Berkawan dengan Astronomi di Festival Purnama Borobudur

Titik balik Matahari, Bulan Purnama dan maknanya bagi perikehidupan

Ada peristiwa astronomis di bulan Juni 2024 ini yang luput dari perhatian kita yaitu Bulan Purnama Stroberi (Strawberry Moon)) yang berdekatan dengan titik balik Matahari musim panas (Summer-solstice). Purnama Stroberi sebenarnya adalah istilah bagi Bulan Purnama yang tejadi di bulan Juni, istilah ini diberikan oleh masyarakat Amerika utara karena pada saat itu Amerika bagian utara dalam kondisi musim panas sehingga buah-buah stroberi liar yang banyak tumbuh di hutan-hutan Amerika utara dapat dipanen oleh masyarakatnya.

Summer-sostice atau titik balik Matahari musim panas adalah titik paling utara posisi Matahari terhadap ekuator Bumi. Summer-solstice terjadi sekitar tanggal 21 Juni, dan saat ini daerah belahan utara Bumi tersinari Matahari, sementara daerah belahan selatan Bumi kurang tersinari Matahari atau gelap. Enam bulan kemudian, sekitar 21 Desember, pada titik balik Matahari musim dingin atau winter solstice, terjadi sebaliknya, daerah belahan selatan Bumi tersinari Matahari, sementara daerah belahan utara Bumi kurang tersinari atau gelap, hal ini terjadi akibat sumbu kemiringan orbit Bumi yang membentuk sebuah sudut, kira-kira 23°,5 terhadap bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari atau bidang ekliptika.

Musim di berbagai belahan Bumi

Sementara itu, Bulan mengorbit Bumi, dan Bumi bersama-sama Bulan mengorbit Matahari, sehingga saat kita mengamati Bulan dari sudut pandang kita di Bumi, maka seberapa banyak bagian Bulan yang diterangi oleh sinar Matahari bergantung pada sudut yang dibuat Matahari dengan Bulan, oleh karena itu terjadi apa yang disebut dengan fase Bulan. Saat posisi Bulan berada di antara Matahari dan Bumi, saat itulah terjadi fase Bulan Purnama.

Fase Bulan. Bulan Purnama saat Bulan ada dibalik Bumi dari arah Matahari

Pada tahun 2024 ini, summer-solstice terjadi pada pukul 20:05 UTC 20 Juni 2024 atau 03:05 WIB 21 Juni 2024, dan Bulan Purnama terjadi pada pukul 01:08 UTC 22 Juni 2024 atau 08:08 WIB 22 Juni 2024. Jadi, Bulan Purnama terjadi hanya 1 hari setelah summer-solstice, waktu yang sangat berdekatan dapat dita manfaatkan untuk menyaksikan momen Matahari terbenam di arah barat dan sesaat kemudian Bulan Purnama terbit di arah tenggara-timur. Peristiwa ini hanya terjadi setiap 18-20 tahun sekali.

Bagi masyarakat Jawa, Bulan Purnama sering dianggap memiliki kekuatan magis dan mistik yang kuat dan sering dihubungkan dengan cerita-cerita misterius serta legenda yang menarik. Bulan Purnama dipercaya dapat memengaruhi siklus kehidupan manusia seperti kelahiran, perkawinan, atau kematian, karena itu banyak orang Jawa melakukan ritual-ritual khusus seperti sedekah rokok, memandikan anak, atau membuang benda jatuh di laut dengan tujuan agar mendapatkan kesuksesan dan keberuntungan. Selain itu, Bulan Purnama dipercaya sebagai waktu yang tepat untuk melakukan meditasi, memasang dupa, atau berdoa karena energi spiritual yang tinggi pada malam tersebut.

Kolaborasi berbagai institusi dalam Festival Purnama di Magelang

Peristiwa Bulan Purnama yang berdekatan dengan peristiwa summer-solstice, kami perkenalkan kepada pelajar SD, SMP, SMA dan masyarakat umum di daerah sekitar candi Borobudur dalam bentuk workshop tanggal 20 Juni 2024, yang dinamai sebagai Festival Purnama. Kami juga memanfaatkan momen summer-solstice dan Bulan Purnama ini untuk mengamati orientasi Candi Borobudur di Borobudur, Magelang pada tanggal 21 Juni 2024.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengkoordinasi acara Festival Purnama ini dengan menggandeng National Astronomical Research Institute of Thailand (NARIT), Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (PPKB FIB-UI), Universitas Warmadewa (Unwar), Prodi Arkeologi UGM, serta Prodi Astronomi FMIPA ITB.

Festival Purnama diawali dengan lantunan tembang macapat dari Jawa yang disampaikan oleh periset Suyami dan Titi Mumfangati dari Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan (PR MLTL) BRIN yang dilanjutkan dengan memperkenalkan kalender Jawa dengan berbagai manfaatnya. Selanjutnya acara diisi dengan permainan tradisional anak-anak di luar rumah yang biasa dilakukan saat Bulan Purnama pada jaman dahulu. I Made Budiasa, Periset PR MLTL BRIN menyanyikan tembang tradisional Bali, yang berkolaborasi dengan I Made Mardika dari Universitas Warmadewa Bali menjelaskan tentang kalender Bali yang tentu juga dengan berbagai manfaatnya, termasuk membacakan manuskrip Jawa dan Bali yang bertemakan langit. Sri Ratna Saktimulya, Kepala Pusat Kebudayaan UGM mengajak peserta anak-anak SD dan SMP untuk melantunkan tembang dolanan serta permainan tradisional, dan Yusuf Raharja seorang praktisi media membekali teknik dokumentasi dengan membuat konten kreatif  kepada anak-anak.

Acara dilanjutkan dengan pemaparan tentang astronomi dan keterkaitannya dengan candi Borobudur, diantaranya dengan mengenalkan fenomena titik balik Matahari musim panas atau summer-solstice dan Bulan Purnama oleh Endang Soegiartini dari Program Studi Astronomi FMIPA – ITB, dilanjutkan oleh Ferry M. Simatupang, staf pengajar Program Studi Astronomi FMIPA – ITB mengenalkan arkeoastronomi, kemudian ditutup dengan paparan menarik Irma Indriana Hariawang yang menjelaskan hasil risetnya di Candi Borobudur berkaitan dengan benda langit. Sambil beristirahat dan makan malam serta sholat maghrib, sekitar 50 orang hadirin dengan 20-30 orang adalah pelajar SMP, SMA dan SMK diajak untuk bertamasya ke langit malam, yaitu mengamati benda-benda langit yang tampak pada saat itu, misalnya Bulan, planet dan bintang yang tampak saat itu dengan menggunakan teropong, dan mencari rasi Bintang melalui mata telanjang. Fenomena langit pun direkam menggunakan all-sky camera untuk merekam peristiwa Matahari terbenam di arah barat yang sesaat kemudian Bulan Purnama terbit di arah tenggara-timur.

Foto 1 - Tamasya langit

Pemapar terakhir adalah Boonrucksaar Soonthorntum dari NARIT yang menyampaikan rasa senang dan kagum karena dapat melihat langsung candi Prambanan dan Candi Borobudur, serta berharap agar ke depan Thailand dan Indonesia dapat menjalin hubungan penelitian dengan lebih baik dan mendalam. Boonrucksaar Soonthorntum juga berbagi ilmu kepada peserta tentang pentingnya kita menghargai kehadiran alam bagi seluruh umat. Kegiatan hari ini diakhiri dengan acara meditasi purnama yang dipandu oleh Turita Indah Setyani dari Prodi Jawa FIB – UI hingga pukul 22.00.

Keesokan harinya tanggal 21 Juni 2024, tim ITB melakukan pengukuran orientasi Candi Borobudur dan memanfaatkan momen summer-solstice untuk menentukan arah timur-benar dengan menggunakan teknik tradisional yaitu gnomon tegak, sedangkan tim Thailand melakukan hal yang sama dengan menggunakan peralatan yang lebih modern, yaitu total station atau teodolit yang diintegrasikan dengan komponen pengukur jarak untuk membaca jarak dan kemiringan instrumen ke titik tertentu dan direkam secara elektronik.

Di waktu yang sama, Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan (PRMLTL) BRIN dan Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) memberi wawasan tentang pengetahuan astronomi yang tersimpan di dalam manuskrip dan tradisi lisan, mengenalkan manuskrip bertuliskan arab kuno yang ditulis di atas lontar, belajar membaca aksara jawa, belajar menggunakan tingkatan bahasa sebagai penilaian tata krama, dan menyanyikan tembang Jawa kepada para pelajar MTs Ma’arif Borobudur di Magelang. Para pelajar MTs Ma’arif Borobudur di Magelang juga mendapat pengenalan tentang kalender dan aksara Bali yang ternyata, kalender dan aksara Bali merupakan pengembangan dari Jawa, diberikan oleh periset PRMLTL BRIN dan Universitas Warmadewa Bali, I Made Mardika. Acara diakhiri dengan pengenalan arkeoastronomi di Indonesia oleh Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah (PRAPS) BRIN.

Pengukuran arah timur-benar Candi Borobudur pada saat Summer-Solstice, 21 Juni 2024

Penentuan kembali arah timur-benar dilakukan dengan memanfaatkan momen summer-solstice yang pada tahun ini terjadi tanggal 21 Juni 2024 di Candi Borobudur, dengan mengamati dan menentukan arah dan posisi saat Matahari terbit serta mengukur jaraknya terhadap pintu timur candi Borobudur dengan menggunakan teodolite. Pengukuran dan pengamatan dilakukan lagi pada sore hari menjelang Matahari terbenam di arah barat yang diamati dari pintu barat Candi Borobudur.

Foto 2 - Pengukuran posisi bintang

Bukan hanya saat terbit dan terbenam, Matahari juga diamati saat berada di zenith atau saat Matahari berada pada titik tertingginya atau saat kulminasi atas. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur panjang bayangan gnomon atau tongkat yang diletakkan dekat dengan stupa utama dari pintu timur.

Foto 3 - Bayangan gnomon saat Matahari di meridian

Hasil pengamatan digunakan untuk memodelkan pergerakan Matahari dengan jatuhnya bayangan stupa utama ke stupa-stupa kecil lainnya selama satu tahun, dengan model ini juga dapat dihitung kronologi pembangunan candi, tetapi menurut kitab Manasara, pembangunan candi Borobudur menerapkan teknik Vaastu Purusha Mandala dan gnomon sebagai alat penunjuk arah.  Vaastu Purusha Mandala tidak bisa dipisahkan dari Vaastu Shastra atau sistem arsitektur tradisional Hindu, yang merupakan teknik dasar matematika dan diagram untuk menghasilkan desain sebuah bangunan beserta rencana metafisiknya, dengan menggabungkan peredaran benda-benda langit dan kekuatan supernatural. Purusha mengacu pada energi atau manusia kosmis, sedangkan mandala adalah nama umum untuk setiap rencana atau bagan yang secara simbolis mewakili kosmos. Pengembangan lebih lanjut dari model Matahari di atas adalah model gerak Bulan yang dapat dikaitkan dengan Buddhist Lunisolar Calendar atau kalender Budha luni-solar, yaitu perpaduan gerak Matahari dan Bulan.

Hal yang menarik saat summer-solstice di Candi Borobudur adalah Matahari akan terbit tepat di antara 2 (dua) buah gunung, yaitu gunung Merapi dan gunung Merbabu di arah timur.

Foto 4 - Sunrise Summer Solstice

Foto 5 - Pengukuran posisi Matahari saat sunset

 

 

133

views