Membudidayakan Talas Khas Sumedang
Tags: ITB4People, Community Services, SDGs15
“Mega Biodiveristy” adalah julukan yang patut disematkan untuk Indonesia karena memiliki tanah yang subur dengan kekayaan sumber daya alam yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Negara yang juga disebut sebagai negara maritim ini memiliki beragam pangan lokal yang mempunyai potensi sebagai bahan pangan alternatif, sehingga perlu dikembangkan untuk mendukung ketahanan pangan seperti jagung, kacang-kacangan, bahkan tanaman jenis umbi-umbian, seperti talas.
Salah satu talas yang mulai banyak dikenal dan cukup masif dibudidayakan adalah talas varietas Pratama. Tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) merupakan tanaman yang dapat dijadikan sebagai alternatif selain beras yang cukup banyak digemari oleh masyarakat di berbagai belahan negara, termasuk Indonesia. Ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap beras, dapat menyebabkan kerapuhan dalam ketahanan pangan nasional. Upaya peningkatan keanekaragaman pangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber pangan lain seperti talas. Tanaman talas yang merupakan penghasil karbohidrat berpotensi sebagai subtitusi beras.
Kandungan Talas
Umbi talas dapat mengandung 1,9% protein. Nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan ubi kayu serta ubi jalar yang masing-masing memiliki kadar protein sebesar 0,8% dan 1,8%. Walaupun begitu, talas memiliki kandungan karbohidrat sebesar 23,78%, atau lebih sedikit dibandingkan ubi kayu (37,87%) dan ubi jalar (27,97%). Talas juga mengandung beberapa komponen makronutrien dan mikronutrien, seperti protein karbohidrat, lemak, serat kasar, fosfor, kalsium, besi, tiamin, riboflavin, vitamin C, dan niasin. Kandungan Talas mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan karena berbagai manfaat serta dapat dibudidayakan dengan mudah, sehingga talas memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan.
Manfaat Talas
Talas bernilai ekonomi yang tinggi karena umbi, pelepah, dan daunnya bermanfaat untuk berbagai macam kebutuhan. Daun talas juga dapat berfungsi sebagai pembungkus. Bahkan, daun, sisa umbi, serta kulit umbi dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak. Di Indonesia, tanaman yang memiliki banyak nama seperti tale, taro, talos, taleus, janawari, hingga yefam ini, tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, talas juga dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan karena mengandung beberapa unsur mineral dan vitamin. Secara keseluruhan, talas dapat dimanfaatkan sebagai obat, dimulai dari tangkai daun talas yang dapat berfungsi sebagai pembalut luka karena mengandung senyawa metabolit sekunder terutama saponin dan flavonoid. Selain itu, umbi talas yang biasanya hanya dijadikan makanan ringan oleh masyarakat, juga dapat bermanfaat sebagai obat untuk radang kulit bernanah, bisul, dan luka bakar.
Bukan hanya masyarakat Indonesia, talas juga merupakan jenis tanaman yang cukup digemari oleh masyarakat di beberapa belahan dunia, seperti Thailand, Brazil, Hawai, dan Amerika Serikat. Di negara-negara tersebut, talas dijadikan sebagai bahan dasar pemenuhan kebutuhan pangan. Hal ini disebabkan karena talas merupakan salah satu di antara beberapa komoditas umbi-umbian yang bersifat sehat dan aman terutama bagi orang yang sedang menjalankan program diet serta untuk penderita penyakit diabetes.
Banyaknya manfaat yang terkandung dalam talas, mengakibatkan naiknya permintaan umbi talas oleh masyarakat. Namun, peningkatan permintaan terhadap komoditas ini, tidak sejalan dengan jumlah talas yang tersedia. Rendahnya tingkat produktivitas talas menjadi alasan utama. Penyebabnya bisa dari tidak tersedianya lahan yang luas dan cukup bagi para petani dan tanaman talas yang merupakan tanaman tahunan, sehingga tanaman ini hanya ditanam satu kali dalam setahun, yaitu pada awal musim penghujan.
Talas termasuk tanaman dalam suku Araceae atau merupakan tanaman yang banyak berada di rawa-rawa atau tempat dengan tanah liat. Tanaman ini tidak memiliki pertahanan diri dan daunnya memiliki lapisan lilin. Daun talas berwarna kuning kehijauan berbentuk bulattelur sampai segitiga dan panjang 20 hingga 55 cm. Biji talas didiapatkan sedikit dan tanaman ini juga jarang mempunyai bunga. Umbi talas memiliki pati dan terdapat banyak perakaran yang tumbuh di sekitar umbi. Umbi talas yang masih kecil atau daun talas muda bisa tumbuh dari tangkai daun talas. Tangkai daun talas dapat berwarna hijau, kemerahan, ungu, atau hijau kekuningan, serta memiliki panjang 28 hingga 150 cm.
Sementara itu, talas merupakan tanaman yang teknik budidayanya cukup mudah, apalagi di negara tropis seperti Indonesia. Penanaman talas juga tidak memerlukan banyak pengairan, serta dapat dengan mudah tumbuh pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi.
Selama ini, talas telah banyak dibudidayakan di daerah Papua dan Jawa (Bogor, Sumedang, dan Malang) yang diolah sebagai bahan makanan dan bahan baku industri. Talas menjadi salah satu komoditas pertanian hortikultura unggulan dan bahan pangan potensial di Kabupaten Sumedang. Kabupaten Sumedang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat dan ibu kotanya merupakan kecamatan Sumedang Utara yang terletak sekitar 45 km Timur Laut Kota Bandung. Kabupaten Sumedang terdiri atas 26 kecamatan, 7 kelurahan, dan 270 desa.
Ganeas merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Sumedang. Secara geografis, lokasinya berada di sebealh timur pusat kota Sumedang. Wilayah Kecamatan Ganeas terdiri dari delapan desa, yaitu Desa Cikondang, Dayeuh Luhur, Cikoneng, Sukawening, Ganeas, Sukaluyum, Desa Cikoneng Kulon, dan Desa Tanjunghurip.
Desa Tanjunghurip
Desa Tanjunghurip merupakan sebuah desa yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Ganeas. Desa ini berdiri pada tahun 1984 sebagai desa hasil pemekaran dari Desa Cikondang yang pada waktu itu masih termasuk wilayah Kecamatan Sumedang Selatan. Dengan melihat kondisinya, Desa Tanjunghurip berstatus sebagai pedesaan dengan klasifikasi sebagai desa Swakarsa Mula. Berdasarkan data Potensi Desa se-Kecamatan ganeas tahun 2013, luas wilayah Desa Tanjunghurip sebesar 300,85 hektar.
Berdasarkan data Registrasi Penduduk Kecamatan Ganeas pada tahun 2021, jumlah penduduk yang tinggal di Desa Tanjunghurip sebesar 2.325 orang. Sebagian besar penduduk Desa Tanjunghurip bekerja di sektor jasa dan pertanian. Sebagian kecil yang lain memiliki mata pencaharian dibagian perdagangan dan konstruksi serta industri. Salah satu komoditas unggulan yang diproduksi desa ini adalah talas Pratama.
Talas Pratama
Talas Pratama merupakan talas hasil dari persilangan talas Semir yang berasal dari Sumedang dan talas Sutra yang berasal dari Thailand. Awal dikembangkannya talas ini berasal dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor. Penelitian mengenai talas ini dilakukan selama 13 tahun, sehingga pada tahun 2016, talas ini resmi diberi nama Talas Varietas Pratama. Pratama merupakan singkatan dari ketiga peneliti yang telah menemukan dan mengembangkan talas ini. Riset untuk menemukan varietas talas ini dilakukan oleh Made Sri Prana, Tatang Kuswara, dan Maria Imelda. Talas yang dikembangkan oleh para ilmuwan Indonesia ini dikenal sebagai talas unggulan yang berasal dari Jawa Barat.
Talas yang dijuluki sebagai talas raksasa ini adalah salah satu komoditas yang sedang dikembangkan di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Alasan utama petani membudidayakan Talas Pratama yaitu karena memiliki produktivitas yang menguntungkan, disebabkan oleh struktur tanah yang cocok dan iklim yang mendukung untuk budidaya tanaman ini. Talas ini juga dapat tumbuh maksimal dan lebih tahan terhadap penyakit.
Pada umumnya, tanaman talas memiliki kadar kalsium oksalat tinggi yang merupakan anti nutrisi dan beracun. Senyawa ini diduga kuat menyebabkan gatal pada mulut, menimbulkan sensasi terbakar, iritasi pada kulit, mulut, bahkan saluran pencernaan. Kandungan oksalat pada talas dapat dikurangi dengan berbagai macam metode pemanasan seperti perebusan, pengukusan, dan pemanggangan. Selain itu, masyarakat juga sering kali merendam salat menggunakan larutan garam, atau air kapur. Berbeda dengan talas pada umumnya, berdasarkan wawancara dengan petani, talas pratama cukup dibersihkan dengan cara sederhana yaitu dengan mencuci atau merendamnya menggunakan aliran air sungai yang mengalir atau air biasa, karena talas pratama asal Sumedang ini tidak menyebabkan gatal-gatal. Akan tetapi, penelitian mengenai kandungan oksalat pada tanaman talas Pratama ini masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut.
Dua Varietas Talas Pratama
Terdapat dua varietas talas Pratama yang berasal dari Kabupaten Sumedang, yaitu Sumedang Simpati 1 (SS 1) dan Sumedang Simpati (SS 2). Dua jenis talas Pratama ini memiliki karakteristik yang berbeda. Talas Pratama SS 1 pohonnya berwarna kekuning-kuningan, umbinya berbentuk lonjong dan agak panjang berwarna putih mulus, serta memiliki anakan yang banyak. Sedangkan SS 2 anakannya berwarna hijau dan apabila sudah mulai membesar warna batangnya akan menjadi berwarna ungu. Umbi SS 2 berwarna putih dan berserat warna ungu. Pratama SS 2 ini memiliki anakan dengan jumlah yang sedikit dibanding SS 1.
Talas Pratama SS 1 dan SS 2 ini sudah mendapat Tanda Daftar Varietas Tanaman sebagai varietas lokal terdaftar masing-masing dengan nomor 1690/PVL/2021 dan 1681/PVL/2021 yang diterbitkan oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Akan tetapi, besarnya potensi alam dari talas Pratama ini belum diimbangi dengan pengembangan talas dan belum tersedianya sumber daya manusia yang memadai.
Selain itu, talas Pratama masih memiliki nilai ekonomi yang baik namun pengolahannya yang belum optimal. Berdasarkan hasil survey, produk turunan dari umbi talas Pratama masih sebatas dijual utuh saja. Umbi talas hanya dimanfaatkan untuk dikonsumsi dengan cara direbus. Masyarakat masih belum memiliki pengetahuan yang cukup terkait pengolahan talas tersebut. Oleh karena itu, melalui program kegiatan pengabdian masyarakat (PPM) ini diharapkan dapat membantu petani dan masyarakat di Desa Tanjung Hurip, Kabupaten Sumedang, agar dapat meningkatkan nilai ekonomi dari talas Pratama.
Pelaksanaan kegiatan PPM Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung (SITH ITB) ini sudah berlangsung sejak bulan Februari 2022. Dalam kegiatan ini, SITH berkerja sama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumedang, pihak Kecamatan Ganeas, serta Kepala Desa, kelompok tani dan masyarakat Desa Tanjung Hurip.
Sejauh ini, kegiatan PPM telah melakukan diskusi baik secara luring maupun daring dengan berbagai pihak yang terlibat dalam kerjasama ini. Diskusi yang dilakukan sehubungan dengan rantai pasok dan pemanfaatan talas Pratama untuk pengembangan berikutnya. Adanya kegiatan PPM ini, petani dan masyarakat diharapkan dapat melakukan pemplotan terkait pemasaran talas Pratama dan pengoptimalisasian potensi desa agrowisata di Desa Tanjung Hurip.
Bobot Talas Pratama
Berbeda dengan talas Semir, talas Pratama juga dikenal sebagai talas yang memiliki beberapa keunggulan. Selain lebih tahan terhadap penyakit, talas Pratama ini mampu tumbuh maksimal. Di usia empat hingga lima bulan, bobot umbi talas Pratama mampu mencapai 4 kilogram. Bobot talas akan terus meningkat, hingga pada umur tujuh bulan, bobo tumbi mencapai 7 kilogram. Dengan berbagai macam keunggulan yang dimiliki talas ini, banyak petani yang tertarik untuk membudidayakan talas Pratama.
Budidaya Talas Pratama
Pembudidayaan tanaman talas ini membutuhkan waktu tujuh hingga delapan bulan dengan pemeliharaan yang cukup mudah dilakukan, yaitu dengan memastikan adanya sumber pengairan yang memadai. Bagi para petani di Desa Tanjung Hurip, talas Pratama biasanya ditanam sekitar bulan Januari hingga Februari, karena tingginya curah hujan pada waktu tersebut, sehingga baik untuk keberlangsungan hidup talas yang tergolong tanaman tadah hujan. Kegiatan panen dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus.
Harga Jual Talas Pratama
Disahkannya varietas talas Pratama pada tahun 2016, menjadikan talas ini termasuk sebagai komoditas yang terbilang baru. Namun, keberadaan talas Pratama mampu mendongkrak keuntungan yang berlipat bagi para petani. Ukuran yang besar dengan tekstur yang gurih dan empuk, menjadikan harga umbi ini menembus harga jual di atas rata-rata talas pada umumnya. Talas Pratama dengan grade A yaitu memiliki berat di atas 1,5 kilogram serta kondisi buah bersih, berbentuk bagus, dan minim bintik atau bolongan, dapat dihargai Rp. 10.000 – Rp. 15.000 per kilogramnya oleh petani, dan dapat dijual lagi di oleh pengepul dan pedagang dengan harga mencapai Rp. 25.000 - Rp. 30.000 per kilogramnya. Adapun talas dengan grade B dapat dijual dengan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 5.000 – Rp. 6.000 per kilogramnya, sedangkan grade C yang memiliki bintik dapat dikirim dan dijual dengan harga Rp. 2.500- Rp. 3.000 per kilogramnya.
Permasalahan Pertanian di Desa Tanjunghurip
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petani talas Pratama setempat, terdapat beberapa permasalahan yang ditemui di lahan pertanian. Masalah yang paling utama yaitu terdapat Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) berupa gulma, hama, maupun penyakit yang mempengaruhi produktivitas tanaman talas Pratama. Akan tetapi, sesuai hasil wawancara, sampai saat ini para petani di desa Tanjunghurip belum bisa menentukan penyakit talas yang menganggu tanaman mereka. Berdasarkan hasil penuturan petani, talas pratama mengalami penyakit daun seperti terbakar sehingga menyebabkan rasa talas menjadi tidak enak. Apabila sudah seperti ini, talas pratama yang dihasilkan memiliki tekstur lengket, dan berakhir dibuang atau dijadikan sebagai pakan domba.
Selain penyakit, hama juga sering kali ditemukan sebagai salah satu permasalahan yang menyerang produktivitas tanaman talas. Hama yang sering ditemukan pada sistem budidaya talas Pratama yaitu monyet.
Pengolahan Talas di Desa Tanjunghurip
Meskipun harga komoditas ini terbilang cukup menguntungkan, namun tanaman ini dinilai masih memiliki nilai ekonomi yang rendah karna hanya dijual dalam bentuk umbi utuh, dan belum ada pengembangan produk yang dapat meningkatkan harga jual. Seperti halnya talas yang lain, talas Pratama ini dapat dijadikan berbagai produk olahan lainnya, seperti tepung, keripik, bolu, cookies, brownies, susu, atau produk minuman rasa-rasa. Namun, pada Desa Tanjunghurip, masyarakat yang membentuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) belum terarah. Saat ini, masyarakat hanya menanam talas, kemudian dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil, lalu langsung divakum, dan selanjutnya disalurkan dibeberapa kota di Indonesia. Masyarakat belum mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai cara-cara pengolahan talas pratama sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari tanaman tersebut.
Oleh karena itu, adanya program PPM SITH ITB ini diharapkan dapat membantu petani dan masyarakat untuk dapat meningkatkan potensi talas Pratama secara meluas dan lebih terarah. Program kegiatan PPM SITH ITB ini dilakukan selama dua hari, dengan mengusung dua tema yang berbeda. Pada hari pertama mengusung tema mengenai pengembangan ekonomi desa Tanjunghurip, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, melalui pembangunan area agrowisata. Sedangkan pada hari kedua, kegiatan PPM mengangkat tema mengenai pendampingan pengembangan rantai pasok dan produk turunan talas di Kabupaten Sumedang. Dengan adanya kegiatan forum group discussion (FGD) dan pelatihan pengolahan diversifikasi talas menjadi berbagai varian produk pangan fungsional, dapat membuka peluang bagi komoditas talas Pratama untuk menjadi oleh-oleh khas daerah, sehingga tujuan optimalisasi potensi desa agrowisata Tanjung Hurip dapat tercapai. Keberagaman pemanfaatan Talas Pratama ini diperlukan agar dapat memaksimalkan sumber daya yang ada dan dapat menjadi produk olahan alternatif di pasaran. Penggunaan Talas Pratama pada pembuatan berbagai makanan, dapat dijadikan sebagai upaya dalam mendorong percepatan keanekaragaman konsumsi bersumber bahan lokal. Upaya ini merupakan langkah yang tepat untuk mempromosikan potensi Talas Pratama, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan nilai konsumsi talas di Indonesia.