Menjaga Bintang untuk Generasi Mendatang

Pudarnya Bintang Akibat Polusi Cahaya

Cahaya buatan manusia yang berlebihan atau tidak tepat sasaran di lingkungan, terutama pada malam hari, bisa menimbulkan masalah. Penggunaan lampu jalan, pencahayaan luar ruangan, papan iklan bercahaya, dan berbagai sumber cahaya lainnya yang tidak dikelola dengan baik, akan memberikan dampak buruk bagi manusia dan lingkungan. Masalah ini kita kenal dengan istilah polusi cahaya. Pudarnya bintang di langit malam akibat polusi cahaya melenyapkan salah satu sumber inspirasi manusia. Bintang tidak hanya menyediakan informasi bagi manusia untuk memahami cara kerja Alam Semesta namun juga memberikan inspirasi melalui karya-karya kesenian dan kebudayaan dalam perkembangan umat manusia.

Polusi cahaya bisa kita lihat dalam beberapa berbentuk. Pertama, berupa sumber silau yang menimbulkan ketidaknyamanan secara visual dan penurunan visibilitas. Kedua, langit yang menjadi terang di atas pemukiman sehingga menutup cahaya bintang-bintang dan mengurangi ekosistem malam bagi hewan-hewan nokturnal (yang aktif pada malam hari). Ketiga, cahaya jatuh di tempat yang tidak dimaksudkan, tidak diinginkan, atau tidak dibutuhkan. Ini akan menyebabkan ketidaknyamanan dan gangguan pada ruang privat. Keempat, pencahayaan berlebih baik secara kualitas maupun kuantitas, yang menambah parah dan berkontribusi pada bentuk polusi cahaya lainnya.

Dampak buruk polusi cahaya bukan hanya dirasakan oleh manusia. Dampak buruk polusi cahaya juga dirasakan oleh hewan dan tumbuhan. Pada hewan dan tumbuhan, penelitian menunjukkan bahwa polusi cahaya mengganggu pertumbuhan dan habitat hewan dan tumbuhan. Pada manusia, polusi cahaya berdampak pada fisik dan psikis kita. Penelitian menunjukkan bahwa polusi cahaya mengganggu siklus hormonal manusia.

Selain itu, polusi cahaya juga berdampak pada ekonomi dan lingkungan. Karena sesungguhnya polusi cahaya itu adalah pemborosan energi. Cahaya yang berlebihan dan tidak diinginkan, tidak lain adalah pemakaian energi listrik yang sia-sia. Saat ini, sumber utama energi yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari adalah dari bahan bakar fosil. Pemakaian energi listrik yang sia-sia, juga berarti pemakaian bahan bakar fosil yang sia-sia. Hal ini menambah emisi karbon yang sebenarnya bisa kita hindari.

Kolaborasi Menjaga Bintang

Solusi permasalahan polusi cahaya sebenarnya bukan hal yang rumit. Pemilihan lampu yang tepat, cara pemasangan lampu, pemakaian tudung, dan pengaturan arah pencahayaan, sudah cukup mengatasi sebagian besar dari permasalahan polusi cahaya. Hanya saja, informasi tentang masalah polusi cahaya masih belum tersebar luas di masyarakat. Sehingga ketika upaya penanganan polusi cahaya dilakukan, kadang mendapat hambatan.

Astronomi, sebagai ilmu yang mempelajari benda langit dan berbagai fenomena yang terjadi di langit, terkena dampak langsung dari polusi cahaya. Polusi cahaya mengganggu pengamatan astronomi. Karenanya, Kelompok Keilmuan Astronomi ITB dan Observatorium Bosscha telah lama berkampanye untuk memerangi polusi cahaya di sekitar Observatorium Bosscha. Salah satunya adalah lewat sosialisasi ke masyarakat, terutama di sekitar Observatorium Bosscha.

Pelibatan mahasiswa dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak polusi cahaya sudah dimulai sejak tahun 2022 melalui kuliah kolaborasi. Sebagai salah satu agen perubahan, mahasiswa, sebagai generasi muda, perlu diajak untuk lebih peduli akan kondisi lingkungan sekitar untuk menekan dampak polusi cahaya. Terlebih, generasi muda lah yang akan merasakan dampak paling besar apabila pembangunan tidak memperhatikan konsep keberlanjutan. Pada semester genap tahun ajaran 2023/2024, peserta kuliah kolaborasi mata kuliah Astronomi dan Lingkungan serta Manajemen Institusi Astronomi di Institut Teknologi Bandung melaksanakan proyek kolaborasi dengan judul Perancangan Media Sosialisasi Polusi Cahaya  untuk Tingkat Sekolah Dasar. Proyek kolaborasi ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada peserta kuliah terkait isu polusi cahaya dan dampaknya serta memberikan pengalaman kolaborasi kepada peserta kuliah dalam pembuatan proposal dan perancangan media komunikasi untuk sosialisasi polusi cahaya kepada siswa tingkat sekolah dasar. Melalui media komunikasi ini disampaikan informasi tentang polusi cahaya, dampak buruknya, penyebabnya, dan bagaimana mengatasinya. Media komunikasi yang dihasilkan dari tugas kuliah kolaborasi ini kemudian digunakan oleh Observatorium Bosscha untuk memberikan edukasi tentang polusi cahaya pada siswa-siswa sekolah dasar yang berada di sekitar Observatorium Bosscha.

Jumlah peserta kuliah kolaborasi dari dua mata kuliah 177 mahasiswa. Kedua mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah layanan yang dapat diikuti oleh seluruh mahasiswa program sarjana ITB. Pada semester ini, peserta kuliah kolaborasi terdiri dari 11 program studi yang berasal dari 3 fakultas yang berbeda yang dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok memiliki proporsi jumlah peserta yang setara dari kedua mata kuliah. Peserta dari mata kuliah Manajemen Institusi Astronomi memiliki peran utama dalam pengorganisasian tim dengan memanfaatkan metode pengambilan keputusan yang telah dipelajari pada mata kuliah tersebut. Peserta dari mata kuliah Astronomi dan Lingkungan memiliki peran utama dalam memastikan substansi topik polusi cahaya yang akan disosialisasikan kepada siswa sekolah dasar karena topik Polusi Cahaya beserta kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) dibahas secara lebih ekstensif di perkuliahan Astronomi dan Lingkungan.

Sebelum merancang dan membuat media komunikasi sosialisasi polusi cahaya, peserta kuliah terlebih dahulu diajak berkunjung ke Observatorium Bosscha. Kunjungan ini dimaksudkan agar peserta kuliah bisa lebih mengerti dan merasakan bagaimana astronom bekerja di sebuah observatorium dan bagaimana polusi cahaya mempengaruhi penelitian astronomi. Selain melihat langsung beberapa fasilitas pengamatan di Observatorium Bosscha, peserta kuliah juga diajak melihat langsung keadaan langit yang mulai mengalami polusi cahaya di sekitar observatorium. Dengan demikian, diharapkan perancangan media komunikasi ini bisa dilakukan lebih baik karena peserta kuliah sudah melihat sendiri keadaan di lapangan. Peserta juga mendapat pembekalan topik Narasi Visual dari dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB, Hafiz Aziz Ahmad, S.Sn., M.Des., Ph.D.. Dua topik pembekalan tersebut dirancang untuk memfasilitasi peserta kuliah kolaborasi dalam merancang media komunikasi dengan target yang sangat spesifik yaitu siswa sekolah dasar. Peserta kuliah kolaborasi perlu memikirkan kadar informasi serta jenis media komunikasi yang sesuai untuk siswa sekolah dasar dengan tingkat pemahaman yang merentang dari kelas 1 hingga kelas 6.

Untuk tugas pembuatan media komunikasi ini, peserta kuliah dibagi menjadi 16 kelompok. Masing-masing kelompok bebas menentukan bentuk media komunikasi yang ingin mereka buat. Tapi sebelumnya setiap kelompok harus mengajukannya dalam sebuah proposal, dan proposalnya harus disetujui oleh dosen pengampu. Dengan kreativitasnya, media komunikasi sosialisasi polusi cahaya yang dirancang oleh kelompok-kelompok ini mengambil berbagai bentuk. Ada kelompok yang membuat media komunikasi dalam bentuk poster, buku cerita bergambar, buku pop-up, video cerita animasi, dan maket model simulasi efek polusi cahaya. Semua bentuk media komunikasi yang dihasilkan, didesain untuk mengkomunikasikan informasi kepada audiens yang adalah siswa sekolah dasar. Karena itu, perencanaan media komunikasi ini memperhitungkan berbagai faktor untuk menarik perhatian siswa sekolah dasar secara visual, dengan muatan informasi yang cukup ringan untuk bisa dimengerti oleh para siswa sekolah dasar tersebut. Dalam penyusunan proposal, setiap kelompok juga berlatih untuk menilai sumber daya manusia yang dimiliki oleh kelompoknya dengan pembagian tugas berdasarkan pengetahuan, kemampuan, dan bakat serta sumber daya lainnya yang mengutamakan penggunaan material daur ulang. Kemampuan lain yang diharapkan berkembang dalam kegiatan penyusunan proposal ini adalah kemampuan bekerja sama di dalam tim yang di antaranya memerlukan keterampilan berkomunikasi, bernegosiasi, beradaptasi, dan toleransi.

Hasil dan Kemanfaatan Media Komunikasi

Produk akhir dari tugas kolaborasi kuliah ini kemudian diseleksi lebih lanjut dengan kriteria yang memperhitungkan substansi materi, kesesuaian media dengan tingkat usia anak-anak, kreativitas, dan inovasi. Dari hasil seleksi diperoleh 6 karya yang dianggap paling cocok dan bisa digunakan pada kegiatan sosialisasi polusi cahaya yang dilaksanakan oleh Observatorium Bosscha pada tanggal 19 dan 20 Juni 2024. Target sosialisasi ini adalah sekolah dasar yang berada di sekitar Observatorium Bosscha, yaitu SD Negeri Merdeka dan SD Negeri Pancasila. Kelompok-kelompok yang produk media komunikasinya terpilih, diundang untuk terlibat dalam kegiatan sosialisasi polusi cahaya yang dilaksanakan oleh Observatorium Bosscha. Dengan demikian, mahasiswa juga dapat berperan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

Di antara produk media komunikasi yang menarik untuk diangkat, salah satunya adalah alat peraga dampak polusi cahaya yang diberi nama Stargazing Box. Stargazing Box ini berupa sebuah kotak berukuran sekitar 50 cm pada ketiga sisi. Di dalam Stargazing Box, di bagian dasarnya, ada sedikit informasi tertulis tentang polusi cahaya. Sedangkan di dinding bagian dalam lainnya, terdapat  simulasi langit dengan bintang-bintang. Ada sumber cahaya putih dari sebuah lampu dalam Stargazing Box. Sumber cahaya ini, selain untuk membantu membaca tulisan di dalam Stargazing Box, juga berperan sebagai representasi polusi cahaya. Audiens bisa melihat informasi dan bagian dalam dari Stargazing Box lewat sebuah lubang seukuran kepala, di bagian depan. Saat lampu dihidupkan, bagian dalam Stargazing Box akan menjadi terang dan “bintang-bintang” dalam Stargazing Box akan tertutup cahaya lampu tersebut. Jika ingin melihat “bintang-bintang” tersebut, maka lampu dalam Stargazing Box harus dimatikan. Begitulah polusi cahaya disimulasikan menggunakan Stargazing Box.

Ada lagi media komunikasi berupa buku cerita. Buku yang dibuat dengan tampilan dan dilengkapi ilustrasi menarik ini menceritakan tentang pengalaman seekor anak burung camar bernama Coco, saat bermigrasi dengan kelompoknya. Coco sempat terpisah dari kelompoknya dan tidak bisa kembali bergabung karena polusi cahaya. Polusi cahaya menghalangi Coco untuk melihat pola bintang di langit yang biasanya mereka gunakan untuk navigasi. Informasi tentang polusi cahaya, penyebabnya, efeknya, dan cara mengatasinya, dibungkus dalam sebuah narasi yang diharapkan bisa dengan mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar.

Media-media komunikasi dengan format yang beragam, yang dihasilkan dari tugas kolaborasi kuliah ini, diharapkan bisa saling mengisi dan melengkapi informasi yang disampaikan kepada audiens yang dituju. Beberapa media komunikasi ini digunakan di ruang kelas SDN Merdeka dan SDN Pancasila saat kegiatan sosialisasi polusi cahaya Observatorium Bosscha. Melihat antusias siswa-siswa pada kegiatan itu, memberikan kita rasa optimis. Jika generasi muda, semenjak dari usia sekolah dasar, mengerti tentang permasalahan polusi cahaya yang terjadi saat ini, maka kita bisa optimis bahwa masalah ini akan bisa kita atasi dengan cepat. Solusi masalah polusi cahaya akan mudah diterapkan jika masyarakat mengerti tentang polusi cahaya. Karena sesungguhnya, solusi dari polusi cahaya itu bersifat saling menguntungkan.

Gambar 1. Stargazing Box

Gambar 2. Bagian dalam Stargazing Box

Gambar 3. Polusi cahaya yang menutup cahaya bintang

Gambar 4. Pemakaian tudung lampu untuk melindungi langit malam dari polusi cahaya

Gambar 5. Petualangan Coco Menemukan Jalan Pulang

Gambar 6. Sosialisasi di depan siswa-siswa SD

Tulisan Pendukung

Solusi untuk mengurangi polusi cahaya dapat dilakukan dengan mudah di tingkat individu, mulai dari memadamkan cahaya yang tidak diperlukan di malam hari hingga menggunakan tudung lampu untuk pencahayaan luar ruangan agar mengurangi pancaran cahaya yang terbuang ke langit dan arah lain yang tidak diperlukan.

Menjaga bintang di langit malam berarti menjaga hak generasi di masa depan untuk menikmati keindahan langit malam, sumber inspirasi bagi peradaban manusia.

136

views