Mengenal Organ Reproduksi Mencegah Kanker Serviks
Tags: ITB4People, Community Services, SDGs3
Satu perempuan Indonesia meninggal dunia setiap jam karena kanker serviks atau kanker mulut rahim. Kanker ini merupakan kanker kedua yang paling banyak merenggut nyawa perempuan setelah kanker payudara. Terdapat 15.000 kasus baru di Indonesia dengan tingkat kematian 20-25 orang setiap hari. Sebagian besar kasus ini terlambat ditangani karena sekitar 70 persennya diketahui pada stadium lanjut. Tingginya prevalensi kanker serviks di Indonesia memerlukan deteksi dini dan kesiapan penyedia layanan kesehatan.
Kanker serviks dipicu oleh oleh infeksi human papillomavirus bisa menular lewat hubungan seksual. Pencegahan kanker serviks erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi wanita. Meski penting, soal kesehatan reproduksi ini belum menjadi prioritas perempuan Indonesia. Itulah mengapa seringkali kasus kanker serviks terlambat ditangani.
Oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana mendeteksi dan mencegah kanker serviks ini. Dengan pengetahuan itu, perempuan diharapkan tidak lagi mengabaikan kesehatan alat reproduksinya.
Kelompok Keahlian (KK) Fisiologi, Perkembangan Hewan dan Sains Biomedika Sekolah Ilmu Teknologi Hayati - Institut Teknologi Bandung (SITH-ITB) bekerja sama dengan Divisi Onkologi Ginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran-Universitas Padjadjaran(FK-UNPAD)/RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada Oktober 2021 lalu melaksanakan Program Pengabdian Kepada Masyarakat di Desa Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kegiatan ini berupa penyuluhan yang diikuti oleh 50 peserta dari kelompok PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) Desa Cimanggung. Selain penulis, hadir pula dr. Febia Erfandi, Sp.O.G dari UNPAD sebagai narasumber.
Kanker bisa menyerang siapa saja. Tidak peduli apakah ia tinggal di perkotaan maupun pedesaan, perempuan wajib menyadari faktor risiko yang membuatnya rentan terkena kanker serviks. Semakin baik pengetahuan atas penyakit ini, diharapkan bisa mencegah atau setidaknya mampu mendeteksi sedini mungkin. Itu sebabnya, informasi soal kanker serviks harus disebarkan seluas-luasnya. Menjangkau masyarakat desa, baik yang masih muda, maupun lanjut usia.
Keterlambatan penanganan hanya akan memberatkan pasien. Biaya yang dikeluarkan semakin besar, kemungkinan pulih sepenuhnya pun kian sulit. Penyuluhan semacam ini dimaksudkan untuk membangun kewaspadaan masyarakat.
Di luar dugaan, peserta penyuluhan deteksi dini kanker serviks ini diikuti hingga 50 perempuan di Desa Cimanggu, Sumedang. Kesempatan ini dimanfaatkan tidak hanya untuk menerima informasi, tetapi juga menanyakan berbagai keluhan dan berbagi kekhawatiran yang mereka alami kepada narasumber.
SITH ITB tidak dalam kapasitasnya untuk memberi diagnosa maupun memberi saran medis kepada masyarakat. Akan tetapi, anatomi dan fisiologi merupakan bagian dari keilmuan yang dipelajari di SITH ITB. Organ-organ manusia mempunyai fungsi unik yang perlu dijaga dan dirawat. Hal inilah yang dibagi kepada masyarakat melalui penyuluhan kanker serviks.
Selain itu, SITH ITB mengembangkan berbagai penelitian terkait berbagai penyakit, salah satunya kanker. Penelitian SITH ITB melihat lebih dalam bagaimana virus yang menjadi penyebab kanker, bagaimana reaksi di dalam sel kanker, dan terus mengembangkan upaya pencarian senyawa-senyawa yang berpotensi menjadi obat kanker.
Masyarakat Desa Cimanggu diajak untuk memahami organ reproduksi wanita melalui diskusi interaktif. Sulit untuk membicarakan kanker serviks jika masyarakat sendiri tidak memahami apa saja organ reproduksi dan fungsinya masing-masing. Melalui tanya jawab, permainan yang menggugah minat, serta alat peraga, masyarakat diajak untuk mengenali organ reproduksi yang berperan penting dalam hidup perempuan.
Membangun suasana yang menyenangkan dan akrab sangat penting, mengingat kanker serviks berkaitan erat dengan organ reproduksi serta aktivitas seksual yang masih menjadi hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Apalagi jika harus membicarakan di forum diskusi yang dihadiri oleh banyak orang. Tidak mudah membuat masyarakat terbuka. Interaksi yang hangat dan intim pada akhirnya membuat peserta penyuluhan tidak malu-malu menyampaikan pertanyaan juga keluhan yang dirasakan.
Pada penyuluhan ini secara spesifik, perempuan diajak untuk lebih peduli dengan kesehatan organ reproduksinya, utamanya dalam rangka pencegahan dan deteksi kanker serviks. Harapannya, perempuan memahami secara menyeluruh tentang organ reproduksinya sehingga dapat membantu menurunkan risiko kanker serviks dan penyakit reproduksi lainnya. Jika perempuan sehat, maka akan lahir generasi bangsa berkualitas. Masyarakat yang sehat, cerdas, dan sejahtera dibangun dari keluarga dan generasi muda yang sehat.
Dalam penyuluhan tersebut disampaikan, aktivitas organ-organ reproduksi berperan dalam menentukan perioda kehidupan seorang Wanita. Secara biologis, perempuan akan melalui perioda anak-anak, pubertas, kematangan reproduksi, masa menopause. Alat reproduksi wanita terdiri dari bagian luar dan dalam. Alat reproduksi bagian luar terdiri dari labia majora atau yang disebut juga sebagai bibir besar yang berfungsi melindungi organ luar lainnya, labia minora atau bibir kecil yang terletak di bagian dalam labia majora, kelenjar Bartholin yang berada di setiap sisi sebelah lubang vagina dan bisa mengeluarkan cairan (lender) untuk melumasi vagina, serta klitoris berupa tonjolan kecil yang sensitif. Sementara alat reproduksi bagian dalam terdiri dari indung telur, saluran telur, rahim, dan vagina.
Kanker leher rahim atau serviks merupakan salah satu penyakityang menyerang alat reproduksi wanita. Ada pula kanker ovarium yang menginfeksi organ ovarium. Selain kanker, perempuan sering mengalami persoalan dengan alat reproduksinya. Misalnya endometriosis, yaitu jaringan yang membentuk lapisan dalam dinding rahim tumbuh di tempat lain di dalam tubuh. Ada pula radang panggul yang disebabkan oleh bakteri penyebab infeksi yang merambat masuk ke dalam panggul melalui vagina atau leher rahim.
Masalah lain yang sering dihadapi ialah Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS). Sindrom ini disebabkan hormon androgen yang dihasilkan dalam jumlah lebih banyak dan mengakibatkan penderita mengalami menstruasi yang tidak teratur atau bahkan tidak menstruasi sama sekali sehingga menjadi faktor yang menyebabkan sulit hamil. Miom atau tumor jinak yang tumbuh di rahim juga banyak dialami oleh perempuan.
Perempuan juga banyak sekali yang mengalami gangguan haid. Terbukti dalam penyuluhan ini, persoalan gangguan menstruasi paling banyak ditanyakan. Ada yang mengalami amenorrhea (tidak haid), ada pula yang mengalamai pendarahan berlebih, juga dismenore atau menstruasi yang terlalu sakit. Perempuan juga dihadapkan pada persoalan infertilitas atau sulit mendapat keturunan.
Masalah lain ialah HIV/AIDS juga masalah yang timbul akibat virus HIV, serta penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit yang berasal dari hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan organ reproduksi sehingga terhindar dari berbagai masalah kesehatan. Menghindari rokok dan alkohol, dua hal tersebut terbukti menyebabkan berbagai gangguan kesehatan kronis, mempengaruhi tingkat kesuburan wanita. Rokok juga bisa menyebabkan impotensi pada laki-laki.
Mengonsumsi makanan yang sehat penting untuk menjaga kesehatan reproduksi. Nutrisi yang diperlukan untuk kesehatan organ reproduksi wanita antara lain serat, protein, vitamin, antioksidan, serta folat. Kandungan ini bisa diperoleh dari kacang kacangan, daging, ikan, susu, telur, sayur, dan buah-buahan.
Sering mengganti celana mempengaruhi kesehatan organ reproduksi. Malas mengganti celana dalam dapat memicu timbulnya gatal-gatal dan jamur. Segera ganti jika celana dalam terasa lembap atau kotor. Penting juga memilih celana dalam dari bahan yang dapat menyerap keringat dengan baik. Saat haid, ganti pembalut jika sudah lebih dari tiga jam.
Bersihkan organ intim dengan benar, yaitu dari depan ke belakang, bukan sebaliknya. Membersihkan organ intim dari belakang ke depan akan menyebabkan terbawanya bakteri anus ke vagina yang menjadi pemicu infeksi.
Deteksi dini kanker serviks
Pada penyuluhan tersebut dr. Febia Erfandi, Sp.O.G menyampaikan, persoalan utama dalam penanganan kanker serviks di Indonesia ialah pasien sering terlambat mendapat pengobatan. Sekitar 70% kasus kanker serviks diketahui di atas stadium IIB. Keterlambatan itu diperngaruhi oleh banyak faktor, antara lain cakupan deteksi dini yang belum luas, gejala yang tidak spesifik, status ekonomi, kondisi sosial budaya, pendidikan, sarana prasarana, dan informasi yang belum merata.
Masyarakat masih sering terjebak pada mitos daripada mengetahui fakta yang benar. Banyak yang meyakini, tidak adanya gejala berarti terbebas dari kanker serviks.
Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko perempuan terkena kanker serviks. Mereka yang menikah di bawah umur 20 tahun lebih rentan terhadap kanker serviks. Demikian pula dengan perempuan yang merokok, menderita infeksi menular seksual, juga yang memiliki mitra seksual multiple.
Pada tahap dini atau yang disebut dengan lesi pra kanker, kanker serviks tidak menunjukkan gejala. Maka itu perlu melakukan deteksi dini jauh sebelum munculnya gejala.
Keterlambatan penanganan akibat lemahnya deteksi dini ini yang juga menguatkan mitos bahwa kanker serviks tidak dapat dicegah. Seperti nasib buruk yang tidak bisa ditolak oleh perempuan. Padahal ada acara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kanker serviks.
Pencegahan primernya melalui vaksinasi HPV. Vaksin ini diberikan tiga kali dalam rentang waktu enam bulan. Vaksinasi ini sudah dapat dilakukan pada anak perempuan dengan usia 11-12 tahun.
Pencegahan sekundernya dilakukan dengan melakukan skrining atau deteksi dini kanker serviks dan terapi lesi pra kanker. Skrining dengan melakukan tes pap atau tes IVA dan tes DNA HPV. Selain itu untuk mencegah perkembangan kanker dapat dilakukan dengan terapi lesi pra-kanker, sebelum terjadinya perkembangan jaringan menjadi kanker.
Tes pap dapat dilakukan pada perempuan berumur 21 tahun ke atas. Pengujian ini dapat dilakukan 3 tahun sekali. Pengujian virus HPV dapat dilakukan mulai umur 30 tahun, dan dilakukan 5 tahun sekali. Pengujian tes pap atau HPV tidak perlu terus dilakukan apabila sudah berusia lebih dari 65 tahun dan hasil uji sepuluh tahun sebelumnya selalu baik dan tidak memiliki riwayat kanker. Pengujian-pengujian ini perlu dilakukan di laboratorium yang memiliki fasilitas untuk pendeteksian pap datau HPV.
Pap smear dilakukan sebelum pemeriksaan bimanual. Pap smear hanya bisa dilakukan ketika pasien tidak sedang menstruasi. Perempuan yang akan melakukan pap smear tidak boleh melakukan hubungan seksual ataupun pengobatan pervaginam selama 48 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
Tes pap smear konvesional ini merupakan skrining dengan tahapan yang relative sederhana, cepat, tidak sakit, murah, dan tanpa komplikasi.
Secara teknis, pap smear dilakukan dengan mengambil sampel dari vagina dengan cara mengulaskan spatula pada ektoserviks dan endoserviks. Spatula kemudian dipulaskan ke kaca. Setelah itu rendam dalam alkohol 96% selama 30 menit.
Deteksi dini kanker serviks melalui tes pap smear ini terkendala kurangnya tenaga terlatih untuk mengambil sampel, perlengkapan dan bahan pun kurang. Tidak banyak laboratorium yang bisa memprosesnya, itupun dengan jumlah tenaga skriner dan ahli sitologi yang juga terbatas. Program skrining kanker serviks ini juga belum menjadi program pemerintah.
Perlunya ketersediaan tenaga dan perlengkapan yang kompleks sebagai penunjang ini menjadi kelemahan tes pap smear. Selain itu, false negative rate tes ini juga cukup tinggi. Sensitivitasnya sekitar 50-70 persen.
Sekarang sudah ada metode baru untuk memeriksa sampel sel serviks untuk deteksni dini kanker mulut lahir. Metode ini disebut dengan Sitologi Serviks Berbasis Cairan (SSBC). Melalui prosedur ini, sampel yang dihasilkan lebih memuaskan. Pada metode pap smear konvensional, sebagian sel serviks tertinggal di spatula atau sikat yang digunakan untuk mengambil sampel. Hal itu menyebabkan hasil negatif palsu.
Sedangkan pada metode SSBC, preparat yang diperiksa lebih jelas dan akurat. Sel dan faktor pengganggu bisa dipisahkan. Sehingga sel lebih mudah dan jelas saat diperika dengan mikroskop.
Pemeriksaan pap smear merupakan salah satu dari deteksi dini kanker serviks. Deteksi dini lainnya bisa dilakukan dengan tes IVA dan DNA HPV. Sebagai langkah pencegahan, dokter merekomendasikan vaksinasi rutin pada anak perempuan usia 11-12 tahun dengan vaksin kuadrivalen HPV.
Setiap hasil tes skrining positif maka harus dilakukan evaluasi. Tindakan terapi tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan pada hasil skrining.
Prevalensi kanker serviks di Indonesia tentu tidak otomatis turun dengan satu kali penyuluhan. Langkah darurat yang perlu diambil ialah menjadikan vaksinasi HPV sebagai bagian dari program vaksinasi pemerintah. Dengan vaksinasi dan kemampuan deteksi dini kanker serviks yang lebih baik diharapkan mampu menekan jumlah kasus kanker serviks.
Meski begitu, penyuluhan-penyuluhan seperti yang sudah dilakukan di Sumedang ini harus terus digaungkan. Aktivitas seacam ini akan membangun kesadaran perempuan tentang apa dan bagaimana kanker serviks sehingga memiliki kesadaran pula untuk bisa mencegahnya.
Kanker ovarium
Selain kanker serviks, kanker ovarium juga menjadi ancaman bagi kesehatan perempuan. Kanker ovarium sering dijuluki sebagai the silent killer. Kanker ovarium menempati urutan ketujuh kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Secara ginekologi, kanker ovarium merupakan kanker ketiga yang paling sering terjadi. Kaker ovarium menjadi penyebab kematian kedelapan dari kanker yang paling sering terjadi pada wanita di dunia. Pada tahun 2035, diperkirakan akan terdapat 371.000 kasus kanker ovarium baru per tahunnya.
Sama halnya dengan kanker serviks, penanganan kanker ovarium juga sering terlambat. Hanya 15 persen pasien yang datang pada stadium awal. Sekitar 60 persen penderita datang pada stadium lanjut. Padahal, 90 persen pasien pada stadium awal memberi respons yang baik pada pengobatan.
Secara etiologi, kanker ovarium terjadi secara sporadic atau tidak diketahui penyebabnya. Sebagian lagi ada yang menunjukkan adanya mutase genetic atau keturunan.
Perempuan pada usia lanjut memiliki faktor risiko kanker ovarium yang lebih tinggi. Insiden kanker ovarium tertinggi terjadi pada perempuan usia 60 tahun. Kanker ovarium kebanyakan terjadi setelah menopause. Perempuan yang tidak pernah melahirkan atau menunda kehamilan juga memiliki kerentanan. Wanita melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun atau tidak pernah melahirkan meningkatkan risiko kanker ovarium
Risiko juga semakin meningkat pada perempuan yang mengalami obesitas. Perempuan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas 25 memiliki risiko kanker ovarium yang lebih tinggi. Merokok turut meningkatkan risiko. Perempuan dengan riwayat kanker ovarium, kanker payudara, kanker kolorektal di keluarga juga lebih rentan terhadap penyakit ini.
Beberapa gejala yang tampak akibat kanker ovarium ini antara lain perut membesar, kembung, nyeri perut, mual atau muntah, nafsu makan menurun, cepat kenyang, gangguan pada buang air besar dan kecil, gangguan menstruasi, dan penurunan berat badan.
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan seseorang menderita kanker ovarium, ada dua terapi yang bisa dilakukan. Pertama dengan operasi. Semua penderita kanker ovariu harus dilakukan operasi. Kedua dengan kemoterapi. Terapi kemoterapi bisa dilakukan pada pasien stadium di atas 1B. Kemoterapi termasuk tipe terapi dengan risiko tinggi.
Jika telah mengetahui faktor risiko, maka sebaiknya memahami gejala yang terjadi. Segera konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan diagnosa yang tepat.***