Air bersih adalah kebutuhan dasar yang berperan vital dalam mendukung berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga kesejahteraan sosial. Di Indonesia, akses terhadap air bersih menjadi salah satu prioritas dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), dengan target pemerataan akses air minum aman bagi seluruh masyarakat pada tahun 2030.
Namun, di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), tantangan geografis dan keterbatasan ekonomi kerap menjadi penghambat utama. Salah satu contohnya adalah Desa Fatu Manufui di Kecamatan Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa ini berada pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut dengan karakteristik tanah berbatu gamping yang kering. Kondisi tersebut menyulitkan penduduk dalam memperoleh sumber air bersih yang layak untuk kebutuhan sehari-hari.
Musim hujan yang singkat dan kemarau panjang memperburuk situasi. Sebagian besar penduduk terpaksa membeli air dari tangki dengan harga antara Rp300.000 hingga Rp1.000.000 per tangki, tergantung pada jarak distribusi. Sementara itu, rata-rata pendapatan keluarga di desa hanya berkisar Rp1.000.000 hingga Rp2.000.000 per bulan, sehingga beban ekonomi akibat pengadaan air menjadi sangat berat.
Menanggapi tantangan ini, tim Teknik Geofisika dari Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB, yang dipimpin oleh Putu Billy Suryanata, S.T., M.T., melaksanakan program pengabdian masyarakat berbasis Teknologi Tepat Guna (TTG). Bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), mereka memfokuskan pada penyediaan akses air bersih bagi masyarakat di NTT, termasuk Desa Fatu Manufui. Program ini mencakup pengeboran sumur di tujuh desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Malaka.
Proses dimulai dengan survei geolistrik untuk menentukan lokasi mata air potensial. Di Desa Fatu Manufui, pengeboran dilakukan di dekat kantor desa hingga kedalaman 53 meter selama kurang lebih 10 hari. Pada 18 November 2024, tim berhasil menyelesaikan sumur bor yang dilengkapi pompa berkekuatan 1 pk untuk mendistribusikan air bersih ke warga setempat.
Kualitas air yang dihasilkan diuji menggunakan alat Total Dissolved Solids (TDS) meter, yang menunjukkan kadar zat terlarut sebesar 324 mg/L, memenuhi standar baku air minum dari Kementerian Kesehatan (<500 mg/L). Selain itu, alat membran ultrafiltrasi dipasang untuk menyaring bakteri dan mikroba tanpa mengurangi mineral penting, sehingga menghasilkan air dengan TDS 289 mg/L, yang dikategorikan "sangat baik" untuk konsumsi menurut standar WHO.
Hadirnya sumur bor ini membawa perubahan signifikan bagi warga Desa Fatu Manufui. Selain mengurangi beban ekonomi, akses terhadap air bersih menjadi lebih mudah dan berkelanjutan. Upaya ini mencerminkan komitmen ITB dalam mendukung masyarakat di daerah tertinggal melalui pendekatan ilmiah dan kolaborasi lintas sektor. Keberhasilan program ini diharapkan menjadi inspirasi bagi inisiatif serupa di masa mendatang, memberikan harapan baru bagi masyarakat Indonesia yang masih berjuang untuk mendapatkan akses air bersih.
Berita terkait:
itb.ac.id: Wujudkan Harapan, DRPM ITB Eksplorasi dan Tingkatkan Akses Air Bersih di Desa Fatu Manufui, NTT