Desa Silaipui, Nusa Tenggara Timur, merupakan desa yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Salah satu komoditas unggulan yang dimiliki desa ini adalah buah kemiri (Aleurites moluccana), yang menjadi fokus utama dalam aktivitas pertanian mereka. Setiap kali panen, desa ini mampu menghasilkan hingga 5 ton (5000 kg) kemiri, menunjukkan potensi besar dalam industri pertanian lokal. Dengan potensi panen yang besar ini, buah kemiri telah menjadi tulang punggung ekonomi desa, memberikan sumber penghidupan bagi penduduknya.
Hasil panen buah kemiri tersebut biasanya dipasarkan secara langsung ke pengepul tanpa dikupas dengan harga yang rendah untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Jika menginginkan harga yang tinggi, masyarakat harus mengupas terlebih dahulu. Namun hingga saat ini, para petani mengupas kemiri secara tradisional dengan bergotong royong menggunakan tangan dan alat sederhana, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dan membuat para petani kelelahan.
Untuk meningkatkan kesejahteraan petani kemiri, diperlukan bantuan teknologi pemecah cangkang kemiri bertenaga listrik. Melihat kebutuhan ini, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terdiri atas Budi Heryadi, Indria Herman, Ignatius Pulung Nurprasetio, Afrianto, dan Sovia Rahmania Warda menginisasi kegiatan pengabdian masyarakat dengan mengembangkan alat pemecah kemiri bertenaga listrik. Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut dilakukan dengan bantuan pengelolaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM ITB) dan kerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).
Kegiatan pengabdian masyarakat yang dimulai sejak Maret 2023 mengikuti skema Top-Down kerjasama antara ITB dengan Kemendesa PDTT. Tujuannya adalah untuk membantu petani dalam proses pemecahan cangkang kemiri, dengan harapan dapat menghemat tenaga dan waktu mereka. Budi Heryadi, sebagai ketua tim, menjelaskan bahwa tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk mempercepat pemerataan ekonomi di Indonesia, khususnya di daerah 3T. Dengan demikian, inovasi teknologi yang dihasilkan dari pengabdian masyarakat ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi lokal.
Buah Kemiri
Tim memulai langkah dengan melakukan survey lapangan untuk memahami secara mendalam tentang kebutuhan mesin pemecah kemiri guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di Desa Silapui. Perjalanan tim menuju desa tersebut tidaklah mudah, memakan total waktu lebih dari 18 jam dengan berbagai tantangan terutama kondisi jalan pegunungan yang sulit dilalui. Setelah tiba di Desa Silapui dan bertemu dengan Kepala Desa, terungkap bahwa desa tersebut terdiri dari empat dusun yang terpisah oleh gunung. Kondisi geografis ini mendorong tim untuk dapat membuat empat unit mesin pemecah kemiri agar tidak terjadi konflik sosial. Kondisi ini juga menjadi tantangan bagi tim untuk membuat rancangan mesin yang cukup kecil namun dapat beroperasi pada kondisi optimal. Upaya ini dilakukan agar setiap dusun mendapatkan minimal satu buah mesin sehingga potensi munculnya ketidakdilan sosial dapat diminimalkan.
Setelah proses survey dilakukan, tim menemukan bahwa kemiri memiliki cangkang yang keras, mirip dengan batok kelapa namun dalam ukuran yang jauh lebih kecil. Cangkang ini perlu dibenturkan dengan kecepatan yang sesuai. Kecepatan benturan terlalu rendah tidak akan mampu memecahkan cangkang. Di sisi lain, kecepatan benturan terlalu tinggi akan menyebabkan tak hanya pecah cangkang tetapi juga pecah isi. Pecah isi menyebabkan daya tawar kemiri di pasar menjadi sangat rendah. Untuk menemukan metode yang tepat dalam memecahkan cangkang kemiri, tim melakukan studi literatur yang mendalam. Berbagai metode telah dicoba, mulai dari penjepitan hingga berbagai teknik lainnya, namun hasilnya tidak konsisten. Setelah berkali-kali melakukan eksperimen, tim akhirnya menemukan bahwa metode yang paling efektif adalah dengan cara menjatuhkan kemiri dari ketinggian 6 meter, sehingga saat kemiri membentur lantai, cangkangnya akan pecah tanpa merusak isi di dalamnya. Temuan ini menunjukkan bahwa diperlukan putaran kecepatan mesin yang setara dengan jatuh bebas dari ketinggian tersebut untuk memastikan proses pemecahan kemiri berjalan dengan optimal.
Desain dan Pengembangan
Tim merancang mesin pemecah cangkang kemiri yang dilengkapi dengan sistem pengaturan kecepatan gerak bilah pemukul kemiri. Sistem pengaturan ini memungkinkan mesin untuk beroperasi dengan kecepatan yang sesuai dengan kebutuhan dalam proses pemecahan cangkang kemiri. Dengan adanya kontrol atas kecepatan gerakan bilah pemukul, risiko kerusakan pada isi buah kemiri dapat diminimalkan, sehingga hasil yang diperoleh dari proses pemecahan menjadi lebih optimal dan berkualitas. Proses manufaktur dan pengujian mesin dilakukan dengan cermat untuk memastikan bahwa mesin yang dihasilkan memiliki kualitas yang terjamin.
Setelah mesin selesai diproduksi, tahap berikutnya adalah pengiriman mesin ke Desa Silaipui, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur menggunakan transportasi laut. Budi menjelaskan bahwa pada awalnya mesin diprediksi tiba pada bulan November, namun pengiriman tertunda hingga Desember akibat kendala cuaca yang tidak terduga. Tantangan tidak hanya terbatas pada aspek teknis, tetapi juga pada logistik pengiriman yang kompleks, sehingga kepala desa bersama para kepala dusun turun gunung hingga tiga kali untuk memastikan mesin di tiba pelabuhan. Pada kunjungan ketiga mereka, baru diketahui bahwa alat pemecah kemiri ini baru bersandar di Kupang, bukan di Pelabuhan Kota Kalabahi seperti yang diharapkan. Meskipun perjalanan tidak sesuai rencana, namun dengan kerja keras dan ketekunan, akhirnya alat pemecah kemiri itu tiba di Desa Silaipui, siap untuk digunakan oleh masyarakat setempat.
Selain memperhatikan aspek produksi dan pengiriman, tim juga mempertimbangkan kebutuhan perawatan dalam jangka panjang. Mereka memilih komponen-komponen mesin yang dapat dengan mudah diperoleh untuk penggantian berkala. Komponen-komponen tersebut dapat dicari di Kota Kalabahi karena ini merupakan satu-satunya kota di pulau itu. Walaupun jaraknya memakan waktu tiga jam dari Desa Silaipui, namun keberadaannya yang dekat dengan pelabuhan memudahkan aksesibilitas. Tim berharap dengan upaya ini dapat memastikan bahwa mesin pemecah kemiri tidak hanya efisien dalam proses pemecahan, tetapi juga dapat dipelihara dengan baik dalam jangka waktu yang panjang, meningkatkan keberlanjutan penggunaannya dalam mendukung kegiatan petani kemiri di Desa Silaipui.
Implementasi dan Sosialisasi
Setelah alat pemecah kemiri bertenaga listrik tiba di Desa Silaipui, tim melakukan sosialisasi tentang cara penggunaannya agar masyarakat dapat memahaminya dengan mudah. Sosialisasi ini dilakukan melalui demonstrasi langsung tentang penggunaan mesin serta pengaturan kecepatan yang sesuai, disampaikan kepada Ketua Desa dan para Kepala Dusun. Perbedaan dialek bahasa Indonesia timur yang sedikit berbeda dengan bahasa Indonesia secara nasional menjadi tantangan yang ditemukan oleh tim dari segi aspek sosial dan budaya. Dalam menjelaskan, tim berupaya memperhatikan logat dan kosakata yang akrab dalam percakapan sehari-hari di Desa Silaipui. Hal ini bertujuan agar bahasa yang digunakan mudah dipahami dan dekat dengan pemahaman lokal. Dengan pendekatan ini, tim berharap pesan tentang penggunaan alat pemecah kemiri dapat tersampaikan secara efektif dan diterima dengan baik oleh masyarakat Desa Silaipui.
Peluang Ekonomi dan Tantangannya
Desa Silapui diharapkan menjadi contoh nyata bagaimana inovasi teknologi dapat memberdayakan sektor pertanian lokal dan meningkatkan kesejahteraan petani kemiri. Melalui penggunaan alat pemecah kemiri bertenaga listrik, kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses produksi dan juga mengurangi beban kerja petani. Harapannya, buah kemiri yang dihasilkan dengan bentuk yang sempurna dan konsisten dapat meningkatkan kualitas serta nilai jual kemiri di pasar.
Dengan respons positif dari kepala desa, kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat menjadi langkah awal pertumbuhan ekonomi lokal secara positif dan menyeluruh. Meskipun berpotensi, namun ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, misalnya untuk mendapatkan komponen mesin yang sesuai belum efisien dan efektif secara waktu. Dukungan pemerintah, terutama dalam memperbaiki infrastruktur dan penguatan teknologi di daerah terpencil (3T), sangat penting agar upaya ini terus berkembang dan memberikan manfaat yang berkelanjutan.
Dengan manajemen yang baik, kegiatan ini dapat menjadi kontributor penting dalam membantu masyarakat, khususnya di daerah 3T, untuk mempercepat pemerataan ekonomi di Indonesia. Semoga upaya ini menjadi inspirasi bagi lebih banyak pihak untuk terlibat dalam pembangunan Indonesia, khususnya dalam memajukan daerah-daerah terpencil menuju kesejahteraan yang lebih merata.
Info Terkait:
Youtube: ITB dan Kemendesa PDTT Membantu Petani Memecahkan Cangkang Kemiri dengan Mesin Bertenaga Listrik