Mengemas Pengamatan Gerhana Matahari Menjadi Astrowisata di Pulau Sabu

Pada tanggal 20 April 2023 terjadi peristiwa alam yang sangat menarik perhatian masyarakat dalam dan luar negri, yaitu Gerhana Matahari Hibrida (GMH). Dikatakan hibrida karena dalam satu peristiwa gerhana, di beberapa tempat yang dilalui jalur totalitas, puncak gerhana nampak sebagai Gerhana Matahari Cincin (GMC), di tempat lain Gerhana Matahari Total (GMT). Sayangnya, wilayah yang mengalami GMC semuanya di samudra, yaitu Samudra Hindia Bagian Selatan dan Samudra Pasifik bagian Barat yang berada di jalur totalitas. Oleh karena itu diperkirakan tidak ada yang mengamati fase GMC, kecuali kalau ada kapal laut yang kebetulan berada di jalur totalitas saat GMC itu.

Di beberapa bagian Indonesia, seperti pulau Kisar dan pulau Biak puncak gerhana nampak sebagai GMT. Di beberapa bagian pantai Barat Australia dan pantai Timur Timor Leste puncak gerhana juga nampak sebagai GMT. Masyarakat di daerah-daerah di sisi kiri dan kanan jalur totalitas, dapat mengamatinya sebagai Gerhana Matahari Sebagian (GMS).

Hampir di seluruh wilayah Indonesia, waktu itu, masyarakat bisa mengamati GMS, kecuali di sedikit wilayah di ujung Utara pulau Sumatera. Pulau Sabu merupakan daerah yang mengalami GMS yang hampir total karena dekat dengan jalur totalitas. Pada puncak gerhana disana, 93% piringan Matahari tertutup Bulan. Mengapa pulau Sabu dipilih untuk tempat penyelenggaraan event gerhana padahal totalitasnya 93%? Ada motivasi lain, yaitu adanya potensi besar pengembangan astrowisata jangka panjang di pulau Sabu yang memiliki tingkat kecerahan langit terbaik di Indonesia.

Pulau Sabu yang merupakan pulau terbesar di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, berada diantara dua pulau yang lebih besar yaitu pulau Sumba dan pulau Timor. Berdasarkan penelitian Hidayat dkk tahun 2012, Pulau Sabu memiliki fraksi hari cerah terbanyak di Indonesia. Berdasarkan penelitian itu disimpulkan bahwa kegiatan pengamatan langit di Pulau Sabu, baik untuk penelitian ataupun astrowisata, memiliki harapan yang paling besar untuk berhasil. Itulah salah satu sebabnya pulau Sabu merupakan salah satu lokasi yang dipilih oleh beberapa ilmuwan ITB sebagai lokasi pengamatan gerhana, meskipun pada puncak gerhana hanya 93% piringan Matahari yang tertutup Bulan.

Selanjutnya, dosen dan mahasiswa dari ITB, Dr Chatief Kunjaya, Drs Zadrach Dupe Msi, Dr Edi Riawan, Muhammad Naufal At-Thoriq, Tasya Nadzmus Soraya SSi dan Muhammad Al Ikhwan Hanif, Delvianus Kaesmetan ST MT melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Sabu untuk membantu pemerintah setempat dan masyarakat memanfaatkan fenomena gerhana tersebut. Bentuk kegiatannya adalah memberi panduan dan layanan kepada masyarakat setempat dan wisatawan untuk menyaksikan dan menikmati suasana gerhana yang eksotik dengan aman dan menyenangkan, sekaligus memperkenalkan kepada penduduk setempat tentang potensi besar astrowisata yang dimiliki daerahnya. Kegiatan itu bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Sabu Raijua.

Pelatihan Pemandu Astrowisata

Melihat langsung ke arah Matahari dapat membahayakan mata, bisa menyebabkan mata rusak hingga buta. Seringkali ada persepsi yang keliru, seolah mengamati gerhana bisa membuat mata buta. Hal itu tidak sepenuhnya benar. Yang menyebabkan buta adalah cahaya dari permukaan matahari langsung ke mata. Maka, meskipun tidak gerhana, jika kita melihat langsung ke arah Matahari bisa menyebabkan kerusakan mata bahkan buta. Saat terbaik melihat langsung ke arah Matahari adalah justru saat Gerhana Matahari Total. Di pulau Sabu masyarakat tidak bisa nampak GMT, sehingga sepanjang gerhana penonton gerhana harus disiplin menggunakan pelindung mata, yaitu kacamata Matahari atau filter Matahari.

 

Di pihak lain, Gerhana Matahari itu merupakan peristiwa yang langka dan mengagumkan sehingga diperkirakan akan banyak anggota masyarakat yang tertarik untuk menyaksikannya. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk melindungi kesehatan masyarakat tanpa mengurangi kesempatan masyarakat menikmati peristiwa tersebut. Untuk mengantisipasi kemungkinan banyaknya orang yang akan datang, yang diperkirakan lebih dari seribu orang, menyaksikan gerhana tersebut, diperlukan tenaga pemandu masyarakat yang lebih banyak. Oleh karena itu sebelum terjadi peristiwa gerhana dilaksanakanlah pelatihan untuk calon pemandu astrowisata yang diharapkan dapat membantu tim ITB untuk melayani dan memandu masyarakat menyaksikan gerhana Matahari.

Pelatihan dilaksanakan di aula Taman Doa SKEBER, yang juga merupakan lokasi kantor Dinas Pariwisata, Kabupaten Sabu Raijua. Di dalam pelatihan itu dijelaskan tentang fenomena dan mekanisme gerhana Matahari, bahaya melihat langsung dan cara aman mengamatinya. Pelatihan itu juga disertai praktek pengamatan matahari dengan menggunakan kacamata gerhana dan juga menggunakan teleskop yang dilengkapi dengan filter Matahari.

Festival Taman Langit dan Pengamatan Gerhana

Dalam rangka memanfaatkan gerhana Matahari sebagai atraksi wisata, Pemkab Sabu Raijua dan ITB menyelenggarakan Festival Taman Langit. Festival tersebut diselenggarakan selama dua hari dua malam, 19 dan 20 April 2023, dengan hasrat memadukan peristiwa alam di langit dan budaya setempat, ke dalam suatu festival yang unik. Lokasi festival adalah di kawasan wisata pantai Rae Mea di desa Loborai, Kecamatan Sabu Timur. Disana ada lapangan rumput yang cukup luas di atas tebing pantai untuk masyarakat berkumpul dan berkegiatan. Kegiatan festival juga dimeriahkan dengan pasar senggol tempat penduduk setempat dan UMKM dapat berinteraksi memasarkan produknya dan memutar ekonomi masyarakat.

Hari pertama festival diisi dengan kegiatan sepeda santai sejak pagi hari dari Kantor Bupati  hingga pantai Rae Mea. Upacara pembukaan yang dihadiri oleh wakil Bupati dan beberapa pejabat Kabupaten Sabu Raijua, dilanjutkan dengan acara-acara festival berupa lomba, acara budaya dan kesenian. Di sela-sela acara kesenian dan budaya dilaksanakan kegiatan peneropongan untuk memberi kesempatan masyarakat mencoba teleskop untuk melihat tempat-tempat di permukaan Bumi yang jauh melalui teleskop. Masyarakat takjub bahwa bangunan-bangunan, serta kegiatan manusia ditempat-tempat yang jauh di bagian lain pulau dapat diamati melalui teleskop dengan lebih jelas.

Acara festival terus berlanjut hingga malam hari dengan kombinasi kegiatan budaya dan peneropongan bintang dan planet yang merupakan pengalaman pertama bagi masyarkat.

Hari kedua festival juga diisi dengan berbagi acara kesenian rakyat hingga malam hari,  dengan puncak acara pengamatan gerhana Matahari.

Untuk keperluan pengamatan gerhana dan pengamatan langit malam, tim ITB telah mempersiapkan 3 teleskop berdiameter 10 cm yang dilengkapi dengan filter Matahari. Selain itu, dibagikan juga 450 kacamata gerhana kepada masyarakat, agar mereka dapat mengamati dan menikmati peristiwa alam yang langka itu dengan aman. Sebelumnya pada kunjungan tahun 2022 telah dibagikan juga 50 kacamata, sehingga total 500 kacamata gerhana telah didistribusikan di pulau Sabu. Acara pengamatan Gerhana berlangsung dari sekitar pukul 10.30 hingga jam 13.30 WITA, dengan puncak gerhana pada jam 12.06 WITA.

Selain menikmati pemandangan perubahan bentuk Matahari dari lingkaran menuju sabit, masyarakat juga merasakan suasana yang eksotik yaitu udara yang semakin sejuk, suasana yang semakin meremang ketika semakin mendekati puncak gerhana. Suasana yang semakin sejuk itu terjadi di tengah hari yang cerah dan sinar Matahari masih membentuk bayangan benda-benda permukaan Bumi dengan jelas, sehingga menimbulkan suasana yang dirasa tidak biasa.

Acara budaya yang ditampilkan antara lain tari Padoa, Pedobo Aru. Tarian Padoa dan Pedobo Aru merupakan tarian keakraban masyarakat, khususnya muda mudi. Acara lomba berupa  pertandingan gulat ala Sabu, yang disebut Peluru Hawu dan lomba dayung perahu. Gulat Peluru Hawu seringkali diselenggarakan setelah upacara pelepasan arwah atau pensucian orang mati Pemau Domade. Gulat ini juga memiliki beberapa kemiripan dengan Sumo di Jepang juga berkembang dari gulat tradisional rakyat seperti Peluru Hawu. Oleh karena itu jika Peluru Hawu bisa diinstitusionalkan, aturan ditata dengan lebih baik dan menarik, berpotensi bisa menjadi turnamen nasional bahkan internasional di masa depan.

Pada lomba dayung perahu, perahu-perahu peserta ditempatkan sekitar 1 km dari bibir pantai, kemudian mereka balapan mendayung ke arah pantai. Lomba dayung ini mengandung aspek astronomi dan perlu dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu sekitar pertengahan antara saat laut surut dan saat puncak pasang. Jika dilakukan saat sekitar laut surut, kemungkinan perahu bisa kandas sebelum mencapai pasir pantai, karena hingga sekitar 500 meter dari bibir pantai ke tengah, laut sangat dangkal, hanya sekitar selutut orang dewasa. Jika dilakukan pada saat puncak pasang, air laut mencapai tebing sehingga tidak ada pantai berpasir untuk mendarat. Secara astronomi, kapan laut akan pasang dan kapan akan surut dapat dihitung, karena pasang surut air laut disebabkan oleh peredaran bulan di langit. Teristimewa, saat festival itu itu fase Bulan adalah sekitar bulan baru, sehingga pasang maksimumnya sangat tinggi dan surutnya sangat rendah, sehingga lomba yang dilakukan saat puncak surut atau puncak pasang tidaklah memungkinkan, harus di pertengahan antara keduanya.

Pada sore dan malam hari masyarakat dan wisatawan juga berkesempatan untuk meneropong obyek-obyek langit, seperti bintang ganda dan planet-planet, menggunakan tiga teleskop. Umumnya pengunjung festival belum pernah melihat benda langit melalui teleskop, sehingga ketika melihat planet dan bintang melalui teleskop mereka merasa takjub.

Dalam dua hari kegiatan festival tersebut diperkirakan lebih dari seribu orang datang berkunjung untuk menonton festival maupun ikut menyaksikan gerhana Matahari.

Kegiatan ilmiah di sela pelayanan kepada masyarakat

Selain melakukan pelayanan kepada masyarakat, tim ITB juga melakukan kegiatan ilmiah. Pengukuran parameter meteorologis selama gerhana berlangsung dilakukan dengan menggunakan Automatic Weather System (AWS). Tujuannya adalah mengetahui perubahan cuaca lokal akibat gerhana. Selain itu dilakukan juga  pemotretan gerhana dengan kamera DSLR yang dipasang di teleskop.

275

views