Membangun Ketahanan Pangan Melalui Urban Farming Terintegrasi
Tags: ITB4People, Community Services, Pengabdian Masyarakat, SDGs15
Kota Bandung termasuk kota yang memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pertumbuhan penduduk di Kota Bandung sangat mempengaruhi pertumbuhan permukiman. Hal ini berbanding terbalik dengan sektor pertanian yang terus menurun. Angka pertumbuhan penduduk 1,59% pertahun diprediksi kepadatan penduduk pada tahun 2025 akan mencapai 300 jiwa/hektar. Pertumbuhan Kota Bandung yang sangat pesat berdampak pada alih fungsi lahan pertanian menjadi daerah permukiman, gedung perkantoran, sentra perdagangan dan pusat-pusat aktivitas masyarakat lainnya, sehingga lahan untuk bercocok tanam semakin sempit. Hal ini memberikan dampak yang kurang baik terhadap ketersediaan pangan lokal yang diproduksi daerah sendiri sehingga menjadikan Kota Bandung memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasokan hasil-hasil pertanian dari luar daerah.
Salah satu pemberdayaan masyarakat yang diusung oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispangtan) Kota Bandung yakni dengan menerapkan konsep pertanian urban farming sebagai solusi ketahanan pangan keluarga sekaligus pemanfaatan lahan kosong. Ditambah dengan adanya kondisi pandemik COVID-19 saat ini, berdampak pada ketahanan pangan masyarakat dan mengganggu upaya pemerintah untuk menangani stunting secara nasional. Oleh karena itu, ketahanan pangan di masa pandemi menjadi perhatian utama para pemegang kebijakan di berbagai daerah, termasuk pemerintahan Kota Bandung.
Pemerintah Kota Bandung terus mendorong agar warga memanfaatkan lahan rumahnya lebih produktif. Salah satunya dengan memanfaatkannya lewat urban farming terintegrasi. Pemerintah Kota Bandung telah meresmikan program Buruan SAE (Sehat, Alami dan Ekonomis) di pertengahan tahun 2020 dengan membuat beberapa lokasi percontohan. Hal ini tentu saja sangat dibutuhkan dukungan dari berbagai stake holder untuk dapat mensukseskan program tersebut, karena kesadaran masyarakat secara umum masih rendah terhadap program urban farming.
Berangkat dari fakta kondisi tersebut, maka Pusat Pemberdayaan Perdesaan ITB (P2D ITB) yang merupakan salah satu Pusat yang berada di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM ITB) yang mengkhususkan kegiatan pada pengkajian/studi tentang pembangunan dan pemberdayaan perdesaan baik dari segi kehidupan bermasyarakat, infrastruktur, sosial, budaya, dan ekonomi berkeinginan untuk turut mensukseskan program tersebut dengan membentuk wilayah binaan urban farming terintegrasi (Buruan SAE) melalui kegiatan pengabdian masyarakat.
Lokasi yang dipilih untuk menjadi pilot project program Buruan SAE adalah RW 14 dan RW 16, Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung karena Kelurahan Taman Sari termasuk wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi (merupakan kelurahan terpadat di antara 3 kelurahan di Kecamatan Bandung Wetan). Kegiatan pengabdian masyarakat ini diketuai oleh Dr. Alfi Rumidatul dosen SITH ITB dengan anggota Dewi Larasati, Ph.D dosen SAPPK ITB dan Yani Suryani, M.Hum dosen FSRD ITB. Dalam melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat ini, tim dosen ITB bekerja sama dengan Salimah Jabar yang diketuai oleh Wiwi Hartanti, M.Pd serta Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung.
Adapun tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat dengan membentuk pilot project Buruan SAE ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan warga, mendukung program ketahanan pangan, memberdayakan lahan yang tidak terpakai, pemberdayaan masyarakat, pemanfaatan lahan terbatas di pemukiman padat serta mengurangi sampah rumah tangga menjadi kompos. Sedangkan target dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai edukasi pertanian modern untuk wilayah kota (urban farming) tidak terpaku pada hidroponik saja melainkan aneka teknik pertanian lain yang memungkinkan, memanfaatkan lahan kota menjadi lahan produktif, mandiri pangan sehat sehingga mampu mengikis ketergantungan kota terhadap hasil pangan dari desa yang semakin menipis, memproduksi pangan sehat di rumah sendiri dan menciptakan inovasi kreatif bidang pertanian dan lingkungan.
Program yang dilaksanakan di kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah membentuk pilot project urban farming terintegrasi (Buruan SAE) yang terdiri dari hidroponik, tabulampot, aquaponik, taman burung dan rumah marmot. Jenis tanaman yang dibudidayakan adalah sebagian besar sayuran seperti salada, kangkung, bayam, pagoda, terong, timun, labu siam serta buah-buahan, seperti buah jeruk, mangga dan melon. Selain tanaman hidroponik, pilot project Buruan Sae juga memelihara ikan nila merah, ikan mas dan ikan lele. Dampak/hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini diharapkan warga termotivasi untuk mengusahakan aneka tanaman pangan dan peternakan di lingkungan sekitarnya sehingga meningkatkan kemandirian pangan dan dapat memberikan manfaat bagi lingkungan tempat tinggal.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan pembinaan dan dapat dijadikan model percontohan bagi daerah lain. Upaya pengembangan pelaksanaannya harus dilakukan secara terus menerus, melalui kerjasama yang saling menguntungkan antara akademisi, masyarakat dan pemerintah Kota Bandung. Dengan adanya kampus ITB yang berada di wilayah Kota Bandung, hal ini juga menunjukkan kepedulian ITB terhadap program urban farming terintegrasi (Buruan SAE) yang digalakkan oleh Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung.
Urban Farming Terintegrasi - Buruan SAE
Buruan yang berati halaman dan SAE singkatan dari sehat, alami, ekonomis adalah program pemerintah Kota Bandung dalam meningkatkan ketahanan pangan masyarakat di tengah wabah virus corona. Buruan SAE merupakan inovasi urban farming yang digalakkan oleh Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung, yang ditujukan untuk menanggulangi ketimpangan permasalahan pangan yang ada di kota Bandung melalui pemanfaatan pekarangan atau lahan yang ada dengan berkebun untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sendiri. Integrasi dalam Buruan SAE menjadi kata kunci yang penting. Dalam tata kelola kota, istilah urban farming bukan hal yang baru. Tapi melalui Buruan SAE, urban farming (pertanian kota) dibuat lebih integratif. Jika aktifitas urban farming sebelumnya hanya terfokus pada berkebun sayuran, melalui Buruan SAE aktifitasnya meluas dengan mengembangkan tanaman obat keluarga (toga), ternak, ikan, buah-buahan, olahan hasil, pembibitan dan pengolahan sampah (composting).
Berkaitan dengan isu global, kerusakan lingkungan dan ancaman krisis pangan bisa diantisipasi dengan pertanian urban di perkotaan berbasis masyarakat melalui program Buruan SAE. Baru-baru ini Buruan SAE menjadi bagian penting dari inovasi Kota Bandung dalam tiga ajang. Pertama ajang “The Bloomberg Philanthropies 2021 Global Mayors Challenge”; kedua dalam ajang Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah, dimana Kota Bandung masuk dalam tahap penilaian 10 besar nominator untuk skala nasional dan ketiga dalam ajang Adi Bakti Tani 2021.