Membangun Kesadaran Bersih dan Halal di Tingkat Kantin

Secara definitive, halal adalah “boleh”, jadi produk halal adalah  bahan atau barang yang boleh dikonsumsi dan dipakai. Sedangkan non-halal adalah barang atau bahan yang tidak boleh digunakan. Konsep halal secara khusus adalah bebas dari komponen yang terlarang menurut syariat Islam, yaitu : bangkai, babi, darah, dan khamr. Tiga sumber ketidakhalalan yang pertama tidak memiliki range toleransi tertentu, sedangkan khamr dipersyaratkan tidak boleh melebihi kadar 0,5%.  Selain itu, terdapat konsep “najis” atau kotor, yang jika dikaitkan dengan hygiene, adalah bersih dari kuman dan cemaran yang merugikan, seperti air dan tanah yang kotor. Secara aturan, suatu produk harus terjamin kehalalannya sejak dari bahan, proses, distribusi, hingga penyajiannya. Kontaminasi dapat terjadi saat penyimpananan bahan, proses pengolahan, distribusi, hingga penyajiannya. Misalnya, daging halal disimpan dalam satu lemari pendingin dengan daging yang tidak halal, selanjutnya dimasak dengan alat yang sebelumnya digunakan untuk mengolah bahan non-halal, didistribusikan dalam container yang sama, dan sebagainya. Demikian juga pada saat pencucian dan pengeringan menggunakan lap yang sama, memungkinkan terjadinya ketercampuran antara produk halal dan non halal.

Saat ini Pemerintah RI sedang menggalakkan aspek kehalalan melalui program sertifikasi halal Nasional. Berdasarkan UU No. 33/ 2014 tentang Jaminan Produk Halal jo. UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, disebutkan bahwa produk dari pelaku usaha mikro dan kecil harus memiliki sertifikat halal. Selanjutnya, tahap awal kewajiban sertifikat halal yang berakhir pada 17 Oktober 2024 mencakup tiga kelompok produk, yaitu : produk makanan dan minuman (dalam kemasan yang diedarkan secara luas), Ke dua, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ke tiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Dan setelahnya, semua produk herbal, alat kesehatan, kosmetika, dan obat-obatan secara bertahap diharapkan dapat tersertifikasi halal hingga tahun 2034 nanti.

Tak hanya di Indonesia, produk halal, khususnya makanan, menjadi isyu penting. Seberapa jauh masalah halal menjadi perhatian dunia? Berdasarkan pengamatan Penulis, di beberapa negara maju, seperti Singapore, Hongkong, Korea, Jepang, bahkan Amerika, “cap halal” menjadi salah satu daya jual, sangat dicari khususnya bagi penduduk atau pendatang muslim di negara-negara tersebut. Dari pembicaraan sekilas, pedagang pun merasa aman dan tenang dengan sertifikasi halal mereka, sekaligus mendapat peningkatan pendapatan. Hal tersebut meningkat dengan kembali ramainya pariwisata antar negara pasca pandemi. Para pedagang makanan di negara-negara tersebut mengembangkan dan menyajikan makanan khas lokal sebagai produk halal melalui sertifikasi halal yang dilakukan oleh agen penjamin halal swasta.  Sebagai contoh, nasi kandar dan nasi lemak di seputaran daerah Masjid Sultan dan Little India di Singapore. Dim sum halal di Islamic Centre Canteen, Wan Chai, Hongkong. Ramen halal juga mulai menjamur di berbagai lokasi di Jepang, di samping makanan India dan Bangladesh yang biasanya  melakukan sertifikasi halal. Produk  makanan cepat saji burger/ayam goreng halal bermerk dagang Texas Chicken and Burger sangat popular di beberapa kota/negara bagian Amerika. Demikian juga di negara-negara Eropa, seperti Inggris dan Perancis, restoran Turki dan kari India halal digemari dan ramai dengan pengunjung. Secagai catatan tambahan, di tempat Penulis melakukan riset kolaborasi baru-baru ini, Tokyo Institute of Technology, makanan halal pun telah dipisahkan secara khusus. Tak hanya konsumen muslim, non-muslim pun banyak yang datang. Artinya, di satu sisi, status dan label halal menenangkan untuk konsumen muslim, namun tidak ada sentimen negatif yang signifikan dari masyarakat non-muslim.

Ringkasnya, aspek kehalalan menjadi penting, bukan hanya memenuhi dan meningkatkan rasa aman konsumen muslim, namun diharapkan juga dapat menambah nilai/value produk dalam persaingan perdagangan lokal/regional, bahkan internasional. Saat ini, negara kita masih menempati posisi ke-4 dari aspek produk halal, berada di bawah Malaysia, bahkan Thailand. Seperti yang pernah dilaporkan sebelumnya (Media Indonesia, 6 Agustus 2022), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) – Kemenag telah mendukung program percepatan sertifikasi halal lewat SEHATI. Demikian juga Kemenperin melakukan dukungan untuk sertifikasi industri menengah melalui program Serambi Halal. Dan kini, warung makan juga telah menjadi target untuk sertifikasi, mengingat bahwa produknya sangat luas dikonsumsi, khususnya warung makanan yang tersebar di sekitar sekolah/kampus dan perkantoran. Karena faktanya, justru warung-warung itulah yang menjadi tulang punggung pangan harian dari penduduk usia belajar dan produktif.

Sertifikasi halal mensyaratkan penggunaan bahan, proses, distribusi, dan penyajian harus terjaga dari keberadaan bahan-bahan non-halal tersebut.

  1. Bahan, persyaratan bahan harus berlabel halal jika produk memiliki titik kritis kehalalan, misalnya dari bahan hewan dan hasil fermentasi/mikrobiologis.
  2. Proses, meliputi peralatan, tempat produksi, tempat pembersihan, tenaga yang mengerjakan, harus terpisah dan bebas dari barang non-halal dan najis.
  3. Distribusi, produk tidak tercampur dengan bahan non-halal, yang dapat bersumber dari bahan pembungkus/pengemas, kendaraan, maupun tenaga yang melaksanakan.
  4. Penyajian terpisah dari bahan non-halal dan najis, dengan peralatan dan tenaga penyajinya.

Terkait dengan hygiene, Kemenkes juga mensyaratkan bahwa seluruh bahan, proses, distribusi, dan penyajian produk makanan harus terhindar dari kuman khususnya bakteri-bakteri pathogen seperti Salmonealla typhi, Eschericia coli, dan Staphylococcus aureus dengan cara menjaga kebersihan bahan, alat, dan tenaga pengolah makanan. Demikian juga harus bisa menghindarkan dari barang-barang berbahaya, seperti batu, pecahan barang, klip, dan sebagainya. Selain itu, Kemenkes juga menyusun daftar bahan tambahan makanan yang diperbolehkan, yang juga diikuti oleh BPJPH sebagai bagian dari pendampingan proses produksi halal. 

Baru-baru ini Pusat Kajian Halal (PKH) ITB bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, menyelenggarakan pembinaan tentang Kantin Halal dan Sehat dalam bentuk seminar setengah hari kepada para pedagang makanan harian di sekitar Kantor Kementerian Kominfo di Jakarta dan ibu-ibu pendamping keluarga. Acara diselenggarakan dengan pendanaan Program Top Down Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) LPPM ITB 2023 dan kontribusi dari DWP Kemenkominfo dan diselenggarakan di Ruang Boedihardjo, Kemenkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Pusat. Dipilih subjek pembinaan dari tengah kota dengan alasan untuk mempelajari kondisi dan pemahaman para pedagang kecil makanan di perkantoran yang strategis. Dengan asumsi, para pedagang makanan dan ibu-ibu telah memiliki pemahaman yang memadai terkait hygiene/kebersihan dan halal, mengingat posisi mereka yang lebih dekat dengan pusat informasi.

Sebelum penyampaian materi, diberikan pertanyaan seputar konsep sehat, bersih, dan halal untuk makanan siap saji. Pada pre-test tersebut ditanyakan hal yang paling mendasar yaitu definisi bahan halal dan haram. Ditanyakan pula bagaimana cara memastikan bahan-bahan yang halal, mulai dari penyiapan bahan, pengelolaan, penyimpanan sampai distribusinya. Selain itu dilakukan juga test pemahaman tentang kontaminasi silang yaitu bila bahan pangan terpapar bahan haram/najis. Sebagai contoh, bila ada beberapa menu makanan yang menggunakan bahan haram (misal: babi), apakah menu lain (yang tidak menggunakan bahan haram) yang ada pada warung tersebut ikut terpengaruh? Dan apabila ada bahan yang sudah tersertifikasi halal namun terkena najis, apakah bahan tersebut masih dapat digunakan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk mengukur pemahaman awal peserta terhadap titik-titik kritis kehalalan sekaligus kebersihan yang harus diperhatikan. Dari evaluasi pra-seminar tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat variasi tingkat pemahaman tentang kebersihan dan kehalalan dan secara rerata, pengetahuan tentang kebersihan dan kesehatan, khususnya bagi para pedagang, masih perlu ditingkatkan. Sementara itu, pemahaman aspek kehalalan dari semua peserta juga masih perlu ditingkatkan.

Selanjutnya, seminar diselenggarakan dengan penyampaian materi dari Kementerian Kesehatan, Dra. Cucu Cakrawati Kosim, M.Kes dan dari Pusat Kajian Halal ITB, Dr. apt. Ilma Nugrahani, dan dimoderatori oleh Ir. Henny Marlina dari DWP Kemenkominfo. Suasana seminar tergambar dalam beberapa foto terlampir. Acara selanjutnya adalah sesi tanya jawab. Berbagai pertanyaan menunjukkan bahwa peserta sangat antusias terhadap pengetahuan yang mereka dapatkan dalam seminar singkat tersebut. Ditutup dengan post-test dengan hasil yang cukup menggembirakan. Rerata skor dari 54.5 ±14.2 meningkat menjadi 72.5±5.2, menunjukkan bahwa peserta dapat menangkap dan selanjutnya meningkat pengetahuannya terhadap kebersihan dan kehalalan. Selain itu dengan turunnya nilai standard deviasi, diindikasikan bahwa acara tersebut dapat lebih menyamakan persepsi peserta terkait topik yang dibahas.  Dalam kesempatan tersebut juga disediakan buku materi yang diberikan kepada masing-masing peserta dengan harapan dapat menjadi acuan praktis untuk mengevaluasi proses produksi mereka dan meningkatkan kualitas produk makanan yg dihasilkan/dijual.

Secara umum, para peserta memberikan respon yang sangat positif dan juga berharap bisa diundang lagi dalam acara-acara sejenis yang mereka anggap sangat bermanfaat. Sebagai contoh sederhana, mereka tidak membayangkan bahwa lap pengering piring dan talenan bisa menjadi sumber utama penyebaran mikroba. Demikian juga bahwa kontak yang tak sengaja dengan air yang terkontaminasi najis akan menyebabkan seluruh produknya terkategori tidak halal. Lebih jauh lagi, peserta memahami bahwa kebersihan, kesehatan, dan kehalalan harus diawali dengan perencanaan yang baik, dan ditentukan sejak dari penggunaan bahan, proses pembuatan, hingga penyajiannya. Dari acara tersebut, diharapkan bahwa para pedagang mampu menjadi penyedia makanan bersih dan halal sebagai modal utama kesehatan dan meningkatkan kepercayaan konsumen.

Kegiatan sosialisasi tersebut dilanjutkan dengan pertemuan dan penyamaan persepsi dengan para PPH binaan PKH ITB pada September 2023 di Gedung SPI – ITB, Jl. Ganesha, diakhiri dengan pembinaan para produsen makanan di Desa Sumber Sari, Purwakarta, dengan foto-foto terlampir. Dari rangkaian kegiatan Pengabdian Masyarakat yang didanai oleh LPPM ITB melalui Pusat Kajian Halal, LPIT, ITB ini diperoleh manfaat lengkap dari sisi produsen, pendamping produksi, hingga pemasar produk halal, sejalan dengan visi dan misi PKH ITB dalam mendukung percepatan sertifikasi halal Nasional.

Foto 1 : Seminar Sehari Pembinaan Kantin Sehat dan Halal di Kemenkominfo, Juni 2023

Foto 2 : Pertemuan Para Pendamping Proses Halal – Pusat Kajian Halal ITB, September 2023

Foto 3 : Pertemuan dengan Para Produsen Makanan UMK di Desa Sumber Sari Purwakarta, Desember 2023

239

views