Faedah Lalat Tentara Hitam

Faedah Lalat Tentara Hitam

Tags: ITB4People, Community Services, Pengabdian Masyarakat, SDGs15

Limbah organik merupakan salah satu permasalahan utama yang mengancam keamanan ekosistem lingkungan dan kesehatan manusia. Sisa-sisa aktivitas pertanian merupakan salah satu sumber sampah organik yang cukup banyak ditemukan. Pada umumnya limbah tersebut dibiarkan membusuk begitu saja yang kemudian mengakibatkan ketidaknyamanan pada lingkungan tersebut.  

Larva lalat tentara hitam, Hermetia illucens L. Atau lebih dikenal dengan istilah “maggot BSF” (Black Soldier Fly) merupakan salah satu dekomposer limbah organik yang banyak diaplikasikan untuk sampah aktivitas dapur, dan pasar kebutuhan sehari-hari. Berbagai keuntungan banyak didapatkan dengan memelihara serangga ini. Lalat ini memiliki ukuran larva yang besar, sangat cocok dijadikan pakan ternak unggas, tidak berperan sebagai agen bibit penyakit, dan membutuhkan waktu yang singkat dalam mengolah sampah organik dibandingkan dengan pembusukan alami, bahkan apabila dikelola dengan tepat maka tidak akan menghasilkan bau yang menyengat. 

Hal diatas melatar belakangi salah satu Tim Riset SITH-ITB dari KK-Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk, untuk melakukan eksplorasi pemanfaatan limbah organik hasil aktivitas pertanian menggunakan larva BSF di Desa Mekarsaluyu, Bukit Sandy, Bandung melalui program Pengabdian Masyarakat LPPM ITB dengan judul “Biokonversi limbah panen sayuran oleh Lalat Tentara Hitam, Hermetia illucens L” yang diketuai oleh Khairul Hadi Burhan, S.T., M.T. dan “Lindi hasil biokonversi limbah sayuran oleh Lalat Tentara Hitam, Hermetia illucens L. untuk nutrisi hidroponik sayuran” yang diketuai oleh Indrawan Cahyoadilaksono, S.T., M.Ag.Sc. dalam kegiatan ini terlibat pula serta melibatkan beberapa mahasiswa program Rekayasa Pertanian SITH ITB.  

Kegiatan terpusat pada Bukit Sandy, yang dimulai dengan membangun kandang BSF, greenhouse hidroponik dan kandang bebek. Aktivitas diawali dengan mengumpulkan limbah-limbah organik buah-buahan dan sayur-sayuran dari kawasan pertanian Desa Mekarsaluyu. Kemudian mengolahnya di dalam kandang lalat LTH sehingga menghasilkan biomassa larva yang dapat dijadikan pakan bebek. Kemudian dalam proses konversi tersebut terdapat cairan lindi, yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik cair (POC) untuk hidroponik berbagai selada.

Program diakhiri dengan melakukan sosialisasi pengabdian masyarakat yang dilakukan pada tanggal 07 Agustus 2021 pada pukul 08.00-15.00 WIB bertempat pada Bukit Sandy. Diawali dengan pemaparan, kemudian diskusi dan terakhir peserta diajak untuk melihat langsung kadang LTH, kebun hidroponik, dan kandang bebek yang diberikan pakan dengan campuran larva. Kegiatan ini diikuti oleh 50 orang peserta dengan rincian 15 orang petani, 2 orang praktisi LTH, 3 orang alumni ITB, 5 orang pengusaha dibidang pertanian dan 25 orang mahasiswa, diantara mahasiswa terdapat perwakilan dari himpunan Nympahae ITB yang menjadi utusan untuk membangun pemeliharaan BSF di Bandung Zoo Garden (Bazoga).

Lalat tentara hitam seringkali dijumpai pada daerah dengan iklim tropis, dengan morfologi yang mencolok dibandingkan dengan lalat lainnya. Memiliki warna hitam panjang dan berukuran sekitar 1.5 cm, serta sangat mudah ditangkap menggunakan tangan. Secara alami BSF banyak dijumpai pada tumpukan sampah organik bersama lalat lainnya. Dengan bentuk mulutnya yang berbeda dengan lalat pada umumnya sehingga membuat LTH dewasa tidak makan selama fasa tersebut. Semua energi didapatkan pada saat berada pada fasa larva, dimana larva tersebut dapat mencerna seluruh jenis sampah organik karena didukung oleh keberagaman bakteri yang hidup di sistem pencernaannya. Hal ini juga yang menjadi alasan bahwa lalat ini bukan vektor penyakit. 

Total waktu yang diperlukan untuk satu siklus hidup lalat LTH sekitar 5-6 minggu. Bermula dari proses penetasan kurang lebih membutuhkan waktu 2-3 hari, kemudian membiarkan larva hingga berumur 5-7 hari. Penetasan dan pemeliharaan larva kecil dapat dilakukan dengan menggunakan media pakan ayam dengan kadar air 1:1. Setelah itu bisa diaplikasikan ke berbagai limbah organik. Pada prakteknya dilapangan sebelum limbah organik yaitu sampah sayuran ditambahkan dengan larva LTH, sampah tersebut dimasukkan kedalam alat pengecil ukuran atau dicacah secara manual dengan menggunakan pisau yang bertujuan untuk meningkatkan kemudahan larva dalam mengkonsumsi sampah tersebut serta meningkatkan jumlah air lindi yang dapat dihasilkan. Tanpa pencacahan maka permukaan sampah bagian atas akan mudah mengalami kekeringan dan hal itu tidak terlalu disukai oleh larva. Perkembangan larva kecil hingga menjadi larva dewasa kurang lebih memakan waktu 2-3 minggu dan hal tersebut juga merupakan waktu efektif dalam mengolah limbah organik.

Larva yang telah menjadi prepupa dipisahkan untuk dijadikan pakan, sedangkan pupa yang telah terbentuk digunakan untuk memulai siklus hidup baru LTH. Lindi yang tertampung selama proses pengolahan sampah tersebut digunakan sebagai pupuk cair pada tanaman hidroponik seperti sawi, bayam merah, kale dan mint. Dalam kurun waktu 4-6 minggu tanaman-tanaman tersebut sudah dapat dinikmati. Penggunakan lindi tersebut mampu menekan kebutuhan nutrisi buatan yaitu AB mix sebanyak 40 %, dan hal itu dapat mengurangi pengeluaran operasional dalam mengelola kebun hidroponik. 

Dalam sesi diskusi acara tersebut Dr. Agus menambahkan bahwa apabila teknologi ini diterapkan oleh para petani dalam mengelola limbah hasil pertaniannya, tentunya akan mendatangkan keuntungan lebih dari sisi ekonomi, yang dapat mendukung kesejahteraannya. Dalam sesi tersebut salah satu praktisi ternak LTH juga ikut menambahkan bahwa kunci utama agar sukses dalam mengelola hal tersebut adalah tidak mudah jijik, baik itu karena larvanya atau juga limbah atau sampah yang digunakan, tidak mudah bosan, karena akan membutuhkan kegiatan yang terus-menerus dilakukan, serta harus bersabar dalam mendapatkan hasilnya.

Saat meninjau kondisi di lapangan, antuasiasme dari para peserta yang terlihat dari keaktivannya dalam bertanya secara langsung terkait pengelolaan limbah organik dengan BSF, nutrisi hidroponik saat itu juga. Harapan dari tim peneliti ini secara khusus dan ITB pada umumnya adalah kegiatan ini bisa mempelopori dan menumbuhkan semangat untuk menerapkan teknologi biokonversi dengan menggunakan lalat tentara hitam, dan memberikan dampak yang baik terhadap kesejahteraan dan lingkungan pada kalangan para petani.

886

views