Kenali Vegetasi dan Sanitasi Pantai Karangsong agar Lestari

Pantai Karangsong merupakan daerah pesisir yang terletak di sebelah utara Desa Karangsong, kabupaten Indramayu, provinsi Jawa barat. Pantai ini memiliki jarak delapan kilometer dari pusat kota Indramayu dan memiliki banyak potensi yang dimanfaatkan dalam perekonomian masyarakat terdekat. Salah satu potensi tersebut ialah hutan mangrove sebesar 29 hektar yang dimanfaatkan sebagai lahan ekowisata (Hapsari, 2022). Selain itu, pantai karangsong juga memiliki tambak budidaya perikanan dan juga pasar perikanan yang cukup tinggi aktivitasnya. Pasir coklat, ombak yang tidak begitu tinggi, dan air laut mampu menyusut hingga 70 meter dari bibir pantai saat keadaan surut menjadi ciri khas pantai tersebut (Sukmah, 2023)

Dari segala potensi yang ada, aktivitas Pantai Karangsong cukup tinggi sehingga berpotensi besar mengalami kerusakan ekosistem dari adanya polutan dan juga eksploitasi sumber daya pesisir pantai. Hal ini mendorong dilakukannya analisis sanitasi dan vegetasi pesisir pada Pantai Karangsong untuk mengetahui ekosistem yang ada sekaligus kondisinya untuk mendukung keberlanjutan Pantai Karangsong bagi masyarakat sekitar.

Pengambilan data mengenai vegetasi dan sanitasi di pesisir pantai sangat penting untuk dapat memahami kondisi aktual dan ideal dari ekosistem laut di wilayah pesisir tersebut. Sanitasi yang baik dapat membantu mempertahankan keseimbangan ekosistem laut, termasuk vegetasi di sekitar lingkungan agar dapat terus memperoleh banyak manfaat dari kelestarian pesisir pantai.

Pengambilan data mengenai vegetasi dan sanitasi di pesisir pantai sangat penting untuk dapat memahami kondisi aktual dan ideal dari ekosistem laut di wilayah pesisir. Sanitasi yang baik dapat membantu mempertahankan keseimbangan ekosistem laut, termasuk vegetasi di sekitar lingkungan. Dengan demikian, manusia dapat terus memperoleh banyak manfaat dari kelestarian pesisir pantai.

Vegetasi yang banyak ditemui di pesisir pantai Karangsong adalah mangrove. Mangrove merupakan sekumpulan pohon dan semak yang dapat beradaptasi dengan salinitas tinggi serta perairan yang memiliki fluktuasi pasang surut seperti pesisir pantai (Zhao, 2021). Mangrove menyediakan beberapa manfaat penting bagi ekosistem disekitarnya, diantaranya sebagai habitat bagi ikan dan burung pantai yang bermigrasi (Xiao, 2020), melindungi pantai dari badai, tsunami, dan erosi (Zhu, 2017), serta mitigasi efek rumah kaca melalui penyerapan gas CO2 dengan kapasitas yang cukup tinggi (Akram, 2023). Selain manfaat ekologis, ekosistem mangrove juga dapat memberikan berbagai manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat setempat. Maka dari itu, analisis vegetasi pesisir dilakukan untuk menentukan keanekaragaman hayati di sekitar pesisir serta pengaruhnya terhadap lingkungannya.

Penelitian sanitasi dan vegetasi pesisir ini dilakukan di wilayah Pesisir Pantai Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan daerah pesisir yang dekat dengan kawasan pemukiman dan wisata kuliner, sehingga dapat menunjukkan gambaran aktivitas manusia yang tinggal di daerah pesisir dengan kondisi lingkungan pesisir.

Vegetasi

Wilayah pesisir merupakan kawasan yang secara rutin terendam air laut dan berbatasan langsung dengan daratan. Penentuan lokasi vegetasi pesisir dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik dan jenis vegetasi yang akan diteliti. Lokasi penelitian harus memiliki vegetasi pesisir yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan daerah pesisir yang didominasi oleh aktivitas pariwisata dan ekonomi (perikanan). Pengambilan data diambil di pesisir pantai Karangsong, sekitar 20 meter dari titik pasang tertinggi. Pencatatan titik koordinat pengukuran, ditentukan dengan alat GPS Handheld. Setelah itu, daerah transek ditentukan dengan luas 10m x 10m. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan dibagi dalam 8 kelompok pengerjaan.

Identifikasi dilakukan dengan menyamakan bentuk daun, ranting, dan batang. Nama latin dari vegetasi tersebut dicatat. Kemudian keliling dan diameter dari setiap vegetasi diukur menggunakan meteran dan dicatat. Data tersebut selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut untuk dikelompokkan dalam beberapa kategori.

Pengamatan langsung dilakukan dengan melihat kondisi vegetasi dilapangan terkait parameter yang diukur seperti diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengukuran nilai kerapatan (kiri) dan dominasi (kanan) vegetasi perairan pesisir Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu

Vegetasi pesisir pantai dilakukan untuk menentukan indeks keragaman umum (H) vegetasi di pesisir pantai tersebut. Data yang diperlukan untuk menghitung indeks keragaman umum Shannon-Weaver adalah kerapatan relatif jenis (KR), dominan relatif jenis (DR), frekuensi relatif jenis (FR), dan indeks nilai penting (INP). Berdasarkan hasil pengolahan data nilai H untuk kelompok 1, 2, 3, dan 4 adalah 0 karena  pada daerah vegetasi kelompok ini tidak ditemukan keberagaman tumbuhan yang tumbuh di pesisir pantai, sedangkan nilai H untuk kelompok 5, 6, 7, dan 8 adalah 1.01 dan nilai H tersebut masuk ke dalam rentang 1,0 - 3,322 yang dikategorikan sebagai daerah keberagaman tumbuhan yang sedang, kondisi ekosistem cukup seimbang, dan tekanan ekologis yang sedang.

Kerapatan relatif jenis (KR) adalah perbandingan jumlah kerapatan suatu jenis ke-i (Ni) dibandingkan total kerapatan seluruh jenis (Σn); Dominan relatif jenis (DR) merupakan perbandingan luas bidang suatu jenis dibandingkan dengan luas bidang seluruh jenis. Selain itu, frekuensi relatif jenis (FR) didapatkan dari jumlah suatu treansek contoh yang di tempati jenis tertentu dibandingkan dengan jumlah banyaknya petak contoh dalam analisis vegetasi. Selain itu, Nilai INP (Indeks Nilai Penting) merupakan penjumlahan dari indeks kerapatan relative jenis (KR), dominan relatif jenis (DR), frekuensi relatif jenis (FR). Keseluruhan indeks ini ditentukan dalam persentase. Sedangkan indeks keragaman (H)

Nilai DR menjadi tolak ukur jenis tanaman yang paling dominan di daerah pesisir tersebut. Berdasarkan pada pengamatan dan pengolahan data, nilai DR yang diperoleh berbeda untuk kedua tempat yang digunakan sebagai daerah sampling vegetasi pesisir. Pada Gambar 2.1 hanya didapatkan satu nilai DR(%) yaitu pada tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia) sedangkan pada Gambar 2.2 diperoleh nilai DR(%) yang paling pada tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia). Kedua daerah sampling vegetasi pesisir yang dilakukan oleh kedua kelompok memiliki jenis tanaman dominan yang sama yaitu cemara laut. Tanaman cemara laut yang berada di pesisir pantai memiliki beberapa manfaat diantaranya mencegah erosi pantai karena akarnya membantu menahan pasir dan tanah, membantu meningkatkan kualitas udara dengan menyerap karbon dioksida, dan membantu menahan angin kencang yang dapat merusak ekosistem pantai dan permukiman di sekitarnya. Selain itu, kondisi pada setiap daerah memiliki perbedaan dalam berbagai aspek salah satunya jenis tanah sehingga dapat mempengaruhi jenis vegetasi yang tumbuh di daerah tersebut.

Persebaran Vegetasi pada Pesisir Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Vegetasi pada Pesisir Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu kelompok 1,2,3,4 (kiri) dan kelompok  5,6,7, 8 (kanan)

 

 

Sanitasi pesisir pantai dilakukan untuk menentukan jenis-jenis sampah dan jumlah sampah yang terdapat di lingkungan tersebut serta menggolongkannya ke beberapa kategori, serta menentukan sampah yang dominan apakah berasal dari laut atau dari darat, hal ini berdasarkan wilayah sanitasi yang dibagi menjadi beberapa transek. Daerah pengambilan data dilakukan dengan metode pembuatan transek dengan ukuran 10m x 10m mulai dari titik temu antara pasir pantai dengan air laut hingga ke arah darat. Di dalam transek besar tersebut dibuat transek yang lebih kecil dengan ukuran 2.5m x 2.5m, sehingga terdapat 16 total transek kecil. Pengambilan data sanitasi pesisir dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengelompokkan sampah berdasarkan jenisnya pada 4 transek kecil yang berdampingan. Sampah yang diambil merupakan sampah yang berada di atas permukaan dan dikumpulkan dalam kantong plastik lalu ditentukan jumlahnya.

Berdasarkan pengolahan data sanitasi pesisir pantai Karangsong didapatkan dua grafik sanitasi yaitu grafik untuk kelompok 1, 2, 3, dan 4 serta grafik untuk kelompok 5, 6, 7, dan 8. Sanitasi pesisir pantai Karangsong dilakukan di dua daerah berbeda dengan empat bagian transek yang dimiliki setiap daerah. Pemilahan identifikasi sampah dan pembuatan transek dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pemilahan dan identifikasi sampah (kiri) dan pembuatan transek sampah pesisir (kanan)

Berdasarkan grafik pada Gambar 4, sampah yang dominan pada daerah transek kelompok 1,2,3 dan 4 adalah plastik sekali pakai diikuti sampah plastik daur ulang. Jenis sampah plastik yang banyak ditemukan adalah plastik kresek dan plastik kemasan (sachet) sedangkan untuk sampah plastik daur ulang banyak ditemukan gelas plastik AMDK.

Gambar 4. Jumlah Sampah  Plastik di Perairan Pesisir Karangsong Kabupaten Indramayu untuk kelompok 1,2,3 dan 4

Gambar 4 menunjukkan bahwa sampah yang mendominasi dari ketiga transek adalah plastik sekali pakai diikuti plastik sampah daur ulang. Kehadiran sampah plastik yang dominan ini cukup mengkhawatirkan karena ditemukan di banyak titik pada pesisir pantai. Selain karena membutuhkan waktu yang lama untuk terurai, sampah plastik yang terbawa arus juga dapat menjadi partikel mikro dan nano yang rentan dikonsumsi oleh organisme di laut dan menyebabkan kematian organisme tersebut. Hal ini dapat mengancam bahkan merusak ekosistem laut (Suryono, 2019). Penelitian World Wild Fund (WWF) menunjukkan sebanyak 25% spesies ikan laut mengandung bahan mikroplastik di dalam tubuhnya (Sukarna, 2022).

Grafik pada Gambar 5, sampah yang dominan pada transek daerah tersebut adalah plastik kemasan. Selain sampah plastik, terdapat pula sampah-sampah lainnya seperti sampah tekstil, sampah kaca, dan sampah B3. Sampah-sampah plastik yang ditemukan pada daerah sanitasi selain plastik kemasan antara lain adalah sedotan plastik, plastik kemasan mika, kresek plastik, styrofoam, kemasan tebal (kemasan minyak goreng), tali rafia, tali pancing, jaring dan plastik sekali pakai lainnya. Sampah tekstil yang ditemukan berupa potongan kain yang tidak teridentifikasi. Sampah B3 yang ditemukan merupakan masker medis dan popok/pembalut. Sampah kaca yang ditemukan adalah botol kaca dan pecahan kaca lainnya yang sulit diidentifikasi.

Gambar 5. Grafik Jumlah Sampah Plastik Sekali Pakai pada Pesisir Pantai Karangsong untuk Kelompok 5, 6, 7, dan 8

Berdasarkan data pengamatan hasil sanitasi kelompok 1, 2, 3, dan 4 dan kelompok 5, 6, 7, dan 8  transek yang memiliki berat sampah terbanyak adalah subtransek 2 yaitu transek yang berdekatan dengan pantai, dapat diartikan bahwa kebanyakan sampah yang ada pada daerah transek tersebut berasal dari aktivitas masyarakat yang terbawa arus dari tempat lain.

Persentase tinggi dari sampah berbasis plastik yang ditemukan di pesisir pantai Karangsong mengkhawatirkan, dikarenakan plastik dapat terdegradasi menjadi pecahan plastik yang disebut sebagai “mikroplastik” dengan ukuran antara 50-5000 µm. Hal tersebut dapat disebabkan karena lingkungan air laut memiliki salinitas tinggi serta adanya radiasi matahari, yang menyebabkan terjadinya degradasi mekanik pada sampah plastik (Marrone, 2021). Salah satu dampak yang disebabkan oleh keberadaan mikroplastik adalah kemampuannya untuk mengadsorpsi polutan organik yang bersifat persisten serta logam berat (Bolívar-Anillo, 2023), sehingga organisme yang mengkonsumsi nya dapat mengalami berbagai gangguan organ seperti hati, sistem pencernaan dan metabolisme, insang, otak, dan lain-lain (Porcino, 2023).

Masalah sampah yang terdapat di pesisir pantai dapat menurunkan produktivitas ekosistem pesisir, mempengaruhi kualitas air laut dan kehidupan organisme lain di dalamnya. Permasalahan sampah ini seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih dari masyarakat maupun pemerintah setempat. Kurangnya kesadaran masyarakat setempat dalam dampak yang akan terjadi dari permasalahan sampah tersebut, sehingga dibutuhkan edukasi atau sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan bahaya membuang sampah sembarangan khususnya ke daerah laut yang merupakan daerah dekat tempat tinggal masyarakat tersebut. Masyarakat juga dapat membantu pengurangan sampah dengan cara tidak membuang sampah ke laut dan mengolah sampahnya dengan lebih baik, misalnya dilakukan pemilahan sampah dan dilakukan pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Pemerintah juga dapat membantu dengan memberikan kebijakan atau aturan mengenai permasalahan sampah tersebut.

Terdapat beberapa solusi konvensional yang sering dilakukan, salah satunya adalah pengelolaan sampah dengan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Meski demikian, pendekatan ini seringkali tidak efektif yang disebabkan karena ketidaksadaran masyarakat dalam pentingnya kelestarian lingkungan sehingga pembuangan sampah sembarangan tetaplah dilakukan. Banyak juga masyarakat yang mengetahui hal tersebut namun tidak melakukannya karena memiliki pola berpikir bahwa “orang lain melakukannya namun tidak mendapat konsekuensi”, sehingga timbullah perilaku acuh tak acuh (Aliwu, 2024). Beberapa solusi lanjutan yang dapat dikembangkan dalam jangka panjang untuk mengatasi keberadaan sampah plastik adalah penggunaan bioplastik untuk menggantikan plastik konvensional dan bioremediasi untuk mendegradasi polutan. Bioplastik berbasis material seperti asam polilaktat (PLA) dan polihidroksi alkanoat dapat terdekomposisi oleh mikroba, panas, serta kelembaban tertentu. PLA dapat terdegradasi dengan pengurangan massa 20% dalam tanah selama 20 bulan, dan dapat terdekomposisi sepenuhnya dengan bantuan bakteri dalam kurun waktu 60 hari (Ali, 2023). Bioremediasi merupakan metode yang dilakukan untuk mendegradasi hidrokarbon minyak bumi menggunakan mikroorganisme dengan sifat biodegradatif. Keuntungan dari metode ini adalah biaya rendah, ramah lingkungan, dan sustainable. Salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan adalah diatom (Bacillariophyta), yaitu mikroalga yang mampu melepaskan zat polimer ekstraseluler untuk menurunkan tegangan permukaan minyak (hidrokarbon) sehingga solubilitas dan proses biodegradasi polutan pun meningkat (Panigua-Michel, 2024).

Hasil analisis data fenomena vegetasi pesisir di Pantai Karangsong menunjukkan adanya keanekaragaman dengan derajat yang sedang, kondisi ekosistem cukup seimbang, dan tekanan ekologis sedang. Jenis tanaman yang paling dominan di kedua daerah yang diobservasi adalah cemara laut. Di sisi lain, hasil analisis terhadap sanitasi pesisir pantai yang sama menunjukkan jenis sampah sekali pakai dan sampah daur ulang sebagai jenis yang paling menonjol.

Kesadaran aktif dan langkah konstruktif dari masyarakat serta pemerintah diperlukan untuk menanggulangi permasalahan sanitasi di pesisir Pantai Karangsong guna menekan potensi masalah kesehatan dan menjaga kelestariannya sebagai salah satu pusat wisata dan perekonomian masyarakat Kabupaten Indramayu.

Terima kasih kepada peserta mata kuliah Kimia Lingkungan KI3213 dan tim asisten, Tim dari program studi Oseanografi FITB, Ibu Ivonne Milichristi Radjawane, S.Si., M.Si., Ph.D., dosen dari Kelompok Keahliah Oseanografi, didampingi Dr. rer. nat. Rima Rachmayani, S.Si., M.Si., dosen dari Kelompok Keahlian Oseanografi Lingkungan dan Terapan. Selain itu, para dosen pengampu mata kuliah Kimia Lingkungan: Prof. Ir. Muhammad Ali Zulfikar, Ph.D., Dr. Rusnadi dan Dr. Ria Sri Rahayu

188

views