Di tahun ke lima pelaksanaan SDGs (Sustainable Development Goals), pemerintah Indonesia melakukan upaya percepatan pencapaian target SDGs melalui penerapan hingga ke level tata pemerintahan terkecil yaitu di tingkat desa melalui SDGs Desa. SDGs Desa, sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai pada SDGs di tingkat global, merupakan sebuah upaya terpadu untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi kesenjangan, meningkatkan kesehatan dan pendidikan, serta memacu pertumbuhan ekonomi, sekaligus mengatasi perubahan iklim dan melestarikan lingkungan, lautan, dan hutan. Desa dapat berkontribusi pada pencapaian SDGs dan SDGs Desa melalui pelaksanaan program pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang sesuai dengan kewenangannya dengan memanfaatkan sumber dana yang dimiliki oleh desa, termasuk dana desa.
Setiap tahunnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menerbitkan peraturan menteri sebagai pedoman dalam penetapan prioritas penggunaan dana desa. Sejak tahun 2020, untuk mendukung pencapaian SDGs Desa, program pendataan dan pemetaan potensi sumber daya desa menjadi salah satu program yang diprioritaskan dalam pemanfaatan Dana Desa. Hal tersebut bertujuan agar desa dapat menyediakan data yang akurat mengenai pencapaian SDGs di tingkat desa untuk pendataan SDGs di tingkat kabupaten. Di samping itu, pendataan dan pemetaan potensi sumber daya desa juga bermanfaat dalam proses perencanaan di desa. Hasil dari pendataan dan pemetaan desa dapat digunakan sebagai input dalam penyusunan dokumen perencanaan di tingkat desa. Berdasarkan Undang-Undang Desa (UU No. 6 Tahun 2024), pemerintah desa wajib memiliki rencana pembangunan desa yang disusun secara berjangka berupa RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) dan RKPDes (Rencana Kerja Pemerintah Desa) sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Walau demikian, belum semua desa memiliki kapasitas untuk menyusun dokumen perencanaan dengan baik, yakni perencanaan yang berbasiskan data dan mempertimbangkan permasalahan maupun potensi yang ada di wilayahnya.
Desa Winong di Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon merupakan desa ke tiga yang menjadi lokasi kegiatan pendampingan pendataan dan pemetaan potensi desa yang dilaksanakan oleh Tim Pengabdian kepada Masyarakat Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung Kampus Cirebon (PWK ITB Kampus Cirebon). Desa Winong, sebagaimana dua desa sebelumnya, terletak berbatasan dengan kampus ITB Cirebon yang mulai aktif digunakan untuk kegiatan akademik sejak tahun 2021. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah desa dan masyarakat desa dalam menyusun dokumen perencanaan desa melalui pendampingan dalam pendataan dan pemetaan potensi desa. Kegiatan pendataan dan pemetaan dilakukan secara partisipatif, yakni dilakukan secara langsung oleh masyarakat dan pemerintah desa dengan didampingi oleh fasilitator, agar kedepannya masyarakat dan pemerintah desa dapat melaksanakannya secara mandiri.
Kegiatan pemetaan partisipatif dilaksanakan selama 1 (satu) hari pada tanggal 9 September 2023. Sebelum pelaksanaan kegiatan tersebut, tim pengabdian kepada masyarakat telah menyusun modul pemetaan partisipatif yang berisi panduan pemetaan yang dapat digunakan oleh desa pada berbagai kegiatan pemetaan partisipatif. Kegiatan pada hari itu terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu penyampaian materi, pelaksanaan pemataan partisipatif, dan diskusi hasil. Materi mengenai SDGs Desa, pentingnya pendataan dan pemetaan wilayah bagi perencanaan desa, dan pemetaan partisipatif disampaikan oleh Dr. Ir. Iwan Kustiwan, M.T., Lanthika Atianta, S.T., M.Sc., dan Arini Murwindarti, S.Si., M,Sc. selaku ketua dan anggota tim pengabdian kepada masyarakat. Selanjutnya, peserta yang terdiri dari perangkat desa, ketua RT/RW, dan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelompok kecil sesuai dengan pembagian zona pemetaan dan didampingi oleh fasilitator yang merupakan mahasiswa Prodi PWK ITB Kampus Cirebon. Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan ini memberikan kesempatan dan pengalaman kepada para mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari di kelas secara langsung untuk membantu masyarakat.
Pemetaan partisipatif yang dilakukan di Desa Winong menghasilkan 3 (tiga) buah peta yang terdiri dari peta sumber daya lahan, peta sarana prasarana desa, dan peta permasalahan desa. Proses pemetaan untuk menghasilkan output tersebut membutuhkan waktu selama kurang lebih 90 menit. Waktu yang terbilang cukup efisien mengingat banyaknya jumlah dan jenis obyek yang perlu dipetakan. Hal tersebut karena pemetaan partisipatif dilakukan di dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari tiga hingga empat peserta yang bekerja secara parallel dan saling melengkapi. Selain itu, pada pemetaan partisipatif pembuat peta tidak perlu mengunjungi obyek yang akan dipetakan secara langsung, melainkan mengandalkan pengetahuan dan informasi yang telah dimiliki oleh peserta. Oleh karena itu, pemilihan peserta menjadi salah satu tahapan penting dalam pemetaan partisipatif. Perlu dipastikan bahwa peserta adalah orang yang telah memahami topik dan kondisi wilayah yang akan dipetakan.
Peran fasilitator juga sangat penting pada proses pemetaan partisipatif. Fasilitator bertugas menjelaskan langkah kerja serta memandu peserta saat pelaksanaan pemetaan. Pada pemetaan partisipatif di Desa Winong, disediakan peta dasar berupa peta citra (peta yang menunjukkan kenampakan rupa bumi dari atas/peta google maps mode satelit) masing-masing zona pemetaan yang dapat ditandai atau digambar oleh peserta. Di hari pemetaan, mulanya peserta ragu dan tidak percaya diri untuk menulis dan mem-plot-kan poisisi obyek di kertas yang berisi peta dasar tersebut. Namun, melalui arahan dan contoh dari fasilitator, peserta mulai percaya diri saat menggambarkan obyek-obyek ke dalam peta, memberikan keterangan, bahkan mengoreksi apabila ada peserta yang keliru menempatkan titik obyek di peta. Penggunaan peta dasar dapat meningkatkan akurasi spasial obyek yang dipetakan.
Untuk memastikan akurasi dan kelengkapan obyek-obyek yang perlu dipetakan, di akhir kegiatan dilakukan pemaparan hasil pemetaan dan diskusi antar kelompok. Pada sesi diskusi tersebut seluruh kelompok sangat bersemangat dalam memaparkan hasil pemetaan partisipatifnya. Dari pemetaan tersebut terdata sebanyak 59 fasilitas sosial, 20 fasilitas ekonomi, 121 perdagangan dan jasa, serta 5 penginapan di Desa Winong. Selain itu, teridentifikasi juga beberapa permasalahan di wilayah Desa Winong yaitu jalan rusak dan timbunan sampah, serta potensi sumber daya lahan berupa sawah, termasuk sawah yang merupakan tanah kas desa. Pada diskusi tersebut beberapa peserta juga memberikan masukan mengenai obyek-obyek yang belum terpetakan serta informasi tambahan mengenai beberapa obyek. Dari diskusi tersebut juga diperoleh informasi bahwa kader posyandu pernah melakukan proses yang hampir serupa dengan pemetaan partisipatif ini pada saat mendata ibu hamil dan balita stunting, meskipun menggunakan peta sederhana. Sekretaris Desa Winong kemudian menambahkan bahwa hasil pemetaan partisipatif ini akan sangat berguna untuk penyusunan RKPDes serta mendata KK penerima bantuan seperti bantuan perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) yang memerlukan data yang akurat dan diperbaharui setiap tahunnya.
Peta yang dihasilkan oleh masyarakat kemudian diinput dan diolah oleh tim pengabdian kepada masyarakat menjadi peta digital sehingga dapat diperbaharui serta disajikan dalam berbagai media. Peta versi cetak diberikan kepada pemerintah desa sebagai peta tematik desa yang dapat digunakan untuk penyusunan RKPDes 2024. Peta juga disajikan dalam bentuk dashboard yang dapat diakses secara daring. Tim pengabdian kepada masyarakat berharap pemetaan partisipatif yang telah diajarkan dapat terus dilakukan oleh Pemerintah Desa Winong sebagai salah satu teknik pengumpulan data untuk perencanaan. Kami percaya bahwa data yang baik akan menghasilkan perencanaan yang baik pula untuk menuju masyarakat yang sejahtera dan lingkungan yang terpelihara sebagaimana tujuan dari SDGs.
Tulisan Pendukung (Pemetaan Partisipatif di Desa)
Tidak adanya data sering kali menjadi hambatan bagi pemerintah desa dalam menghasilkan perencanaan desa yang baik dan berkeadilan. Berdasarkan pengalaman pendampingan di beberapa desa, ditemukan bahwa tantangan utama dalam penyediaan data yang akurat di tingkat desa adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Pertama, pemerintah desa tidak memiliki SDM yang secara khusus ditugaskan untuk mengumpulkan dan mengelola data, meskipun di sisi lain pemerintah desa juga telah dibebani kewajiban untuk mengisi beberapa data pada aplikasi-aplikasi milik pemerintah. Kedua, SDM belum dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan dalam pengelolaan data, mulai dari pengumpulan, analisis, hingga penyajian data.
Pemetaan partisipatif (participatory mapping) merupakan salah satu metode yang dinilai cukup efisien dan efektif dalam pengumpulan dan penyajian data di tingkat desa. Pada proses pemetaan partisipatif, data dikumpulkan beserta informasi lokasi atau atribut spasialnya sehingga dapat menunjukan posisi, persebaran, maupun pola sebuah data di lapangan. Pengumpulan data dilakukan secara partisipatif, dimana masyarakat desa berperan aktif sebagai pembuat peta melalui pendampingan seorang fasilitator. Hasil dari pemetaan partisipatif dikenal dengan istilah community map karena peta tersebut dihasilkan berdasarkan pengetahuan masyarakat setempat mengenai wilayahnya. Metode ini memungkinkan pembuat peta (masyarakat dan fasilitator) untuk melihat wilayah secara lebih mendalam, yakni berdasarkan topik-topik yang menarik atau bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan penting.
Pemetaan partisipatif biasa dilakukan dengan teknik yang sederhana. Peta dan informasi dapat digambarkan pada secarik kertas maupun di atas tanah dengan menggunakan alat dan bahan yang tersedia. Pada pelatihan yang kami selenggarakan, data dan informasi mengenai potensi dan permasalahan desa dituliskan dan di-plot-kan pada peta dasar yang telah disiapkan oleh fasilitator untuk menunjang akurasi dari informasi spasial yang disampaikan oleh masyarakat. Saat ini hampir seluruh desa di Indonesia telah memiliki peta batas wilayah desa resmi yang diverifikasi oleh pemerintah kabupaten dan Badan Informasi Geospasial (BIG), sehingga dapat digunakan sebagai peta dasar dalam pembuatan peta tematik.
Bagi pemerintah desa maupun masyarakat yang ingin melakukan pemetaan partisipatif untuk mendata potensi dan permasalahan desa, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan.
Pertama, penentuan tujuan pemetaan, obyek pemetaan, dan peserta.
Peta hasil pemetaan partisipatif merupakan peta tematik yang dapat melengkapi peta formal (batas administrasi desa) yang telah ada serta dapat pula menjadi sumber data dalam menyusun rencana pembangunan desa. Tujuan pemetaan perlu disepakati di awal karena akan menentukan obyek apa saja yang perlu dipetakan serta peserta yang perlu hadir sebagai informan terkait obyek pemetaan tersebut. Contohnya, pada kegiatan pendampingan ini, tujuan dari pemetaan partisipatif adalah untuk mendata potensi desa berupa sumber daya lahan dan sarana prasarana (sarpras) desa serta permasalahan desa. Obyek yang perlu dipetakan adalah seluruh penggunaan lahan misalnya lahan pertanian, permukiman, danau, dsb; sarpras desa seperti sarpras ekonomi, pemerintahan, pendidikan, dsb; serta permasalahan berupa permasalahan lingkungan, sosial, infrastruktur, dsb. Kepala dusun, ketua RT/RW setempat, serta masyarakat yang terkait dengan topik pemetaan dapat diundang sebagai peserta pemetaan partisipatif.
Kedua, penentuan zona pemetaan.
Luas desa di Indonesia sangat beragam. Pada pelaksanaan pemetaan partisipatif di desa yang cukup luas, wilayah pemetaan dapat dibagi menjadi beberapa zona pemetaan, sehingga dapat memetakan informasi pada skala yang cukup detail. Salah satu dasar pembagian zona pemetaan yang dapat digunakan di tingkat desa adalah pembagian berdasarkan dusun/blok. Selain luas wilayah, tujuan dan obyek pemetaan juga perlu diperhatikan kembali sebelum menentukan pembagian zona pemetaan karena akan berpengaruh pada jumlah dan kompleksitas obyek yang akan dipetakan. Pada kegiatan pendampingan ini, jumlah dan jenis obyek pemetaan cukup banyak dan kompleks (yaitu sumber daya lahan, sarana prasarana, dan permasalahan desa). Selain itu, terdapat dua dusun dengan wilayah yang luas dan kepadatan permukiman yang tinggi, sehingga khusus dua dusun tersebut dibagi kembali menjadi masing-masing 2 (dua) zona pemetaan. Obyek yang beragam dan wilayah yang luas membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencatat dan menggambarkan pada peta. Ketiga, perlu juga mempertimbangkan jumlah fasilitator dan peserta yang hadir dalam kegiatan pemetaan partisipatif. Pada setiap zona minimal terdapat 1 (satu) orang fasilitator yang memandu peserta, serta dua hingga lima orang masyarakat sebagai peserta yang mengerti tentang wilayahnya serta obyek yang dipetakan. Peserta dapat terdiri dari perangkat desa, tokoh masyarakat, maupun masyarakat yang aktif di lingkungannya. Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah waktu. Jika waktu yang dimiliki terbatas, membagi wilayah ke dalam zona pemetaan yang lebih banyak dapat menjadi opsi yang paling memungkinkan dengan tetap mempertimbangkan jumlah peserta yang hadir.
Ketiga, pelaksanaan pemetaan partisipatif.
Pemetaan partisipatif dapat dilaksanakan dengan waktu yang cukup singkat karena dikerjakan dalam grup-grup kecil dan tidak memerlukan survei lapangan. Alat dan bahan yang perlu dipersiapkan juga cukup mudah ditemui, yaitu media untuk menggambar (dapat berupa kertas atau papan tulis) dan alat tulis. Namun, pada kegiatan pendampingan yang dilakukan kali ini, fasilitator telah menyiapkan peta cetak berupa peta dasar/peta citra (peta yang menunjukkan kenampakan rupa bumi dari atas/peta google maps mode satelit) sesuai dengan batas desa resmi yang telah dibagi menjadi beberapa zona pemetaan. Alat dan bahan yang disiapkan antara lain adalah peta dasar cetak, alat tulis, dan sticky notes untuk mencatat informasi terkait dengan obyek yang dipetakan.
Secara garis besar, terdapat 4 (empat) tahapan dalam pelaksanaan pemetaan partisipatif, yaitu:
1. Pengarahan
Pada tahap ini fasilitator menjelaskan tujuan dan obyek pemetaan, serta tahapan pelaksanaan. Jika pemetaan partisipatif menggunakan peta dasar berupa peta citra yang dicetak berdasarkan zona pemetaan, maka fasilitator juga wajib menjelaskan dan menyamakan persepsi spasial antara peserta. Fasilitator dapat menggunakan obyek yang mudah dikenali sebagai titik acuan, misalnya kantor desa, masjid, atau kenampakan lainnya pada peta. Fasilitator juga perlu menjelaskan jika pemetaan dilakukan pada beberapa lembar peta sesuai dengan tema pemetaan. Dalam hal ini misalnya terdapat 3 (tiga) lembar peta, masing-masing untuk memetakan sumber daya lahan, sarana prasarana, dan permasalahan desa.
2. Pemetaan
Pada tahap ini peserta telah terbagi ke dalam beberapa grup kecil sesuai dengan zona pemetaannya. Kemudian, peserta secara mandiri berdiskusi dan menuliskan atau mem-plot-kan obyek-obyek yang diketahuinya ke dalam peta, serta menuliskan informasi atau keterangan tambahan tentang obyek tersebut pada sticky notes yang dapat ditempelkan di lembar peta.
3. Penyampaian Hasil Pemetaan dan Diskusi
Setelah selesai melakukan pemetaan pada masing-masing zona, masing-masing kelompok menyampaikan hasil pemetaannya kepada kelompok atau peserta lainnya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan masukan jika masih terdapat obyek-obyek yang belum terpetakan.
4. Pengolahan Peta
Peta hasil pemetaan partisipatif dapat disajikan sebagaimana adanya untuk kemudian digunakan dalam penyusunan rencana dan program desa. Selain itu, peta juga dapat didokumentasikan dalam peta digital dan diperbaharui secara berkala. Pada akhir kegiatan pendampingan ini, tim mendokumentasikan peta hasil pemetaan partisipatif di Desa Winong dalam bentuk peta digital dan dashboard.
Permendes No. 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021
Permendes No. 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022
Permendes No. 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023
Permendes No. 7 Tahun 2023 tentang Rincian Prioritas Penggunaan Dana Desa