Sekilas Sampah Kita
Tren gaya hidup untuk konsumsi komoditas pangan organik saat ini telah menjadi suatu kebutuhan, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat atas penting hidup sehat. Hal demikian dikarenakan dalam pola pertanian organik dilakukan secara khusus, bebas bahan kimia, obat-obatan dan hormon aktif, sehingga produk tersebut bebas dari zat yang membahayakan Kesehatan. Keberadaan produk organik lebih sering dijumpai di pasar retail modern berkelas. Oleh sebab itu produk organik menjadi produk premium yang memiliki harga lebih tinggi dari pada komoditas biasa.
Peluang pasar komoditas organik di dunia masih sangat luas, akan tetapi para produsen tani organik Indonesia masih harus berupaya untuk dapat memproduksi pertanian organik. Dukungan pemerintah dalam pembangunan dunia usaha sektor pertanian organik, memiliki jaminan atas integritas untuk meningkatkan kepercayaan konsumennya. Dengan demikian pemerintah telah mengeluarkan Permentan no.64/2013 tentang Sistem Pertanian Organik.
Pada dasarnya sistem pertanian organik adalah cara mengolah lahan atau media tanam serta pola dalam pemeliharaan yang sudah akrab dilakukan para petani. Namun menjadi hal yang tidak mudah untuk dilakukan model pertanian organik secara murni pada lahan yang lebih luas dalam sekala besar. Kebanyakan petani melakukan percobaan tani organik dengan pola meremediasi lahan, dan itu sangat membutuhkan waktu yang lama bertahun-tahun untuk mencapai volume dan ketebalan pada lahan tertentu. Keadaan hal hasilnya banyak petani menghadapi kegagalan, saat beralih ke pola bertani organik dikarenakan tidak sesuai dengan ekspetasi dan harapan mereka. Pertanyaannya mengapa demikian?, Berdasarkan sampel penelitian bahwa seluruh lahan pertanian di Indonesia yang menggunakan pupuk kimia, sudah rusak unsur-unsur haranya dan banyak terkonminasi racun pestisida. Hal tersebut akan berdampak pada kesehatan manusia dan biota lainnya.
Satu cara untuk menormalisasikan lahan pertanian hanya, recovering dengan menggunakan bahan kompos dari material sampah organik yang ketersediannya cukup berlimpah. Maka seluruh keberadaan sampah organik mutlak harus dikelola dikembalikan ke lahan-lahan pertanian termasuk perkebunan dalam bentuk bahan kompos dan dibagikan secara non komersial atau Gratis, Pertanyaan kedua, mengapa harus gratis ?, Dikarenakan sampah organik merupakan mata rantai dalam siklus kehidupan Biomass ecosystem. Jika sistem ini dilanggar akan mengakibatkan dampak negatif bagi kelangsungan hidup dan terbukti pada saat sekarang ‘bangsa ini harus membayar lebih malah.
Kemudian pertanyaan ketiga muncul, dengan senang hati dan rasa syukur ada yang mau bertanya artinya masih ada diantara kita yang memiliki akal yang sehat, dan akan saya jawab walaupun hanya bertanya dalam hati saja. Karena faktanya sangat sulit bangsa ini untuk terhindari dari mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia. Perlu kiranya memberikan jasa penghargaan kepada para pejuang tani organik dan diantaranya petani yang berhasil mengembangkan produk organik dengan penggunaan polybag sebagai media tanam kompos dan sebagian untuk model bertani hydroponic, walaupun semua itu masih relatif kecil jika dibading dengan jumlah luasan pertanian yang dikelola masyarakat. Hal ini kita lakukan sebagai upaya merubah mindset untuk kesadaran dalam pola pikir yang baik dan benar tidak sekedar tipu-tipu saja. Hanya Tuhan yang maha tahu.
A. Biomass Ecosystem Sebagai Solusi
Desa merupakan produsen hasil pertanian dan sebagai pemasok terbesar dalam suplay bahan makanan untuk wilayah perkotaan. Sedangkan perkotaan banyak menerima manfaat bahan makanan suplay dari Desa. Berdasarkan pada keseimbangan perpindahan volume (massa), pada metode biomass tentu terjadi ketimpangan volume, karena Desa setiap hari mensuplay bahan hasil pertanian ke Kota yang cukup besar. Jika Kota mengirimkan volume dalam bentuk sampah ke Desa sudah dipastikan akan ditolak. Akan tetapi, jika Kota mengembalikan volume sampah dalam bentuk sampah olahan yaitu bahan kompos, dapat dipastikan Desa akan menyambut dan menerimanya. Maka Kota setelah menerima manfaat, selayaknya sampah diolah terlebih dahulu untuk dijadikan bahan kompos, supaya bisa diterima oleh Desa. Jika terwujud kegiatan mutualisme antara Kota dengan Desa seperti ini. maka sangat memungkinkan akan datang kemudahan, keharmonisan dan kesejahteraan, Kota akan menjadi bersih dari sampah dan Desa akan meningkat produksi hasil pertanian dua sampai tiga kali lipat dengan harapan kita bisa menjadi swasembada pangan nasional akan segera terwujud.
Indonesia yang syarat penuh dengan kekayaan alamnya, saya berani menentang untuk kebijakan waste to energi, sebagai alasan sampah untuk dijadikan energi buatan, tidak lebih baik dari Biomass Ecosystem. Atas dasar pertimbangan kajian Economic Circular tidak lebih menguntungkan dan juga tidak lebih baik didasarkan kajian environmental sustainability Dalam hal ini, jika keputusan atas kebijakan yang tidak tepat, bukan hal yang mustahil Indonesia akan kekurangan bahan pangan yang sehat, sedangkan kebutuhan bahan pangan akan terus meningkat sesuai pertambahan penduduk. Dalam kondisi seperti ini, ironis sekali jika kebutuhan pangan Indonesia harus selalu bergantung kepada negara lain, sehingga atas kebijakan yang salah Indonesia harus membayarnya dengan mahal.
Alasan kedua, berdasarkan mata rantai kehidupan alami, bahwa sampah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari siklus hidup berkelanjutan. Maka seyogyanya kita tidak memutus mata rantai tersebut dan jika dilanggar akan berdampak buruk bagi kehidupan. Jadi dalam keadaan demikian, semua harus bisa merubah maindset untuk mengambil langkah yang paling tepat.
B. Analisis Kondisi Permasalahan Sampah
Pada keadaan saat ini permasalahan sampah masih belum terselesaikan, Kondisi di TPS dan TPA terjadi penumpukan volume melebihi kapasitas luasan ruang yang tersedia. Di beberapa tempat timbunan sampah banyak melampoi batas ruang, berceceran hingga menutupi ruas jalan dan mengganggu semua aktivitas disekitarnya. Dengan keadaan demikian dibutuhkan solusi ide atau gagasan untuk memperkecil volume sampah tersebut. Sebagai solusi yang paling tepat, efektif dan efisien dalam mengatasi timbunan besar sampah adalah dengan menggunakan Mobil Pengolah Sampah MPS1.9K yang memilki sistem vacuuming, shredder dan pressing. MPS1.9K, dirancang dengan kapabilitas satuan volume pengolahan sampah 1 meter kubik/menit. Sebagai percontohan, jika lokasi disebut TPS A, terdapat timbunan sampah 100 meter kubik, maka proses pengolahan sampah harus bisa diselesaikan dalam waktu 1 jam 40 menit. Selanjutnya unit mobil MPS1.9K tersebut akan bergerak menuju lokasi TPS B, yang berikutnya TPS C, dan seterusnya ke TPS awal. Demikian metode press pemadatan akan mempercepat proses penanganan sampah, sehingga dipastikan tidak akan ada penumpukan lagi sampah di lokasi TPS. Tentunya bahwa sampah tersebut harus dalam keadaan terpilah antara sampah organik dengan anorganik. Hasil proses pengolahan sampah organik berupa bahan kompos padat 1 : 9 lebih kecil dari volume sebelumnya. Kemudian bahan kompos padat tersebut bisa dikirim langsung ke lahan pertanian sebagai penerima manfaat. Pengiriman dilakukan dengan unit dump truck, akan menjadi lebih efisien dikarenakan volumenya berkurang 9 kali. Untuk sampah padat anorganik akan dikirim juga kelokasi pabrik pengolahan untuk dijadikan produk alternatif. Dengan demikian keberadaan TPA konvensional sudah tidak dibutuhkan lagi, karena proses pembuangan sampah dapat diselesaikan di TPS.
Pada pelaksanaan program pengabdian masyarakat ITB berkolaborasi dengan melibatkan masyarakat dan kelompok tani Desa Cibuluh di Kecamatan Ujungjaya Sumedang. Pertama dilakukan kegiatan sosialisasi untuk penyampaian maksud dan tujuan dengan penjelasan materi kegiatan dibawah ini ;
C. Kegiatan Sosialisasi
Dalam kegiatan Tim Pengabdian Masyarakat ITB mengajak kelompok tani di Desa Cibuluh untuk beralih ke pertanian organik, yang dilakukan pendampingan sebagai star-up bagi para petani. Melalui bimbingan teknis diharapkan dapat menyebarkan ilmu/pengetahuan terhadap pelaksanaan sistem pertanian organic murni, untuk mendorong peningkatan produksi komoditas organik di wilayah Desa Cibuluh Kecamatan Ujungjaya Sumedang. Dengan output untuk mendapatkan lebel produk organik, dari Sertifikasi Organik (LSO)
Antusias kelompok petani Cibuluh untuk beralih ke pola pertanian organik direspon baik. Petani dapat menilai dari pemaparan model pertanian organik lebih menguntungkan, baik secara pembiayaan produksi maupun manfaat nilai hasil tani. Hal tersebut merupakan langkah awal yang positif untuk ketertarikan petani dari pola pertanian konvensional beralih ke pola pertanian organik.
Gambar 1. Kegiatan Sosialisasi Penyuluhan dilakukan dalam bentuk presentasi terkait teknis pemanfaatan sampah untuk budidaya pertanian organik
Desa Cibuluh memiliki luas wilayah 2.091 hektar. Desa terbesar yang berada di wilayah Kecamatan Ujungjaya, yang terbagi sebagai lahan pertanian, kehutanan, pemukiman dan penggunaan lainnya. Penggunaan lahan pertanian mengisi komposisi terbesar dengan luas wilayah sebesar 1.054 hektar. Sementara yang kedua, penggunaan wilayah sebagai lahan kehutanan yang mencapai 970 hektar.
Sekarang Desa Cibuluh secara kewilayahan memiliki area Bendungan Cipanas yang pembangunannya baru rampung diselesaikan tahun 2023 akhir. Bendungan Cipanas merupakan multifungsi yang dalam pengembangannya akan dibangun dua jalur sistem irigasi untuk pengairan lahan pertanian dan lainya. Dengan dibangun system irigasi, secara kewilayahan sektor pertanian sangat diuntungkan, dikarenakan selama ini wilayah desa Cibuluh merupakan daerah tadah hujan yang seringkali kesulitan air pada musim kemarau. Selain masalah air, juga Tim PM ITB memeriksa keadaan pH tanah pada lahan pertanian, dan didapat hanya pH 5,6 derajat keasaman, maka sangat perlu untuk di upgrade dengan recovering bahan kompos supaya bisa mendapatkan pH 7 yang ideal untuk lahan pertanian.
Recovering merupakan perlakuan untuk pemulihan lingkungan atau lahan terkontaminasi dengan cara melapisi permukaan tanah. Pola pelapisan untuk lahan pertanian yang paling baik dengan cara menghamparkan bahan kompos dari sampah pada permukaan tanah, minimal dengan ketebalan 30 cm dan idealnya ketinggian 90 cm. Upaya pemulihan remediasi lahan pertanian terkontaminasi dapat dilakukan dengan cara melapiskan biochar terlebih dahulu sebelum kompos. Penggunaan biochar dari hasil pembakaran arang sekam padi dapat berfungsi mengurangi kontaminan toksisitas, mempertahankan oksigen dan kelembaban,
Pada prinsipnya pola pertanian organik adalah cara pengolahan lahan sebagai media tanam. Ada dua faktor yang menjadi sebab bertani organik menemui kegagalan ; Pertama, tidak tersedianya bahan kompos dipasaran dalam jumlah besar untuk kebutuhan Recovering lahan. Kompos yang dijual dipasaran masih terlalu sedikit jumlah volumenya untuk memenuhi kebutuhan recovering seluruh lahan pertanian. Harganya relatif cukup mahal. Dapat dihitung jika harga kompos dipasaran Rp.1000 /kg, untuk kebutuhan 1 meter persegi saja dengan ketebalan 90 cm, dibutuhkan 900 kg x Rp,1000 = Rp. 900.000,. Jadi untuk kebutuhan kompos 1 hektar, petani harus mengeluarkan biaya Rp 9 milyar. Hal ini sangat tidak mungkin dilakukan petani. Maka bahan kompos itu harus dibagikan secara ‘Gratis’ kepada para petani organik. Hal inilah jawaban dari petanyaan diatas ‘mengapa harus gartis’ juga sebagai alasan perkotaan harus membuang sampah dalam bentuk kompos. Semua resiko akibat adanya pembiayaan dapat disubsidi dari penjualan POCL, dan itu sangat layak feasible solution. Maka dalam keadaan seperti ini dibutuhkan kesadaran dan kepahaman semua pihak yang merasa ikut andil menghasilkan sampah. Sikap maindset kita memastikan, bahwa penanganan sampah harus dikembalikan pada habitatnya,
D. Inovasi Teknologi Pengolah Sampah Organik (MPS1.9K)
Berbagai teknologi pengolahan sampah sudah banyak dikembangkan. Namun teknologi untuk merehabilitasi lahan pertanian secara sepesifik sesuai konsep biomass ecosystem belum terlihat. Teknologi MPS1.9K difungsikan untuk memproses sampah dalam volume sekala besar. Teknologi ini merupakan rancangan khusus sebagai wujud fisik dari konsep biomass ecosystem. Unit Mobil Pengolah Sampah dirancang dengan sistem vacuuming, shredder dan pressing. Fungsi vacuum untuk mengangkat atau menaikan sampah dan memasukannya kedalam ruang shredder, kemudian fungsi shredder untuk mencacah sampah sehingga menjadi bagian kecil dengan ukuran kurang lebih satu sampai dua centimeter, dan hasil cacahan secara otomatis langsung masuk ke ruang pressing yang akan memisahkan sampah padat dengan air lindi. Pada proses pemadatan gaya yang dibutuhkan adalah F = 90.000 N. Powerpack dengan daya motor listrik Np = 2200 watt. Sistem operasional disingkronisasikan dengan mengkalibrasi satuan volume meter kubik dengan satuan waktu. Model MPS1.9K, di desain dengan meningkatkan kapabilitas percepatan, efektivitas dan efisien dalam satuan volume sampah padat 1 meter kubik per menit.
Pengembangan teknologi MPS1.9K ditargetkan untuk bisa mengatasi permasalahan lahan-lahan pertanian yang terkontaminasi dengan memanfaatkan sampah organik. Hasil proses MPS1.9K, berupa bahan kompos padat dan memisahkan air lindi dalam jumlah volume besar, sehingga menjadi sangat efektif dan efisien. Namun pada kegiatan ini Tim PM-ITB di Desa Cibuluh, hanya bisa merealisasikan sub system shredder dari teknologi MPS1,9K, dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya.
E. Pembuatan Fermentasi POCL Kelompok Tani
Air Lindi yang didapat dari TPS Pasar tradisional masih dalam keadaan segar, setelah dilakukan pemilahan secara manual dan langsung dimasukan ke mesin pencacahan hingga menjadi potongan-potongan kecil. Kemudian dilakukan pengepresan untuk memisahkan air lindi dari ampas sampah. Air lindi buangan sampah pasar, merupakan sisa dari banyak campuran bahan organik yang kaya akan nutrisinya. Air lindi ini untuk dijadikan bahan utama dalam pembuatan pupuk organik cair lindi (POCL).
Pembuatan fermentasi POCL, diawali dengan persiapan pengadaan bahan-bahan untuk formulasi, serta peralatan pendukung yang telah disediakan oleh tim. Kegiatan pelatihan ini, hanya diikuti beberapa orang saja dari kelompok tani. Materi pelatihan di buat dengan tiga jenis formula pengembangan mikro organisme, yaitu;
Setelah mengikuti kegiatan pelatihan ini, Kelompok tani akan melakukan percobaan pembuatan demplot organik pada lahan pertaniannya.
Gambar 2. Kegiatan pembuatan prototypemesin pencacah sampah organik
Gambar 3. Kegiatan Penyuluhan dan Sosialisasi Penyuluhan dilakukan dalam bentuk presentasi terkait teknis pemanfaatan sampah untuk budidaya pertanian organik