Menembus Tandus, Karya ITB di 74 Desa Tertinggal, Terdepan, dan Terluar

Akselerasi pembangunan daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) di Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan menuju Indonesia Emas 2045, yakni menjadi bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera disertai dengan generasi produktif, berkualitas, dan mampu bersaing dengan bangsa lain. Institut Teknologi Bandung (ITB), sesuai dengan visinya, localy relevant, selama ini mengafirmasi pengembangan daerah terdepan, terluar, tertinggal di Indonesia dengan penerapan teknologi tepat guna.

Dalam penerapannya beragam kendala seperti tantangan kondisi geografis, aksesibilitas, serta kurangnya infrastruktur dan sumber daya yang memadai kerap membayangi pembangunan di daerah 3T. Pengentasan daerah 3T memerlukan dukungan, kontribusi nyata, serta kolaborasi lintas pihak, termasuk perguruan tinggi.

Setiap tahun hampir 400 aktivitas pengabdian kepada masyarakat ITB dilakukan di sejumlah desa di Indonesia, mulai dari Lingkar 1 wilayah sekitar ITB dan Bandung hingga Lingkar 5 yakni wilayah 3T dan perbatasan negeri. Untuk kepentingan tersebut, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB melalui Sekretariat Pengabdian Masyarakat sejak tahun 2020 merancang program yang mengafirmasi wilayah 3T dengan anggaran yang meningkat 300%.

Sebuah contoh kecil dari konsistensi ITB dalam menjalankan program pengabdian masyarakat adalah di perbatasan negeri di Desa Srinanti, Sei Menggaris, Kab. Nunukan, Kalimantan Utara yang dilakukan sejak 2017 sampai sekarang. Di wilayah perbatasan RI-Malaysia tersebut, ITB bahu-membahu bersama PT Duta Tambang Rekayasa (Medco Mining) memperbaiki sarana penyediaan air minum yang telah lama mangkrak hingga mengembangkan sekolah menengah kejuruan (SMK). Dari semula para siswanya belajar di bawah kolong hingga tumbuh menjadi SMK terbaik di Kab. Nunukan. Keberhasilan pengembangan desa melalui program Desa Binaan ini diharapkan dapat dikembangkan di desa-desa 3T lain.

Dalam melakukan pengabdian masyarakat di daerah 3T, ITB juga menjalin kolaborasi dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT). Kerja sama tersebut berkenaan dengan keterpaduan dan sinergitas program dalam rangka percepatan pencapaian SDGs Desa berbasis teknologi tepat guna di lokasi 3T.

Perjanjian kerja bersama ditandatangani oleh Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB Prof. Ir. I Gede Wenten, M.Sc., Ph.D., bersama Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kemendes PDTT, Dr. Ivanovich Agusta S.P., M.Si. pada Jumat, 10 Februari 2023. Menteri Desa PDTT Dr. (HC) Drs. H. Abdul Halim Iskandar, M.Pd. dan Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., turut hadir dalam acara di Gedung Rektorat ITB, Bandung tersebut.

Perjanjian kerja bersama tersebut memiliki empat tujuan utama. Pertama, dalam rangka melakukan keterpaduan program pengabdian masyarakat di lokasi 3T dan wilayah Indonesia Timur. Kedua, pertukaran dan pengembangan data dan informasi desa. Ketiga, melakukan pendampingan dan bimbingan teknis dalam pelaksanaan program kegiatan. Keempat, penerapan teknologi tepat guna yang disepakati oleh para pihak.

Pengabdian di bawah payung kerja sama dengan Kemendesa PDTT ini difokuskan ke wilayah timur sesuai dengan penetapan pemerintah tentang 62 kabupaten daerah tertinggal pada 2020–2024. Selain itu, selama ini sebaran program ITB di daerah-daerah tersebut terasa minim. Hampir dari 2.000 sebaran pengabdian masyarakat terkonsentrasi hanya di wilayah Jawa. Jadi, kerja sama ini bak gayung bersambut karena ada kecocokan peran yang dibutuhkan dan lokus yang perlu disasar.

Desa-desa tersebut lalu diseleksi untuk memilih lokus desa sesuai dengan database Kemendes PDTT yang di tumpeng-susunkan dengan data pengabdian ITB. Dari proses ini terdapat wilayah ‘blank spot’ dari program-program yang ada, terutama di daerah timur Indonesia, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua yang disepakati dipilih menjadi area fokus program pengabdian.

Dari pemetaan bersama Kemendes PDTT ini, dipilih sebanyak 30 desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku Utara yang menjadi sasaran. Kategorinya terdiri atas 22 desa tertinggal dan 8 desa sangat tertinggal. Lokasi desa tertinggal dan sangat tertinggal yang tercakup dalam kegiatan ini meliputi Kabupaten Alor (8 desa), Kabupaten Rote Ndao (5 desa), Kabupaten Belu (3 desa), Kabupaten Timor Tengah Utara (2 desa), Kabupaten Sabu Raijua (2 desa) di NTTI. Sementara, di Provinsi Maluku Utara, yakni Kabupaten Pulau Morotai (5 desa) dan Kabupaten Kepulauan Sula (5 desa).

Kegiatan pengabdian masyarakat ini dibagi-bagi ke dalam beberapa kategori kelompok, mulai dari penanganan air bersih, eksplorasi dan pengeboran air bersih, teknologi untuk laut dan banjir dengan membangun inovasi automatic rainfall recorder. Kemudian di bidang infrastruktur terdapat pula inovasi berupa mini wind turbine. Ada juga kegiatan pengabdian masyarakat di bidang teknologi pertanian serta potensi SDM, yang salah satunya mengenalkan aplikasi e-nelayan.

74 Program dari Barat ke Timur

Selain program pengabdian di ‘blank spot’ tersebut, secara keseluruhan pada 2023, ITB menyasar program kegiatan pengabdian masyarakat di 74 desa di daerah 3T dan perbatasan negeri mulai dari wilayah Barat hingga ke Timur. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 28 kegiatan pengabdian masyarakat.

Di 74 desa tersebut, tim ITB melaksanakan program pemberdayaan wilayah, desa binaan, reaktivasi ekonomi, mitigasi adaptasi dan penanggulangan bencana, serta pengembangan industri kreatif dan pariwisata. Penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains yang dibawa ITB diharapkan dapat memberi kontribusi dan dukungan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat di daerah 3T.

Lokasi program pengabdian ITB menyebar di penjuru Indonesia meliputi sejumlah desa di Kota Sabang (Aceh), Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kabupaten Solok Selatan (Sumbar). Provinsi Kota Gunungsitoli (Sumut), Kabupaten Sambas (Kalbar), Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Berau, dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kaltim), Kabupaten Kepulauan Anambas, dan Kabupaten Bintan (Kepri), hingga Kabupaten Wakatobi (Sultra).

Di wilayah Timur, pengabdian di lakukan di Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Kepulauan Sula (Maluku Utara), Kabupaten Maluku Tengah, Kota Ambon, dan Kabupaten Kepulauan Aru (Maluku), Kabupaten Lombok Utara (NTB). Di Nusa Tenggara Timur, pengabdian dilakukan di Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Kupang, Kabupaten Alor, Kabupaten Ngada, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sementara di Papua Barat dan Papua, ITB menyentuh desa-desa di Kabupaten Fakfak, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong (Papua Barat), serta Kabupaten Mimika dan Kabupaten Merauke (Papua).

Kegiatan ini dibagi menjadi beberapa kategori, mulai dari reaktivasi ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya hayati, kapal angkut mini tanpa awak, program one village one product, penerapan teknologi perikanan air tawar dan air asin, urban farming, lalat tentara hitam sebagai pakan alami ayam petelur, teknologi cold storage untuk peningkatan kualitas ikan, hand-tractor untuk peningkatan kualitas pasca panen, sistem pembangkit listrik tenaga surya, impelementasi mesin pemecah kemiri, sistem penerangan jalan umum, dan teknologi penangkap ikan fish finder.

Program lain yang diiterapkan yaitu mitigasi dan penanggulangan bencana seperti, peningkatan kapasitas kader untuk terapi dalam menekan prevalensi Hepatitis B pada tenaga kesehatan, instalasi solar still, ketersediaan dan sumber air bersih, pencegahan munculnya balita stunting, mitigasi gempa, banjir, abrasi dan tsunami, penanaman hutan mangrove, peningkatan kualitas pelayanan donor darah, serta pengolahan sampah anorganik.

Pada kategori pemberdayaan wilayah atau desa binaan diterapkan program meliputi pembuatan modultrax dan pengembangan kapasitas kewirausahaan bagi pelaku UMKM pada destinasi pariwisata super prioritas, selain itu pada kategori industri kreatif, pariwisata, dan pengembangan wawasan kebangsaan dijalankan program program implementasi green mosque concept, pengembangan ragam hias khas, pariwisata berkelanjutan di hutan mangrove, penanganan lahan bekas tambang, breaking barriers to communication, astrowisata, peningkatan kompetensi guru dan siswa SMK, pengembangan desa wisata, dan pengembangan potensi lokal.

Wahana Desanesha

Program pengabdian ITB merupakan upaya penerapan sains dan teknologi pengembangan budaya ilmiah unggul di masyarakat yang mensyaratkan basis saintifik yang solid. Sejalan dengan visi ITB tentang locally relevant, keterbatasan interaksi, kolaborasi dan potensi intervensi sains, teknologi, desain dan seni akibat jarak geografis berupaya dipangkas dengan pengembangan wahana digital dalam bentuk aplikasi yang dikembangkan LPPM ITB bernama Desanesha.

Desanesha dibuat untuk mendukung program-program indeks desa membangun yang meningkatkan aspek ketahanan sosial, ekonomi, ekologi bagi 74.953 desa di 271 kawasan perdesaan, 62 daerah tertinggal, 152 kawasan transmigrasi sebagai prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024. Aplikasi Desanesha ini disiapkan untuk kepala desa dan dosen ITB aktif untuk dapat saling terhubung. Desanesha siap mewadahi pemerintah desa menyelesaikan masalah nyata di lapangan terkait Indikator Desa Membangun (IDM).

Desanesha memudahkan kepala desa bersinergi dengan dosen dan pakar ITB dalam menyelesaikan masalah yang ada. Kepala desa dapat menelusuri daftar pakar ITB serta teknologi dan kepakaran yang dibutuhkan. Dosen ITB pun dapat menjelajahi permasalahan dan kebutuhan ipteksains di desa melalui sumber data yang diinput oleh kepala desa di berbagai wilayah di Indonesia sehingga dapat langsung berkonsultasi dan mendiskusikan teknologi yang sesuai untuk diimplementasikan.

Laporan yang dituliskan oleh kepala desa di Desanesha, secara algoritma akan mencari kecocokan dengan kepakaran terdata di ITB sehingga komunikasi dan saran dapat diberikan langsung oleh beberapa pakar sekaligus. Aplikasi Desanesha sebagai salah satu kegiatan pengabdian masyarakat ITB merupakan bagian dari tiga misi Tridharma Perguruan Tinggi. Penggunaannya sangat terbuka untuk penerapan teknologi tepat guna, sains, desain, model bisnis, kebijakan, infrastruktur, seni, desain, humaniora, hingga mitigasi bencana.

Dalam pengembangan berikutnya, aplikasi Desanesha dijadikan salah satu wahana dalam upaya mengatasi permasalahan di desa khususnya desa-desa yang ada di Lingkar 5 atau wilayah 3T. Kepala Pusat Penyusunan Keterpaduan Rencana Pembangunan Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, La Ode Muhajirin dan Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Ivanovich Agusta mendorong wahana ini juga dimanfaatkan oleh Kemendesa. Kemendesa PDTT berharap aplikasi Desanesha ini dapat disosialisasikan hingga daerah-daerah terpencil. Aplikasi ini juga berpotensi dikembangkan menjadi wahana bersama pengabdian masyarakat oleh kampus PTN-BH maupun perguruan tinggi se-Indonesia.***

530

views