 gram hingga lebih dari 300 kilogram. Kebanyakan ikan lele memiliki tubuh silindris dengan ventral yang rata. Dinamakan ikan lele karena memiliki sungut seperti kumis, yang terletak di hidung, setiap sisi mulut dan dagu. Ikan lele tidak bersisik serta memiliki duri yang menonjol di bagian punggung dan sirip dada.

Minyak ikan lele kaya akan asam lemak tak jenuh, terutama asam oleat dan asam linoleat yang mencakup hampir 86% dari total asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ganda yang telah  ditemukan pada minyak dari kepala ikan lele adalah omega-6 berupa asam arakidonat (AA) sebesar 6.7%, Omega-3 berupa asam eikosapentanoat (EPA) sebesar 2-6.5% dan asam dokosaheksaenoat (DHA) sebesar 4,4-6.9%. Selain itu minyak ikan lele mengandung tokoferol yang berperan sebagai vitamin dan antioksidan alami.

Suplementasi minyak ikan telah dikenal bermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan, kecerdasan mental, serta imunitas pada anak-anak. Mengingat kandungan nutrisi ikan lele yang kaya maka minyak ikan lele dapat dikembangkan sebagai salah satu bahan utama dalam pengembangan camilan sehat untuk balita.

Minyak ikan lele kaya akan asam lemak tak jenuh, terutama asam oleat dan asam linoleat yang mencakup hampir 86% dari total asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ganda yang telah  ditemukan pada minyak dari kepala ikan lele adalah omega-6 berupa asam arakidonat (AA) sebesar 6.7%, Omega-3 berupa asam eikosapentanoat (EPA) sebesar 2-6.5% dan asam dokosaheksaenoat (DHA) sebesar 4,4-6.9%. Selain itu minyak ikan lele mengandung tokoferol yang berperan sebagai vitamin dan antioksidan alami.

Suplementasi minyak ikan telah dikenal bermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan, kecerdasan mental, serta imunitas pada anak-anak. Mengingat kandungan nutrisi ikan lele yang kaya maka minyak ikan lele dapat dikembangkan sebagai salah satu bahan utama dalam pengembangan camilan sehat untuk balita.

Pengolahan ikan lele secara tradisional yang hanya menghasilkan sekitar 45% bagian daging dan menyisakan 55% dalam bentuk jeroan, tulang, dan kulit membuka peluang untuk mengolah limbah ini menjadi produk bernilai, salah satunya adalah minyak ikan lele. Pemanfaatan limbah ikan lele untuk menghasilkan minyak merupakan langkah yang ramah lingkungan dan mendukung prinsip ekonomi sirkular, di mana sisa-sisa yang tidak digunakan dapat diolah kembali menjadi produk bernilai gizi tinggi.  Namun, ada tantangan dalam pengolahan minyak ikan lele, sebagaimana minyak ikan lainnya, mempunyai aroma yang sangat tidak sedap sehingga tidak disukai, padahal kandungan senyawa aktifnya sangat bagus untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan.

Minyak ikan lele mentah mengandung non-trigliserida seperti asam lemak bebas dan komponen teroksidasi, yang mengurangi kualitas minyak. Semakin lama komponen tersebut berada dalam minyak maka akan semakin besar efek negatifnya terhadap kualitas minyak. Minyak ikan juga memiliki bau amis sehingga minyak ikan tidak digunakan secara luas untuk dikonsumsi. Tetapi minyak ikan dapat menjadi hambar dan tidak berbau dengan deodorisasi. Metode lain yang digunakan adalah dengan menggunakan penekan bau serta agen penutup untuk menyembunyikan bau amis, tetapi efeknya berumur pendek sehingga tidak dapat memberikan solusi fundamental untuk permasalahan bau.

Teknologi untuk pemurnian minyak ikan terus dikembangkan sehingga meningkatkan kandungan nutrisi, berkurangnya warna, berkurangnya bau dan rasa yang netral.  Langkah-langkah pemurnian minyak ikan konvensional meliputi degumming, netralisasi, pemutihan dan deosorisasi. Tujuan deodorisasi adalah untuk menghilangkan residu asam lemak bebas, aldehid dan keton yang bertanggung jawab atas bau dan rasa minyak yang tidak dapat diterima.

Beberapa penelitian telah berhasil mengembangkan teknik ekstraksi minyak ikan, ekstraksi minyak ikan dengan dengan pengrepresan basah adalah metode yang paling umum digunakan untuk produksi di skala industri, dan pada dasarnya dilakukan dengan empat tahap, yaitu memasak ikan, pengepresan, dekantasi dan sentrifugasi. Kelompok Peneliti di Sekolah Farmasi ITB yang diketuai oleh Prof.Dr.apt.Heni Rachmawati, telah berhasil mengatasi masalah ini di mana penjernihan minyak ikan lele dilakukan dengan menggunakan bentonit agar dihasilkan minyak yang lebih jernih dan tidak berbau serta terjaga kualitas nutrisinya.

GEGELE (Gerakan Gemar Lele) : Suplementasi Minyak Ikan Lele untuk Balita

Mengacu pada manfaat minyak lele yang sangat baik serta dengan pengembangan teknologi pemurnian minyak ikan, potensi besar dari ikan lele dapat dimaksimalkan, tidak hanya sebagai sumber protein, tetapi juga sebagai sumber lemak sehat yang kaya nutrisi. Prof.Dr.apt.Heni Rachmawati dan tim meluncurkan sebuah program inovatif bernama GEGELE (Gerakan Gemar Lele) di Desa Cikeruh, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat di bawah skema pendanaan Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Inovasi (P2MI) ITB tahun 2024, di Kelompok Keilmuan Farmasetika, Sekolah Farmasi.

Program ini menargetkan 25 balita yang rentan mengalami gizi buruk dan bekerja sama dengan kader-kader posyandu setempat. Selama 3 bulan (90 hari), balita diberikan makanan tambahan berupa cemilan berbahan dasar minyak ikan lele berupa gummy. Camilan ini dirancang untuk menjadi camilan yang lezat dan bergizi. Selain camilan berbahan minyak ikan, anak-anak juga diberikan mie kremes lele dan susu balita sebagai tambahan makanan bergizi. Intervensi ini sesuai dengan standar intervensi gizi buruk yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI, bertujuan untuk meningkatkan status gizi balita di daerah tersebut.

Hasil selama 3 bulan pemberian makanan tambahan berupa cemilan berbahan minyak ikan, mie kremes lele dan susu balita menunjukan terdapat peningkatan berat badan 0,2-1,4 kg dan kenaikan tinggi badan 0,2 – 1,9 cm pada anak.

Harapannya, inovasi ini bisa terus dikembangkan dan menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengadopsi program serupa. Ikan lele, yang selama ini dikenal sebagai ikan murah meriah, ternyata menyimpan manfaat luar biasa bagi kesehatan dan pertumbuhan anak-anak. Inovasi ini juga dinilai sangat bermanfaat untuk membantu mengurangi aktivitas impor suplemen minyak ikan dari negara lain. Sebab, harga yang ditawarkan akan lebih terjangkau sehingga dapat dinikmati semua lapisan. Tidak hanya itu, inovasi ini juga mampu meningkatkan nilai ekonomi ikan lele dan memberikan suplemen minyak ikan lele yang memiliki harga terjangkau untuk kelas menengah ke bawah.

100

views